Menyelamatkan Kepunahan Penyu

Saat ini, penyu di dunia hanya tersisa 7 jenis dan semuanya dikategorikan sebagai spesies yang rawan punah (endangered species). Jenisnya antara lain Penyu Belimbing, Penyu Tempayan, Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Abu, Penyu Pipih, dan Penyu Kempii.

Menurut Monitoring Evaluasi (Monev) Agung Budiantoro, S.Si., M.Si., ada 6 jenis penyu yang dapat ditemukan di perairan Indonesia. Penyu-penyu tersebut mendarat untuk bertelur. Salah satu kawasan yang dijadikan pendaratan adalah pesisir selatan Pulau Jawa, termasuk di kawasan kabupaten Bantul, DIY.

Pesisir Bantul yang menjadi habitat pendaratan penyu adalah Pantai Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo. Di semua area pendaratan penyu, sudah terdapat kelompok konservasi yang berdiri atas kesadaran masyarakat. Semua tempat ini mudah dijangkau sehingga menjadi kawasan wisata yang kerap dikunjungi warga. 

Menurut Agung, penyu yang mendarat di pantai selatan kabupaten Bantul ada beberapa jenis, yaitu Penyu Lekang, Penyu Hijau, Penyu Sisik, dan Penyu Belimbing.

“Penyu Lekang merupakan penyu yang paling sering dijumpai mendarat di pantai selatan kabupaten Bantul. Penyu ini mempunyai ciri khas berwarna abu-abu sehingga sering disebut juga Penyu Abu-abu. Ukuran tubuhnya relatif lebih kecil daripada jenis lain. Selain itu, penyu ini mempunyai 6 pasang atau lebih sisik kostal di bagian punggung dengan warna abu-abu yang menjadi karakteristik pembeda.”

Lebih lanjut ia menjelaskan, “Penyu Lekang secara periodik pada bulan Mei sampai Agustus mendarat di Pantai Bantul. Sebagai tempat pendaratan penyu setiap tahun, maka perlu adanya upaya konservasi. Upaya tersebut sudah didukung 4 kelompok konservasi yang berasal dari masyarakat, BKSDA, Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP), serta perguruan tinggi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) melalui program Kuliah Kerja Nyata Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) tematik konservasi penyu. Selain itu, tim hukum dan konservasi dari UAD mulai tahun 2011 sudah mengawal hingga terbitnya Peraturan Bupati Bantul No. 284 tahun 2014 tentang kawasan konservasi penyu di Bantul.”

Tercatat, sejak 2011 Agung yang merupakan Dosen Prodi Biologi UAD ini sudah menjadi ketua program KKN PPM tematik penyu. Ia aktif mendampingi upaya konservasi penyu di Bantul dan beberapa kali diundang Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Bantul untuk memberikan pelatihan. Selama ini, hal-hal yang telah dilakukan antara lain:

 

Tahun 2013

  1. Pembangunan sarana pendukung kawasan konservasi penyu, seperti pembangunan Gedung Pusdatin (pusat data dan informasi) agar pengunjung mengetahui data dan informasi mengenai konservasi penyu yang ada di kawasan tersebut.
  2. Pembangunan fasilitas umum seperti MCK untuk mendukung kawasan konservasi harus diperbanyak lagi.
  3. Pengadaan papan petunjuk informasi tempat-tempat pendaratan yang harus close area  di jam-jam tertentu untuk pendaratan penyu, papan penunjuk tempat-tempat wisata edukasi penyu, dan sebagainya.
  4. Publikasi tentang adanya kawasan konservasi penyu, baik melalui web, pamflet, atau media lain.
  5. Pelatihan-pelatihan bagi pemandu wisata yang tergabung dalam Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) untuk dapat memiliki SDM yang berkualitas dalam pemasaran pariwisata konservasi penyu.
  6. Pemberian Reader Tagging Microchip bagi kelompok konservasi penyu Mino Raharjo di Pantai Goa Cemara, Patihan.

