Plagiarisme di Dunia Akademik

 

Triantoro  Safaria, S Psi. M.Si. PhD. Psikolog

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Yogyakarta

 

Plagiarism merupakan tindakan membajak ide, kalimat, dan tulisan orang lain yang kemudian diakui sebagai  ide, kalimat dan tulisan dirinya sendiri, sehingga tidak  merujuk sumber asli dari ide, dan tulisan tersebut. Plagiarisme ini disamakan sebagai tindakan ketidakjujuran akademik, dan pelangaran etika moral seorang ilmuwan. Asal katanya berasal dari Bahasa latin yaitu plagiarius yang secara literal diartikan sebagai penculikan atau pencurian. Plagiarisme dapat juga dikatakan sebagai tindakan pencurian ide orang lain. Penggunaan kata plagiarism ini dikenal pertama kali oleh Ben Johson pada tahun 1901, dan diadaptasi ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1920 (Wikipedia.org).

Kasus plagiarism ini banyak terjadi di Indonesia, yang serta merta mendapatkan sorotan tajam dari komunitas akademik dan masyarakat umum. Beberapa kasus yang menonjol antara lain penjiblakan sebuah artikel yang diterbitkan di IEEE, yang dilakukan oleh seorang Dr. lulusan sebuah PTN di Jawa barat. Kasus lainnya yaitu tulisan plagiarism di Koran The Jakarta Post yang dilakukan oleh seorang Professor sebuah PTS di Jawa Barat. Dugaan plagiarism yang dilakukan oleh seorang Rektor PTS  Bandung, dan  kekilafan sebuah tulisan di harian Kompas yang dilakukan oleh seorang Dosen PTN di Yogyakarta. Sementara kasus dugaan plagiarism baru-baru ini muncul dari seorang peneliti dari  Japan Riken Science Institute yang disorot atas dua artikelnya tentang stem cells di majalah Nature.

Mengapa kasus plagiarism ini dapat terjadi di kalangan akademisi? Pada hal seorang akademisi lebih memahami seperti apa plagiarism ini. Mereka juga memahami bahwa plagiarism merupakan tindakan tidak jujur, melanggar integritas seorang ilmuwan, dan mencederai filosofi ilmu pengetahuan itu sendiri. Kebanyakan kasus plagiarisme dilakukan secara sadar, dan sangat jarang yang terjadi karena kelalaian dalam mensitasi.

Ada dua faktor yang mungkin menjadi penyebab terjadinya tindakan plagiarism di kalangan akademisi yang penulis duga. Pertama, keinginan serba instan, tidak mau bersusah payah dari sang pelaku, dalam membuat sebuah tulisan. Pelaku  malas untuk menguras otaknya dalam menghasilkan sebuah tulisan. Ia lebih suka melakukan copy and paste,  mencomot beberapa paragraph dari tulisan seseorang, dicampur dengan copy paste  dari penulis lainnya, untuk kemudian digabungkan sehingga menjadi sebuah tulisan. Kedua, rasa malas untuk menguras otak, disebabkan oleh rendahnya kemampuan sang pelaku dalam membuat karya ilmiah yang bermutu. Hal ini kemudian menyebabkan mereka mencari jalan pintas untuk memenuhi kewajiban publikasi sebagai salah satu kewajiban profesi seorang akademisi. Keinginan untuk mencari jalan pintas dan rendahnya kemampuan menulis dan  berargumentasi secara ilmiah menjadi faktor penentu terjadinya plagiarism di kalangan akademisi.

Unutk itu, plagiarism perlu dimusnahkan. Beberapa solusi untuk mencegah terjadinya plagiarism ini antara lain, pertama, menumbuhkan semangat  berpikir secara mandiri di kalangan akademisi; kedua, penanaman nilai-nilai orisinalitas; ketiga, peningkatan kemampuan berpikir dan menulis secara ilmiah; dan keempat, penerapan punishment yang menimbulkan efek jera bagi pelaku plagiarism. Keempat hal di atas dapat dilakukan secara berkesinambungan untuk menurunkan kasus plagiarism di dunia akademik di Indonesia. Bagaimana pun plagiarisme merupakan penyakit kronis yang perlu segera diobati, sehingga tidak semakin parah dan membudaya di kalangan akademisi. Hilangnya plagiarism di dunia akademik di Indonesia, akan menjadi pertanda pencapaian puncak kegemilangan pengembangan ilmu pengetahuan di bumi pertiwi ini. Hal ini merupakan tugas bersama semua akademisi untuk menghapus plagiarism dalam kehidupan akademik di Indonesia.