Kesiapan Guru dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia

BEM FKIP UAD Adakan Seminar Nasional

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan (BEM FKIP UAD) pada hari Ahad (20/9/2015) mengadakan Seminar Nasional dengan mengambil tema “Kesiapan Guru dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia”.

Kegiatan yang diikuti sebanyak 300 peserta dan tamu undangan yang bertempat di auditorium kampus 1 UAD ini mengundang beberapa pemateri. Di antaranya Associate Professor Dr. Charas Atiwithayaporn (Thaksin University, Thailand), Assistant Professor Dr. Rungchatchaporn Vehachat (Thaksin University, Thailand), Dr. H. Sugito, M.Si. (Pengurus Besar PGRI), dan Drs. Edy Heri Suasana, M.Pd. (Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta).

Sugito dalam pemaparan materinya menyampaikan, guru profesional yang unggul harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Selain itu, guru juga harus menguasai bahasa asing, teknologi informasi, serta menguasai metode pembelajaran sesuai dengan kode etik guru.

Sedangkan dalam pemaparannya, Edy Heri Suasana selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta menyampaikan tentang kondisi guru dan sekolah di Indonesia. Menurut data yang diambil pada 25 Oktober 2014 yang di up date tanggal 17 Juni 2015, di Indonesia ada 35.527 sekolah, 552.083 guru, dan 9.653.093 peserta didik.

“Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), pemerintah tidak hanya mengeluarkan kebijakan, tetapi juga menyiapkan lembaga, menyiapkan sarana dan prasarana, penyiapan konten, serta penyiapan individu itu sendiri. Indonesia harus bisa bersaing dengan negara-negara yang lain dan semoga guru-guru Indonesia siap menyongsong MEA dengan kompetensi-kompetensi persaingan global,” ujar Edy Heri Suasana.

Di kesempatan yang lain, Associate Professor Dr. Charas Atiwithayaporn, Assistant Professor Dr. Rungchatchaporn Vehachat menyampiakan bahwa memiliki profesi tertentu tidak secara otomatis menjamin bahwa layanan yang diberikan adalah salah satu profesional. Oleh karena itu, mengajar sebagai profesional adalah hal yang sulit untuk dilakukan karena meliputi banyak peran yang harus dilakukan dengan baik.

Seminar yang dihadiri oleh Rektor UAD, Dekan FKIP, Wakil Dekan FKIP, Kaprodi di lingkungan FKIP, Pembina Mahasiswa di lingkungan FKIP, Humas FKIP, dan Organisasi Mahasiswa di lingkungan FKIP tersebut diakhiri dengan memberikan cinderamata kepada pemateri dan dilanjutkan dengan diskusi panel dengan peserta yang berasal dari beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia. (H2)

 

Cegah Konflik Sejak Dini Demi Tumbuhkan Kebersamaan

Penelitian Alih Fungsi Lahan Pantai

Ada lima konflik di Indonesia, yakni politik, etnis, agama, antarkelompok/komunitas dan lahan.

“Konflik itu menyebar di berbagai daerah, termasuk di kabupaten Kulonprogo, khususnya konflik lahan pantai yang berubah fungsi,” ujar Dr. Hadi Suyono M.Si, dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), yang baru saja menyelesaikan doktor psikologi di Universitas Airlangga Surabaya.

Dalam ujian terbuka disertasi, Hadi mengangkat teman “Pengembangan Model dan Indeks Deteksi Dini Konflik dengan Prediktor Identitas Sosial, Prasangka, dan Intensi. Penelitian diaplikasikan pada konflik lahan pantai di Kulonprogo.

Hadi mewawancarai 279 responden yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulonprogo dari Pantai Selatan, Brosot sampai Sungai Bogowonto.  Dari responden itu, ditemukan realitas yang mengejutkan, yakni 86,4% atau 241 responden kurang setuju pengalihan alih fungsi.

“Dalam bahasa mudahnya, alih fungsi sangat berpotensi menimbulkan konflik. Sebab, mereka mementingkan kebutuhan ekonomi,” ucapnya, Rabu (2/9/2015).