 

Tahun 2014

  1. Pelatihan di bidang Excellent Service (Pelayanan Prima) bagi masyarakat Pokdarwis. Perlunya pelatihan dan pendampingan di bidang manajemen potensi wisata dari peningkatan SDM-nya agar dapat melayani wisatawan dengan baik dan dapat mengembangkan sendiri potensi kawasan menjadi objek wisata.
  2. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi di kawasan sekitar kecamatan Sanden sebagai upaya sosialisasi tentang kawasan konservasi dan merupakan upaya transfer keilmuan tentang konservasi binatang yang endangered atau terancam punah dari muka bumi.
  3. Pelatihan Training of Traner (TOT) berbasis Ekowisata Konservasi Penyu kepada Pokdarwis dan Kelompok Konservasi Penyu agar bisa menjadi pemandu wisata di daerah mereka sendiri.
  4. Pelatihan pembuatan miniatur terumbu karang sebagai habitat alami penyu.
  5. Pengumpulan data biologi dan ekologi pendaratan penyu di Pantai Bantul dan pembuatan basis data konservasi penyu sebagai pendukung tempat ekowisata di Pantai Goa Cemara.
  6. Sosialisasi zonasi kawasan konservasi penyu sebagai rencana aksi pasca diberlakukannya Peraturan Bupati Bantul tentang Kawasan Pencadangan Taman Pesisir.

 

Meskipun kegiatan terpusat di Pantai Goa Cemara, Agung selalu mengundang kelompok konservasi penyu dari daerah lain sehingga harapannya semua mendapat peningkatan pengetahuan tentang hal tersebut.

 

Pelantikan BEM FTDI

“Organisasi merupakan wadah untuk pelatihan, bergerak, dan menyeimbangkan hidup.”

Begitulah yang disampaikan Rika Astari, S.S., M.Hum. dalam sambutannya pada acara pelantikan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah (BEM FTDI) Senin, (9/3/2014) lalu. “Hidup itu harus seimbang, selain belajar, berorganisasi juga dibutuhkan untuk melatih mental,” tambahnya.

Acara tersebut diadakan di ruang 305 A Universitas Ahmad Dahlan (UAD) jalan Kapas 09, Semaki, Yogyakarta dari pukul 16.00−17.15 WIB, dan dihadiri oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), perwakilan Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) seluruh fakultas, serta perwakilan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Wates, Kulonprogo, yang merupakan satu naungan dengan Fakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah (FTDI).

Pelantikan ini dilakukan untuk melaksanakan program kerja FTDI selama satu periode ke depan. Kabinet BEM FTDI terdiri atas 6 bidang atau departemen, yang beranggotakan 19 mahasiswa FTDI dari Program Studi Tafsir Hadits, juga Bahasa dan Sastra Arab.

Tercatat, Abdur Rauf terpilih sebagai Gubernur dan Achsanul Fikri Al Anshari sebagai wakilnya. Mereka akan bekerja bersama 6 departemen, yakni Departemen Perkaderan, Departemen Keagamaan, Departemen Keilmuan, Departemen Kominfo, Departemen Keorganisasian, dan Departemen Minat dan Bakat. (AKN)

Revitalisasi Sistem dan Gerakan untuk Wujudkan FTDI yang Berkemajuan

 

“Kepengurusan di sebuah organisasi merupakan sebuah amanah. Kami datang dengan membawa visi merevitalisasi sistem dan gerakan untuk mewujudkan FTDI yang berkemajuan.” ujar Abdur Rauf selaku Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah (BEM FTDI), yang pada Senin (9/3/2015) dilantik untuk periode 2015.

