Banyak Penelitan yang Belum Melakukan Kaji Etik
Ketua Komite Etika Penelitian Univesitas Ahmad Dahlan (UAD), Dr. dr. Akrom, M.Kes. mengatakan, saat ini banyak penelitian dengan subjek manusia yang belum dilakukan kaji etik. Penelitian dengan subjek manusia baik dari bidang kesehatan, epidemiologi atau klinik, maupun dari bidang pendidikan (termasuk pendidikan dini), serta bidang psikologi dan marketing, baru sekitar kurang dari 10% yang dilakukan kaji etik. Padahal, dalam sejarahnya telah terbukti bahwa banyak kegiatan penelitian yang belum memperhatikan prinsip-prinsip dasar hak asasi.
Dosen Farmasi tersebut menambahkan, salah satu aspek penting yang harus dilakukan oleh peneliti ketika menggunakan subjek manusia adalah memberikan dan meminta inform consent (pernyataan kesediaan setelah pemberian penjelasan, biasa disingkat dengan PSP).
“Hal ini penting karena banyak subjek uji atau responden yang dilibatkan penelitian tetapi mereka tidak memahami apa tujuan, manfaat penelitian, dan apa konsekuensinya sebagai subjek uji, serta kurang memperhatikan otonomi subjek,“ terangnya saat ditemui di Hotel Neo Awana, Rabu (26/01/2017).
Akrom menjelaskan, banyak kasus penelitian yang mengabaikan aspek kerahasiaan subjek sehingga nama responden, institusi, atau individu, tersebar dengan mudah di masyarakat. Apalagi di era medsos saat ini, seperti kasus antrax yang menyebar viral di dunia maya.
Berbagai latar belakang tersebut mendorong Komite Etik Penelitian UAD menyelenggarakan “Basic and Advance Ethic Esearch Trining and Good Clinical Practice” bagi para anggota dan pengelola Komite Etik di daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Acara tersebut berlangsung dari tanggal 26-28 Januari 2017. Pada kesempatan tersebut, hadir sebagai pembicara dari FERCAP yakni Prof. Christina Tores & Tim yang berasal dari Filipina.
Rektor UAD Yogyakarta Dr. Kasiyarno., M.Hum menambahkan, saat ini etika penelitian di Indonesia masih sangat rendah. Padahal, etika penelitian itu sangat penting di tengah era transparansi dan keterbukaan seperti sekarang.
“Etika penelitian ini sangat penting karena menyangkut hak asasi manusia dan transparansi,” katanya dalam sambutan.
Kasiyarno menegaskan, masyarakat berhak tahu jika ada yang menjadikan dirinya sebagai objek penelitian. Peneliti juga harus transparan memaparkan penelitiannya kepada masyarakat yang dijadikan objek. Saat ini, banyak yang hal itu tidak dilakukan termasuk lembaga-lembaga survei. Tentu saja lembaga survei juga harus memiliki etika penelitian.
“Sangat disayangkan penelitian di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi etika penelitian ini,” kata Kasyirano di hadapan 30 peserta dari berbagai perguruan tinggi di daerah Jawa Tengah dan DIY tersebut. (doc)