Selama dua tahun, Hadi melakukan penelitian. Untuk “masuk” mencari data kepada anggota Petani Lahan Pantai Kulonprogo, ia sempat mengalami kesulitan. Data diperoleh dengan wawancara langsung dengan responden di kecamatan Panjatan, Samigaluh, Wates, dan Temon.

Hadi menemukan data, konflik lahan Pantai Kulonprogo merupakan konflik laten pada petani melawan ancaman penggusuran lahan pertanian. Misalnya, lahan pertanian dialihfungsikan sebagai area pertambangan pasir besi.

Diakui, pengelolaan konflik di Indonesia seperti memadamkan kebakaran. Hal ini terjadi setelah terdapat konflik baru yang digunakan sebagai langkah-langkah untuk mengatasi masalah konflik.

“Indonesia harus belajar dari pengalaman. Maksudnya, sebelum ada konflik, bangunlah kebersamaan dengan kegiatan bernilai gotong-royong,” ucapnya.

Selain itu, pejabat atau pemangku kepentingan harus mampu berkomunikasi secara baik kepada masyarakat. Mereka harus sering turun ke bawah menemui masyarakat. Konflik itu terjadi karena kurangnya komunikasi sehingga memunculkan prasangka.

“Komunikasi dilakukan bukan ketika ada konflik, justru saat kondisi aman dan terkendali. Persoalan, keluhan, protes atas kebijakan, serta keresahan masyarakat bisa diakses dari masyarakat secara langsung sejak awal. Selain itu, komunikasi hendaknya dikemas dalam berbagai model pendekatan. Saat ada kegiatan sosial, dengarkanlah persoalan masyarakat,” tandas penulis buku Sang Pembelajar Sejati ini.

Ditegaskan, pencegahan dini jangan hanya terkait bencana, kemiskinan, korupsi, atau sumber daya manusia, tetapi juga persoalan konflik laten.

“Jangan heran,  konflik laten itu cepat meledak. Efeknya domino sangat luas, baik politik, sosial, ekonomi.”

Cegah dini konflik, diangkat menjadi disertasi bidang psikologi yang baru pertama kali di Indonesia. Hadi Suyono berhasil mempertahankan disertasi dengan predikat cum laude.

Dekan FKIP Menyandang Gelar Doktor

Bertempat di Gedung Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (18/9/2015), Trikinasih Handayani yang merupakan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan (FKIP-UAD) melaksanakan Sidang Terbuka Doktor di bidang pendidikan dengan promotor Prof. Dr. Muryadi, M.S. dan Prof. Zamroni, Ph.D. Tema yang diambil adalah pembudayaan nilai kebangsaan siswa pada pendidikan lingkungan hidup sekolah dasar adiwiyata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kegiatan yang berlangsung dengan hikmat ini dihadiri keluarga serta Rektor UAD, Wakil Rektor I, Kepala LPP, Kaprodi Pascasarjana, Guru Besar di lingkungan FKIP, Kaprodi di lingkungan FKIP, dan beberapa tamu undangan.

Perempuan yang lahir di Metro Bandar Lampung, 7 September 1959 ini memaparkan hasil penelitian disertasinya. Menurutnya, penelitian kali ini untuk mengungkap secara mendalam tentang praksis pendidikan lingkungan hidup (PLH) dan pembudayaan nilai kebangsaan kepada siswa sekolah dasar adiwiyata di DIY. Keduanya yang tercakup dalam pembelajaran PLH secara terintegrasi dan monolitik.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa sekolah yang proses pembelajarannya secara terintegrasi menggunakan pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran. Hal itu diintegrasikan pada mata pelajaran IPA, IPS, Agama, dan SBK.

Setelah berhasil menjawab pertanyaan dan mempertahankan hasil disertasinya, maka tim penguji yang terdiri atas Prof. Dr. Djoko Suryo, Prof. Dr. Siti Partini Suardiman, S.U., Prof. Dr. Muryadi, M.S., Prof Zamroni, Ph.D., Prof. Dr. Pardjono, Ph.D., dan Prof. Dr. Subardjo, S.H., M.Hum. mengukuhkan gelar doktor kepada Dr. Trikinasih Handayani, M.Si. dengan nilai sangat memuaskan. Acara diakhiri dengan ramah tamah yang berlokasi di food court  Universitas Negeri Yogyakarta.