Ia melanjutkan, “Alhamdulillah acara berjalan lancar dari awal sampai akhir tanpa ada suatu hambatan. Tamu undangan dan peserta pun banyak yang hadir. Saya harap semua anggota dapat mengemban sebuah amanah dengan menjalankan tugas-tugas secara baik, semangat, kerja keras, dan keikhlasan. Semua anggota harus berjuang bersama, membangun yang seharusnya dibangun, dan berjuang untuk sesuatu yang seharusnya diperjuangkan di FTDI.”

Abdur Rauf yang merupakan mahasiswa semester 6 Program Studi Tafsir Hadits ini mengungkapkan bahwa organisasi merupakan suatu alat untuk mempererat persaudaraan dan kekeluargaan mahasiswa. Selain itu juga menjadi wadah untuk menampung aspirasi dan memenuhi kebutuhan mahasiswa. Sebab, sebuah organisasi berbuat untuk fakultas dan universitas.

Di lain pihak, Sakinah selaku tamu undangan menuturkan, “Organisasi merupakan sesuatu yang luar biasa karena dapat menjadi tempat untuk bergerak. Kalau kita tidak bergerak, maka semuanya akan diam, tidak akan terjadi perubahan dalam hidup. Itulah gunanya organisasi. Saya berharap teman-teman dapat meningkatkan kerja sama dan tetap istiqamah dalam menjalankan program kerja.” (AKN)

IMM Bersinergi: Wujudkan Aksi Nyata Generasi Muda

Tercatat sejak Kamis, (26/2/2015), pendaftaran untuk seluruh acara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (IMM Fakultas Psikologi UAD) dibuka. Stan tersebut terdapat di hall kampus I. “Kegiatan IMM Bersinergi ini merupakan program kerja IMM Psikologi yang bertujuan untuk mengaktifkan mahasiswa agar tidak hanya memedulikan diri sendiri, tetapi harus selalu peduli lingkungan dan dapat memandang hal sepele menjadi benar-benar berarti bagi orang lain,” terang Maghfirah Widiastuti selaku panitia kegiatan tersebut.

Dalam acara ini, terdapat beberapa kegiatan, di antaranya lomba fotografi, tabligh akbar yang diadakan Selasa, (10/3/2015), diskusi tokoh, talk show, dan aksi sosial.

“Dalam diskusi tokoh yang  akan diadakan Minggu, (15/3/2015), tema yang diambil adalah ‘Pemuda, hidup segan, mati tak mau’. Kami akan menghadirkan tokoh-tokoh yang di usia muda sudah dapat memberi peran dan kebanggaan kepada negara. Mereka akan sharing cara-cara agar pemuda dapat berguna untuk Indonesia. Tema ‘Narsisme: save or delete?’ juga akan dibahas pada acara talk show tersebut,” tambahnya.

Sementara untuk aksi sosial, tema yang diangkat adalah ‘Kesederhanaan yang menyatukan kita’. Aksi ini merupakan kegiatan amal untuk membantu masyarakat Gunungkidul, DIY, yang membutuhkan. Rencananya, kegiatan diadakan pada Minggu, (29/3/2015).

“Harapan diadakannya acara IMM Bersinergi tidak lain agar teman-teman UAD berlaku lebih baik kepada negara. Sebab, saat ini sudah terjadi kekacauan di mana-mana. Mereka seharusnya dapat lebih peduli dengan lingkungan dan masyarakat,  serta tidak selalu menyalahkan orang-orang yang belum tentu melakukan kesalahan. Intinya, jangan hanya men-judge, tetapi harus dapat melakukan aksi,” tutup Maghfirah.

Serangkaian kegiatan tersebut diadakan di auditorium kampus I UAD, Jalan Kapas 09, Semaki, Yogyakarta. Jadi tunggu apalagi? Ayo daftarkan diri kalian untuk berpartisipasi dalam acara keren ini! (AKN)

 

Melihat Perkembangan Sastra Cyber

            Pada masa ini, internet sudah menjadi gaya hidup, bahkan telah menjadi bagian yang tidak dapat lepas dari kebutuhan manusia. Sastra pun telah terkena dampak internet. Ini dapat dilihat dari munculnya istilah-istilah baru. Salah satunya sastra cyber, yang semakin populer seiring perkembangan teknologi.

