Cegah Konflik Sejak Dini Demi Tumbuhkan Kebersamaan

Penelitian Alih Fungsi Lahan Pantai

Ada lima konflik di Indonesia, yakni politik, etnis, agama, antarkelompok/komunitas dan lahan.

“Konflik itu menyebar di berbagai daerah, termasuk di kabupaten Kulonprogo, khususnya konflik lahan pantai yang berubah fungsi,” ujar Dr. Hadi Suyono M.Si, dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), yang baru saja menyelesaikan doktor psikologi di Universitas Airlangga Surabaya.

Dalam ujian terbuka disertasi, Hadi mengangkat teman “Pengembangan Model dan Indeks Deteksi Dini Konflik dengan Prediktor Identitas Sosial, Prasangka, dan Intensi. Penelitian diaplikasikan pada konflik lahan pantai di Kulonprogo.

Hadi mewawancarai 279 responden yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulonprogo dari Pantai Selatan, Brosot sampai Sungai Bogowonto.  Dari responden itu, ditemukan realitas yang mengejutkan, yakni 86,4% atau 241 responden kurang setuju pengalihan alih fungsi.

“Dalam bahasa mudahnya, alih fungsi sangat berpotensi menimbulkan konflik. Sebab, mereka mementingkan kebutuhan ekonomi,” ucapnya, Rabu (2/9/2015).

Selama dua tahun, Hadi melakukan penelitian. Untuk “masuk” mencari data kepada anggota Petani Lahan Pantai Kulonprogo, ia sempat mengalami kesulitan. Data diperoleh dengan wawancara langsung dengan responden di kecamatan Panjatan, Samigaluh, Wates, dan Temon.

Hadi menemukan data, konflik lahan Pantai Kulonprogo merupakan konflik laten pada petani melawan ancaman penggusuran lahan pertanian. Misalnya, lahan pertanian dialihfungsikan sebagai area pertambangan pasir besi.

Diakui, pengelolaan konflik di Indonesia seperti memadamkan kebakaran. Hal ini terjadi setelah terdapat konflik baru yang digunakan sebagai langkah-langkah untuk mengatasi masalah konflik.

“Indonesia harus belajar dari pengalaman. Maksudnya, sebelum ada konflik, bangunlah kebersamaan dengan kegiatan bernilai gotong-royong,” ucapnya.

Selain itu, pejabat atau pemangku kepentingan harus mampu berkomunikasi secara baik kepada masyarakat. Mereka harus sering turun ke bawah menemui masyarakat. Konflik itu terjadi karena kurangnya komunikasi sehingga memunculkan prasangka.

“Komunikasi dilakukan bukan ketika ada konflik, justru saat kondisi aman dan terkendali. Persoalan, keluhan, protes atas kebijakan, serta keresahan masyarakat bisa diakses dari masyarakat secara langsung sejak awal. Selain itu, komunikasi hendaknya dikemas dalam berbagai model pendekatan. Saat ada kegiatan sosial, dengarkanlah persoalan masyarakat,” tandas penulis buku Sang Pembelajar Sejati ini.

Ditegaskan, pencegahan dini jangan hanya terkait bencana, kemiskinan, korupsi, atau sumber daya manusia, tetapi juga persoalan konflik laten.

“Jangan heran,  konflik laten itu cepat meledak. Efeknya domino sangat luas, baik politik, sosial, ekonomi.”

Cegah dini konflik, diangkat menjadi disertasi bidang psikologi yang baru pertama kali di Indonesia. Hadi Suyono berhasil mempertahankan disertasi dengan predikat cum laude.