Kerja Sama PKU dengan Apoteker UAD

Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (FF-UAD) mengadakan program kerja sama dengan Majelis Pembina Kesejahteraan Umat (MPKU) pada Rabu, (16/9/2015) di kampus III, Janturan, Umbulharjo, Yogyakarta. Agenda program membicarakan kerja sama kedua institusi dalam bidang beasiswa pendidikan dan pengabdian apoteker UAD.

Hadir dalam acara tersebut, Dekan FF UAD Dr. Dyah A. Perwitasari, M.Si., Ph.D., Apt. beserta staf dan MPKU dr. Ahmad Faesol, Sp.Rad., M.Kes. beserta perwakilan beberapa PKU di wilayah DIY dan Wonosari.

Program ini adalah periode kedua. Tahun ini, Dekan FF UAD menyerahkan langsung lima apoteker baru angkatan 28 kepada MPKU yang akan ditempatkan di PKU Cangkringan, PKU Planggeran Medari, PKU Srandakan, dan PKU Wonosari. Kelima apoteker akan melakukan pekerjaan kefarmasian di tempat yang telah disepakati sebagai bentuk pengabdian di amal usaha Muhammadiyah, sekaligus bekerja secara profesional.

Program kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan amal usaha Muhammadiyah di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yakni PKU. Utamanya, PKU sedang membangun pelayanan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat yang jauh dari rumah sakit besar.

“Program ini bertujuan agar amal usaha Muhammadiyah bisa running well,” ucap Ahmad Faesol. Dokter ahli Radiologi ini menjelaskan tantangan dan tanggung jawab apoteker PKU di era BPJS seperti sekarang ini. Rumah sakit dan pelayanan kesehatan dengan citra Islam sangat dibutuhkan masyarakat. Selain menjaga tingkat kesehatan, juga menjaga tingkat keimanan yang keduanya penting dalam berkehidupan umat.

Pertemuan ini juga menyepakati kelanjutan pemberian beasiswa pendidikan program apoteker kepada lima mahasiswa angkatan 29 yang sedang menempuh pendidikan apoteker. Biaya seluruh pendidikan kelima calon apoteker akan ditanggung oleh MPKU Pembina, yaitu PKU Yogyakarta, PKU Bantul, dan PKU Kotagede. Beasiswa ini akan ditawarkan kepada mahasiswa yang bersedia dengan konsekuensi pengabdian di PKU setelah lulus menjadi apoteker (doc).

Mahasiswa FKIP UAD Adakan Bakti Sosial di Gunungkidul

Bertempat di kantor Kelapa Desa Tepus, Gunung Kidul, pada Minggu, (6/9/2015), mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan (FKIP-UAD) mengadakan bakti sosial kepada masyarakat dan siswa di sekolah dasar. Bakti sosial total senilai Rp77.264.500,00 berupa sembako, alat tulis, dan buku bacaan ini merupakan perwujudan pengabdian kepada masyarakat dan dunia pendidikan dalam rangka Program Pengenalan Kampus (P2K) para mahasiswa baru.

Nanang Setiawan selaku ketua panitia menyampaikan bahwa barang bakti sosial ini merupakan hasil dari tugas yang diberikan oleh panitia kepada  1.325 mahasiswa baru dari 9 program studi di lingkungan FKIP. 

Acara yang dihadiri Plt Bupati Gunungkidul yang diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UAD, Dekan FKIP UAD, Wakil Dekan FKIP, Humas FKIP, Tim Pendamping Mahasiswa, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiha Tepus, Kepal Desa, dan Kepala Pedukuhan dilingkungan Tepus.

Tomi Harahap, SH., MH. selaku Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat dalam membacakan sambutan Plt Bupati Gunungkidul menyampaikan terima kasih dan penghargaan tinggi-tingginya kepada UAD, khususnya mahasiswa FKIP yang telah memberikan bantuan kepada masyarakat di Tepus, Gunungkidul. Apalagi pada saat kondisi ekomomi seperti saat ini. Semoga yang diberikan oleh FKIP UAD bermanfaat bagi masyarakat dan peserta didik di sekolah dasar.