Inilah topik yang dibahas di dalam Forum Apresiasi Sastra (FAS) ke-44 pada Rabu, (11/3/2015), di hall kampus II UAD. Acara yang diadakan berkat kerja sama UAD dengan LSBO Muhammadiyah tersebut menghadirkan pembicara Fitri Merawati, M.A. yang merupakan alumnus Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UAD, dan baru saja menuntaskan pendidikan S-2 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

            FAS ke-44 ini mengangkat tema “Jelajah Sastra Cyber”. Dalam pembahasannya, Fitri mengatakan bahwa latar belakang berkembangnya sastra cyber adalah teknologi. Di Indonesia, hal ini dimulai pada 1990-an ditandai dengan terbitnya antologi puisi cyber berjudul Graffiti Gratitude. Namun, kemunculan buku ini menuai pro dan kontra.

            Dalam makalah yang ditulis, Fitri menjelaskan, Ahmadun Yosi Herfanda (Redaktur Koran Republika) pernah menulis sebuah artikel yang berjudul “Puisi Cyber, Genre atau Tong Sampah” pada 2001. Menurut Ahmadun, karya sastra cyber merupakan karya-karya yang tidak tertampung atau ditolak oleh media sastra cetak. Pendapat ini memicu pro dan kontra. Meski demikian, media cyber menjadi tempat bagi orang-orang yang memiliki semangat dan kebebasan kreatif seliar-liarnya yang selama ini tidak mendapatkan tempat selayaknya di media sastra cetak.

            Wacana yang berkembang dalam sastra cyber dapat melalui perspektif wacana yang ditawarkan oleh Michel Foucault. Selain itu, sastra cyber yang hadir seiriang dengan perkembangan komputer, muncul pada akhir tahun 1980-an, yaitu berbentuk fiksi hypertext dan hyperlink yang digunakan untuk menghubungkan cerita. Cerita yang dianggap sebagai fiksi hypertext pertama adalah Afternoon, a Story (1987) karya Michael Joyce, disusul oleh Victory Garden (1992) karya Stuart Moulthrop’s, dan Patchwork Girl (1995) karya Shelley Jacson.

            “Penulis dan pembaca cyber dengan penulis dan pembaca sastra cetak berbeda, yakni mengenai cara menghadirkan sebuah teks, atau yang menurut Hayles disebut ‘kode’. Kode inilah yang membuat keduanya berbeda, sastra cetak menggunakan kode literacy sedangkan cyber menggunakan kode electracy,” jelasnya.

            Terdapat 11 genre sastra cyber, yaitu fiksi hyperteks, fiksi interaktif, puisi hyperteks, puisi interaktif, puisi animasi, fiksi berbasis email atau blog, karya sastra instalasi komputer, computer generated fiction, computer generated poetry, karya sastra kolaboratif, dan karya sastra online.

            Sementara itu dalam menentukan kanon sastra cyber, yang dapat diamati adalah dari aspek produksi (innovativeness), aspek objek (kedalaman tematik), aspek bentuk (estetika overstructuring dan interaksi semiotik), dan aspek penerimaan (kritik, anthologigization/derajad kanonisasi danmotivasi/efek pada pembaca).

            “Sastra cyber, sastra lisan, sastra cetak, sastra tulis, dan sastra lainnya tidak jauh berbeda secara filosofis karena bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan budaya masyarakat Indonesia,” tutupnya. (Rh)

Mahasiswa Asing UAD Menari Tradisional Indonesia

 

Beberapa mahasiswa asing yang tergabung dalam pertukaran budaya banyak menampilkan pertunjukan menarik. Selain menari tradisional, mereka juga menyanyikan lagu-lagu tradisional Indonesia.

