img_5548.jpg

Atasi Stres dengan Manajemen Coping

Terjadinya kasus bunuh diri, terutama beberapa hari lalu terjadi di wilayah Girimulyo, Gunungkidul, Yogyakarta, menjadi perhatian tersendiri bagi Ketua Program Studi Magister Profesi Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dr. Siti Urbayatun, M.Si.

Menurutnya, penyebab utama bunuh diri bervariasi pada setiap kasus. Dari sisi dinamika psikologi, pasti ada stressor yang menyebabkan terjadinya problem sehingga membuat seorang individu melakukan tindakan ini. Stressor merupakan stimulus atau peristiwa yang menimbulkan respons stres.

“Untuk menghadapi permasalahan tersebut, sebenarnya di dalam diri setiap individu sudah terdapat kemampuan untuk menghadapi stressor yang dinamakan coping,” terang Urba ketika ditemui di kantornya, Rabu (16/8/2017).

Coping adalah suatu upaya individu untuk menanggulangi situasi stres yang menekan akibat masalah yang dihadapi, dengan cara melakukan perubahan kogntif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri.

Ranah psikologi mengajarkan keterampilan individu untuk mengatur manajemen stres, misalnya coping yang tepat dalam menghadapi masalah. Faktor internal ini dapat dilatih dan terus diasah secara berkelanjutan.

Dari penjelasan perempuan kelahiran Bantul ini, terkait dengan coping, setiap individu memiliki cara tersendiri untuk melampiaskan permasalah yang dihadapi. Ada yang dilampiaskan dalam bentuk rekreasi, meningkatkan spiritualitas, bahkan yang ada menjurus ke hal negatif seperti mengonsumi minuman keras dan obat-obatan terlarang. Ia menambahkan, setiap orang punya gaya tersendiri untuk menghadapi masalah yang sedang dihadapi.

“Meskipun stressor-nya besar, tetapi kalau gaya manajemen masalahnya bagus dan memiliki keterampilan coping yang baik, maka masalah sebesar apa pun tidak akan sampai mengarah kepada hal-hal yang bersifat destruktif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.”

Selain faktor  internal tersebut, faktor eksternal seperti lingkungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap coping individu. Harus ada dukungan kuat dari lingkungan sekitar, terutama orang-orang terdekat. Orang yang melakukan tindak bunuh diri biasanya cenderung hopeless, negative thinking, dan terlalu menggeneralisasikan sesuatu.

Stressor tidak mungkin dihindari dan sangat bevariasi. Stressor dari dalam maupun luar harus dihadapi terus-menerus dengan manajemen problem solving yang baik.

“Individu harus punya imunitas, daya untuk menghadapi stressor. Kepedulian sosial juga harus ditingkatkan,” tegas dosen Psikologi ini.

Lebih lanjut, perempuan yang meraih gelar doktor dari meneliti korban gemba Bantul (2006) ini menjelaskan bahwa individu yang terbiasa tanpa masalah cenderung tidak memiliki imunitas yang kuat untuk menghadapi permasalahan, sehingga rentan stres.

“Dengan adanya masalah, bisa memuat indvidu menjadi pribadi yang kuat. Tidak selamanya kejadian negatif beradampak negatif, bisa saja berdampak positif.”

Solusi terbaik untuk mengurangi stressor dan mencegah tindak bunuh diri adalah dengan cara meningkatkan kemampuan atau keterampilan diri serta memanfaatkan sumber daya yang dimiliki di dalam masyarakat, misalnya religiusitas. Orang-orang yang terlatih menghadapi masalah, cenderung memiliki kepribadian dan spiritualitas yang kuat, dan lebih menghargai kehidupan. (ard)