Acara yang berlangsung pada pukul 9.00-12.00 WIB ini berjalan dengan sukses dan lancar. Sebanyak 55 paket sembako, 3 paket alat tulis dan buku bacaan tersalurkan dengan baik kepada masyarakat dan perwakilan sekolah. (doc)

Sebagai Jantung Keilmuan, Perpustakaan Raih Akreditasi A

“Perpustakaan selain sebagai penunjang keilmuan bagi mahasiswa, juga merupakan jantung kehidupan dari universitas,” ujar Drs. Tedi Setiadi M. T., Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Menurutnya, mutu, kualitas mahasiswa, serta universitas sangat dipengaruhi oleh bagus atau tidaknya perpustakaan yang ada.

Alhamdulillah sekarang perpustakaan UAD sudah terakreditasi A, dari yang mulanya sama sekali belum terakreditasi,” imbuhnya saat ditemui, Kamis (17/9/2015) di sela-sela kesibukannya.

Tedi mengatakan, naiknya akreditasi perpustakaan UAD karena memiliki banyak kelebihan. Manajemen perpustakaan menjadi unggulan pertama dalam penilaian. Pembenahan manajeman, pelayanan, peningkatan, serta pengoptimalan pustakawan sangat berpengaruh dalam pencapaian visi misi perpustakaan. Selain itu juga didukung sarana dan prasarana yang banyak dibenahi, ditambah dengan kemampuan teknologi informasi. Jika pelayanan perpustakaan maksimal, maka dapat memudahkan mahasiswa dan dosen dalam mengakses perpustakaan online (digilib).

Koleksi buku perpustakaan UAD selalu bertambah. Di antaranya berasal dari permintaan mahasiswa. Pengelola perpustakaan menyediakan angket kepada mahasiswa jika memang buku yang dicari tidak ada, kemudian mengusahakan untuk menyediakannya.

Penilaian yang lain adalah dari segi pengunjung perpustakaan. Keaktifan mahasiswa dalam mengunjungi perpustakaan menjadi kelebihan tersendiri. Karena dari standar pengunjung 5% keseluruhan mahasiswa yang ditetapkan oleh perpustakaan nasional, perpustakaan UAD selalu mendapat pengunjung lebih dari 5%.

Tedi mengaku, persiapan yang dilakukan kurang lebih sekitar tiga bulan. Mulai dari persiapan fisik maupun nonfisik.

“Saya berharap, dengan naiknya akreditasi perpustakaan bisa menambah motivasi para pustakawan, mahasiswa, dan dosen dalam menumbuhkembangkan keilmuan di UAD,” tutup Tedi mengakhiri wawancaran.(Ard)

Bupati Bojonegoro, Suyoto: Setiap Orang Harus Perjuangkan Keyakinan

“Kamu boleh belajar apa pun, tetapi harus mempunyai akidah yang diperjuangkan,” ucap Drs. Suyoto M.Si., Bupati Bojonegoro, yang pernah menjadi anggota DPRD, pada acara pengajian dosen dan karyawan yang diadakan oleh LPSI Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Selasa (15/09/2015).

“Untuk itu”, lanjutnya lagi, “kita harus memperjuangkan keyakinan untuk mencapai sebuah kebenaran. Berjuang itu berkorban, jika tidak berjuang itu namanya makelar.”

Perbuatan selalu dipengaruhi cara pandang hidup. Sebab, hidup itu keyakinan dan perjuangan.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Gersik tersebut memberikan tausiyah mengenai cara pandang hidup dan cara dicintai oleh masyarakat. Dia meyakini hal itulah yang membawanya sukses, dan dapat dilakukan oleh siapa pun.

Penulis buku Spirit of Love ini mengatakan, jika ingin dicinta, maka seseorang harus menarik dan bermanfaat. Itulah yang mengantarkannya Bupati tanpa harus mengeluarkan uang.

Diakhir tausyah, ia berharap UAD yang sudah besar ini memanfaatkan yang diperjuangkan oleh pendahulunya. Nantinya, UAD akan lebih besar meskipun sudah besar.