Dalam acara yang digelar pada Sabtu (7/3/2015) lalu, mahasiswa Suranaree University of Technology, Thailand, menampilkan tarian dan nyanyian diiringi musik tradisional dari empat provinsi di negaranya. Di samping itu, tari Saman dibawakan oleh mahasiswa Tiongkok, serta tari Tor-Tor ditampilkan mahasiswa dari Vietnam, Ukraina, dan India.

“Kerja sama dengan Thailand telah kita lakukan sejak 2014. Dalam kesempatan itu, delegasi Thailand yang datang ke UAD sebanyak 19 mahasiswa didampingi 6 dosen,” ujar Wakil Rektor III Dr. Abdul Fadlil, M.T.

Sebelumnya, beberapa mahasiswa asing asal Tiongkok yang kuliah di UAD merayakan Tahun Baru Imlek 2566 dan Cap Go Meh bersama Hoo Hap Hwee Community Yogyakarta. Mereka menampilkan Barongsai pada “Pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta X” di Ketandan, Chinatown Malioboro, Minggu (1/3/2015).

Tim Hoo Hap Hwee Barongsai adalah tim pertama di antara 15 tim Barongsai lainnya di garis parade. Para mahasiswa yang bergabung di antaranya Qin Futai, Wang Gefan, Lu Shunbo, Zhang Zihao, Yan Xin, Dia Jinmeng, Fu Yan, Zhang Xinxin, Jiang Jiguang, Chen Changhua, dan Li Kunpeng.

Mereka tercatat saat ini belajar di beberapa program studi, yakni Manajemen, Ekonomi Pembangunan, dan Sastra Indonesia UAD. Bersama dengan sekitar 30 anggota Hoo Hap Hwee Community Yogyakarta, mereka berlatih untuk bermain Barongsai dua kali seminggu selama dua bulan.

Qin Futai (Mario) mengungkapkan kebahagiaannya ikut merayakan tahun baru di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Meskipun tidak bisa merayakan bersama keluarganya, ia tidak sedih. Menurutnya, keturunan Tionghoa, terutama para pemuda di Indonesia, belajar dan melestarikan budaya Tiongkok yang lebih baik daripada di negara asalnya.

KKN UAD Perdayakan Singkong Bernilai Jual Tinggi

“Pemberdayaan petani melalui pengolahan singkong menjadi modified cassava flour (mocaf) dan olahan pangan berbahan mocaf di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul”. Itulah yang tema yang diusung oleh Beni Suhendra Winarso, Sudarmini, dan Azis Ikhsanudin guna memberdayakan singkong agar memiliki nilai jual tinggi.

Menurut Sudarmini, Desa Kemadang dipilih karena termasuk desa kawasan pengembangan wilayah zona selatan yang merupakan wilayah dengan rencana pengembangan pertanian tanaman pangan, tanaman keras, peternakan, pariwisata pantai, dan kawasan lindung hutan rakyat. Singkong merupakan potensi terbesar pertanian tanaman pangan.

“Permasalahan yang dihadapi masyarakat sebagian besar petani adalah rendahnya harga singkong jika panen raya. Hal tersebut disebabkan keterbatasan kemampuan budidaya, rendahnya harga gaplek, ketidakawetan untuk disimpan,  dan ketidaktersediaan alat pendukung pengolahan mocaf. Di samping itu, sangat terbatas kemampuan dalam mengolah makanan dari bahan mocaf, pengemasan, maupun pemasarannya,” terang Sudarmin yang juga menjabat sebagai dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini.

            Sebagai solusi, kata Beni Suhendra Winarso, tim dari UAD memberdayakan masyarakat melalui Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM). “Ada tiga lokasi yang ditempati KKN, Pucung, Ngelo, dan Tenggang desa Kemadang. Program yang dilakukan meliputi bidang keilmuan, keagamaan, seni olah raga, dan tematik. Kegiatan tematik meliputi beberapa kegiatan besar, di antaranya pelatihan budi daya singkong, pelatihan pembuatan mocaf, pelatihan pengolahan makanan berbahan mocaf, pelatihan pengemasan, dan  pelatihan pemasaran.