Dr. Kasiyarno, M.Hum. dalam sambutannya mengatakan bahwa saat ini, UAD sudah mempunyai lima prodi yang sudah terakreditasi A. Serts beberapa prodi lainnya masih menunggu hasil akreditasi. Semoga juga bisa mendapatkan akreditasi A seperti Pendidikan Bahasa dan Sastra (PBSI).

Membaca Buku Membebaskan Diri

“Budaya digital saat ini sangat meresahkan. Ini yang membuat mahasiswa kurang membaca buku,” kata Yono, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) saat menjaga bazar buku Kreskit (Kreativitas Kita), Selasa (16/09/2015).

Menurutnya, membaca buku lebih baik daripada membaca tulisan di internet. Selain itu, membaca buku sumbernya lebih terpercaya, tidak seperti membaca di internet, yang kadang banyak wacana yang bersifat profokatif.

Acara bazar buku yang diadakan rutin oleh Kreskit ini dibuka pada Senin 14 September, dan akan ditutup pada Sabtu, 19 September 2015.

Menurut Yeyen, Wakil Ketua Kreskit, terdapat banyak penerbit yang bekerja sama dalam bazar kali ini. Salah satunya Jualan Buku Sastra (JBS), Pustakan Pelajar, DIVA Pres, dan banyak lagi.

 “Seperti tema yang kami angkat, ‘Membaca Buku Membebaskan Diri’, mahasiswa diharapkan rajin membaca buku. Dengan kebiasaan ini, mereka tidak hanya terbebas dari kebodohan, tetapi juga mendukung bahwa membaca buku lebih baik daripada membaca di internet,” papar Yeyen menambahkan.

Selain mengadakan bazar, Kreskit juga membuka rekrutmen untuk anggota baru. Selain itu, juga ada Program Studi Bimbingan Konselnig (BK), Teater 42, dan beberapa komunitas yang membuka stan untuk meramaikan bazar. Hingga berita ini diunggah, acara bazar dan rekrutmen masih berlangsung.

FTI UAD Berikan Bekal Menyambut MEA

“Mahasiswa diharapkan mampu bersaing dan memiliki kualitas lebih dalam menghadapi tantangan MEA,” ujar Dekan Fakultas Teknik Industri (FTI), Kartika Firdausy, S.T., M.T. pada kuliah umum yang dihadiri dosen dan mahasiswa Teknik Elektro.

Acara ini menjadi salah satu bekal untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), dan untuk membangkitkan kesadaran mahasiswa. Sebab, untuk menuju MEA, perlu banyak sekali persiapan. Jangan sampai mahasiswa tertinggal.

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mendapat kesempatan untuk mengundang profesor dari Malaysia, Assoc, Prof. Dr. Mohd Fauzi Othman yang berasal dari Center for Artificial Intelligence and Robotics (CAIRO) University Teknologi Malaysia (UTM).

Kuliah umum yang dilaksanakan di ruang auditorium kampus III UAD ini membicarakan tentang “Artificial Inteligence and Robotics Technology in Agriculture”. Lebih lanjut, banyak dibicarakan kecerdasan buatan dan terobosan baru dalam dunia pertanian menggunakan teknologi modern (robot). Luaran yang diharapkan dari kuliah umum ini supaya mahasiswa mampu mengenal aplikasi ilmu kecerdasan buatan dan robotik dalam bidang pertanian.

“Harapannya, mahasiswa setelah lulus mampu menjadi tenaga ahli dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata,” ujar Kartika.

Terkadang, mahasiswa bingung setelah lulus dalam menentukan sikap di masyarakat umum. Untuk apa ilmu-ilmu eksak yang dipelajari? Nah dalam hal ini, ilmu yang didapat lebih diarahkan pada penciptaan teknologi sebagai pendukung.