            Selain itu, pihak Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) juga menyerahkan bantuan bahan dan alat dari tim hibah KKN PPM kepada Wakil Bupati Gunungkidul, Dr. H. Imawan Wahyudi, M.H.

     “Ada dua acara yang diikuti warga binaan untuk unjuk kebolehan, yaitu pameran ‘Rasulan’ di Sumuran dan Gelar Produk pada saat evaluasi program di Pantai Baron, Kemadang.

            Pelaksanaan kegiatan tersebut direncanakan pada 10‒24 Juli 2015 disambung 8‒27 Agustus 2015, selama 35 hari efektif.

Komik “Gerhana Bulan” PGSD UAD Raih Juara 3

 

Adalah Anggra Rendra Setiawan, Tusta Rika Purwanti, dan Khusnawati Nur Utami yang berhasil meraih juara III dalam lomba komik yang diadakan oleh Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Mereka bersatu menjadi tim dengan mengusung tema “Gerhana Bulan”.

“Tim dari Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Ahmad Dahlan (PGSD-UAD) ini berhasil meyakinkan dewan juri. Mereka menggunakan media pembelajaran IPA dalam mengonsep komik ‘Gerhana Bulan’,” kata salah satu dewan juri yang berasal dari Dinas Pendidikan Kota Salatiga, Kamis (26/2/2015) lalu.

Selain dari dinas, dewan juri juga berasal dari Dosen PGSD UKSW dan Pakar Pendidikan Sekolah Dasar.

Lomba ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program studi (HMP) UKSW Salatiga dalam rangkaian acara Semarak Seni dan Budaya PGSD dengan tema “Kreasi Seni Budaya Nusantara untuk Pendidikan Anak Indonesia”. Ajang lomba sekaligus digunakan sebagai media pembelajaran IPA kelas 4, 5, dan 6.

“Selamat kepada Tim Komik Pembelajaran IPA Prodi PGSD FKIP UAD yang berhasil mendapat juara. Prestasi ini membanggakan institusi, baik di tingkat program studi, fakultas, maupun universitas. Semoga prestasi ini menginspirasi mahasiswa lainnya agar terus berkarya dan berprestasi demi kemajuan pendidikan,” terang Dra. Sri Tutur Martaningsih M.Pd. memberikan apresiasi. (dok)

 

UAD Tempat Singgah Sastrawan Besar

“UAD adalah kampus yang selalu menghadirkan penyair dari seluruh Indonesia. Kampus ini adalah kantong sastranya Jogja. Bahkan, sutradara almarhum Chaerul Umam, El Manik, dan beberapa artis nasional berkunjung ke UAD,” kata Prof. Dr. Suminto A. Sayuti saat bedah buku kumpulan puisi Matapangara karya Raedu Basha, di hall kampus II UAD, Jalan Pramuka, Yogyakarta, Rabu (4/3/2015).

Menurutnya, UAD paling cerdik mengayomi para sastrawan Jogja. Mereka datang tidak hanya berceramah, membaca puisi, atau tadarus puisi, tetapi juga membagi ilmu kepada para mahasiswa.

“Sutardji Calzoum Bachri, Emha Ainun Najib (Cak Nun), D. Zawawi Imron, Habiburrahman El Shirazy, Mustofa W. Hasyim, Tegoeh Ranusastro, dan banyak lagi sastrawan yang menjadikan UAD tempat berkumpul,” ujar Suminto.

Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini mengimbau kepada mahasiswa UAD untuk terus berkarya dan mengikuti senior-senior sebelumnya yang sudah banyak berproses di luar. Banyak lulusan UAD yang bergulat di bidang sastra dan nama mereka tercatat di koran-koran lokal maupun nasional.

Hal tersebut, kata Suminto, berkat jasa Jabrohim yang tidak pernah lelah berjuang untuk mengangkat UAD di bidang seni. Seperti yang kita ketahui, setiap bulan, kampus ini selalu rutin mengadakan acara bincang-bincang sastra yang melibatkan mahasiswa, alumni, juga sastrawan besar.

Dalam bedah buku tersebut, Suminto mengatakan bahwa semua tafsir puisi itu boleh, pembaca boleh membaca dari sudut pintu atau jendela mana pun.

“Puisi itu rumah pengalaman penyair. Proses penyair adalah proses merumahkan puisi. Dia tidak pernah mengenal kata pulang dalam arti imaji, dan selalu gelisah. Seperti halnya Raedu, dia selalu gelisah tentang rumah, budaya lokal, dan lain-lain. Memang sudah semestinya sastra Indonesia ditulis selokal-lokalnya untuk menduduki dunia sastra,” lanjut Suminto.

Raidu berperan seperti halnya penyair post-modern. Dia mencoba memaparkan kenangan masa lalu dalam puisinya. Selain itu, mencoba ingin menjaga kegelisahan demi masa lalu bagi dirinya, bagi budaya, dan tanah kelahirannya, Madura.

Rumah Kehidupan Penyair

 

            Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (HMPS-PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan bazar buku di hall kampus II. Kegiatan yang diadakan sejak 2-7 Maret 2015 ini mengangkat tema “1 Buku 1000 Masa Depan”. Selain itu, diadakan pula bedah buku yang diadakan pada Rabu (3/3/2015). Dalam acara ini, HMPS PBSI mengundang Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof. Dr. Suminto A. Sayuti sebagai pembedah buku kumpulan puisi karya Raedu Basha yang berjudul Matapangara.

            Dalam pembahasannya, Suminto mengatakan bahwa dalam memasuki dunia puisi, akan ada pertemuan dua cakrawala, yaitu cakrawala penulis dan pembaca. Selain itu, dunia puisi bukanlah sebuah kebenaran. Tidak ada yang salah dan benar di dalamnya. Oleh sebab itu, ia mengajak para mahasiswa yang hadir dalam forum itu untuk berani memasuki dunia puisi.

            Menurutnya, “Pangara” berarti harapan. Bisa jadi kumpulan puisi ini berisi harapan-harapan penulis yang dituangkan ke dalam kata-kata yang bebas dimasuki oleh siapa pun.

Puisi Raedu yang berjudul “Instrumentalia Perjalanan” menggambarkan berbagai suasana dan kegelisahan yang penulis rasakan dalam hidup.  Bayangan tentang masa lalu menjadi tema dalam puisi tersebut.

            “Manusia memiliki dua kecenderungan, yaitu manusia yang selalu menggambarkan masa lalu dan yang suka membayangkan masa depan,” ujar Suminto dalam pembahasannya.  “Hampir semua puisi menyuarakan suasana yang sama, yaitu suasana penolakan untuk memoderinisasikan individu.”

            Sementara pada puisi berjudul “Hikayat Negeri Surga”, Raedu menggambarkan keadaan pulau Madura yang sudah tidak seperti dulu. Ia menceritakan tambak-tambak garam yang sudah tidak dapat menghasilkan garam dengan baik, dan keadaan-keadaan yang kini telah mengubah Madura.

“Puisi-puisi seperti ini menyadarkan saya bahwa puisi Indonesia modern adalah yang ditulis dengan selokal-lokalnya,” kata Suminto.

Kemudian sebagai penutup, Suminto mengatakan bahwa, puisi adalah rumah kehidupan penyair. Pembaca dapat memasukinya dari mana saja. Hal inilah yang memicu terjadi perseteruan antara cakrawala manusia dengan teks sastra atau puisi tersebut. (Rh)