Selanjutnya, diharapkan dosen FTI nantinya mampu bekerja sama dan berkolaborasi dengan UTM dalam mengembangkan teknologi. (ard)

Teater Muslim: Tetap Membumi Tanpa Menggurui

 

Lembaga Seni Budaya dan Olah Raga (LSBO) PP Muhammadiyah bekerja sama dengan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar acara Forum Apresiasi Sastra (FAS) edisi ke-50 dengan tema “Cerita tentang Naskah Drama Teater Muslim” pada Rabu, (9/9/2015) di hall kampus II UAD, Jalan Pramuka nomor 42, Yogyakarta. Hadir sebagai pembicara, Brisman H.S., salah satu pemegang tongkat estafet Teater Muslim. Acara ini dipandu oleh R. Ari Nugroho, yakni mahasiswa PBSI UAD.

Teater Muslim lahir ketika situasi politik Indonesia bergejolak di tahun 1960-an, yakni pada masa PKI/Lekra yang masuk pada seni tradisi. Mohammad Diponegoro aktif di Masjid Syuhada bersama beberapa aktivis lainnya, yakni Arifin C. Noer, Amoroso Katamsi, Chairul Umam, Sitoresmi Prabuningrat, Pedro Sudjono, dan beberapa nama lainnya.

Mereka mementaskan naskah yang terkenal garapan Teater Muslim karya Mohamad Diponegoro, yakni “Iblis” pada tahun 1961. “Iblis” adalah tonggak bagi keberadaan Teater Muslim. Pentas ini dinilai fenomenal karena apabila dicermati dalam situasi politik saat itu, naskah “Iblis” sangat berani dengan mengangkat sosok nabi, yakni Ibrahim. Pementasan naskah mendapat dukungan dari masyarakat muslim, tetapi akan berbeda ceritanya jika dipentaskan saat ini.

Brisman H.S. dalam sebuah pertemuan berkaitan dengan acara tersebut sedikit mengisahkan bahwa Teater Muslim pada mulanya “dipayungi” oleh Muhammadiyah dengan fasilitas-fasilitas tempat latihan yang disediakan. Seperti diketahui, Pak Dipo (sapaan akrab Mohammad Diponegoro) merupakan kader Muhammadiyah yang juga redaktur sastra di Majalah Suara Muhammadiyah.

Konon menurut para senior Teater Yogyakarta, Teater Muslim merupakan salah satu di antara kelompok teater yang besar di Yogyakarta, yakni Teater Indonesia, Teater Gadjah Mada, yang lebih dikenal mengusung jenis drama realis. Hingga datanglah penyair muda dari Solo yang juga aktif bergiat di bidang teater, yakni Rendra. Peran Rendra dalam bidang seni tersebut dipandang cukup menonjol dan membuatnya mendapat beasiswa ke American Academy of Dramatical Art dan pada pertengahan tahun 60-an. Rendra kembali dengan membawa pembaruan di bidang teater dengan mendirikan Bengkel Teater yang dikenal dengan pementasan “Mini Kata”.

Rendra bersama Bengkel Teater langsung melejit menyamai kelompok-kelompok lainnya di Yogyakarta yang pada saat itu kedudukan drama realis tengah matang-matangnya.

“Melihat fenomena ‘Mini Kata’, banyak kelompok teater realis berpindah aliran mengikuti Bengkel Teater. Di Yogyakarta, satu-satunya yang tidak runtuh dan tetap bertahan menjaga gawang jenis drama realis adalah Teater Muslim. Dua penulis naskah Teater Muslim yang terkenal dan bertahan dengan kisah-kisah drama realis yakni Pak Dipo dan Pak Pedro (panggilan akrab Pedro Sudjono),” tutur Brisman.

Sementara itu Drs. H. Jabrohim, M.M. selaku mantan ketua LSBO PP Muhammadiyah menyambut baik acara ini dan menyatakan bahwa kekuatan Teater Muslim adalah naskah-naskah realisnya.

“Dengan bertahan pada naskah-naskah realis, posisi Teater Muslim terbukti tetap kokoh. Namun demikian, meski menggunakan embel-embel ‘muslim’, naskah-naskah Teater Muslim tidak pernah menggurui, tidak pernah jual ayat, dan lebih mengutamakan kehidupan-kehidupan masyarakat sekitar. Artinya, naskah-naskahnya itu lebih membumi,” ucap Jabrohim.