Raih Prestasi dengan Usaha Keras dan Fokus

“Jangan pernah takut akan gagal karena kegagalan tidak pernah takut menggagalkan kita.” Begitulah ungkap Dinny Marwati, mahasiswi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi, peraih cumluade dengan IPK 3,94.

Mahasiswi yang akrab disapa Dinny ini mengaku, ia tidak pernah menyerah untuk mewujudkan mimpinya. Salah satu untuk meraih itu adalah dengan fokus dalam melakukan apa pun.

Perempuan yang hobi traveling ini lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya yang merupakan tamatan SD bekerja sebagai tukang kayu, dan sang ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga biasa. Namun hal itu tidak menyurutkan tekad Dinny untuk meraih nilai tinggi di bidang akademis dan meraih gelar sarjana.

“Selama di UAD, saya rasakan lebih terlatih untuk hidup mandiri. Termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi karena dosen-dosennya yang luar biasa dan sangat menginspirasi, serta fasilitasnya yang lengkap,” kenang perempuan berusia 22 tahun ini. Ia mengaku, memilih kuliah di UAD adalah keputusan yang benar. Terbukti, saat ini ia sudah mendapat tawaran bekerja di BRI dan BPR.

Di tempat terpisah, Nooridha Febriyanti yang merupakan mahasiswi dengan IPK 3,96 mengungkapkan, UAD merupakan kampus yang sudah modern. “Segala sesuatu dilakukan dengan teknologi, misalnya sistem pembayaran yang mudah, dan fasilitas yang lengkap,” kata mahasiswi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) ini. Selain itu, para dosen UAD sangat hebat dan menginspirasi. Tidak salah jika UAD banyak melahirkan mahasiswa berprestasi.

Tercatat, sudah 206 prestasi mahasiswa UAD pada 2013−2014 ini, baik nasional maupun regional. Dalam waktu dekat, Tim Debat UAD akan berangkat ke Universitas Batam (UNIBA) sebagai finalis, tiga mahasiswa sebagai finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS), dan tiga mahasiswa sebagai finalis Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas). (MCH)

Nooridha Febriyanti Raih Cumluade dengan Doa Restu Orangtua

Wisudawan Terbaik UAD

Nooridha Febriyanti tercatat sebagai mahasiswa dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96 dari 697 wisudawan pada wisuda periode 16 Agustus 2014 di Jogja Expo Center (JEC).

Mahasiswi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlah (IKM UAD) ini dikenal sebagai mahasiswa yang aktif. Berbagai organisasi kampus seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Senat Mahasiswa, tidak menghentikan perempuan kelahiran Buntok, Kalimantan Tengah, ini untuk meraih prestasi.

“Kita harus berusaha lebih keras dari rata-rata orang lain dan jangan lupa untuk minta doa restu dari orangtua,” kata mahasiswi kelahiran 21 tahun ini saat ditemui di sela-sela kesibukannya, Jum’at (15/08).

Nooridha juga berpesan untuk teman-teman dan adik-adiknya yang belum lulus, “Lulusan yang sukses tidak hanya di lihat dari tingginya nilai IPK. Nilai IPK yang baik hanyalah sebuah bonus dari usaha belajar kita. Lebih dari itu, lulusan yang sukses adalah yang punya kemampuan softskill, hardskill, kemampuan sosialisasi yang baik, dan mampu mengaplikasikan ilmu yang ia punya.”

Selain Nooridha Febriyanti, cumlaude kedua diraih oleh Dinny Marwati dengan IPK 3,94. Mahasiswi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi ini mengaku bahwa fokus dalam mengerjakan apa pun menjadi kunci sebuah kesuksesan.(MCH)

Perlunya Memahami Jurusan yang Akan Dipilih

Sule Subaweh

(Pemerhati Dunia Dendidikan)

Karyawana UAD

 

“Orang memilih jurusan dengan mengimfestasikan diri agar kelak sukses” Barangkali ada benarnya kalimat yang dilontarkan oleh Bandung Mawardi dalam bukunya (Baca: Pendidikan Tokoh, Makna, Peristiwa). Banyak orang tua dan anak yang baru lulus SMA/sederajad (selanjutnya calon mahasiswa) terkecoh dalam memilih jurusan, bahkan dianggap remehtemeh. Siswa yang baru lulus Sekolah Menengah Atas cendrung tidak memperhatikan pentingnya mengambil jurusan yang akan dijalani saat kuliah hingga empat tahun.

Ada beberapa kecendrungan dalam memilih jurusan. Biasanya calon mahasiswa hanya mengikuti apa yang diinginkan orang tua. Benar adanya bahwa orang tua tidak akan menjerumuskan anak ke dalam jurang yang kelam. Tetapi bentuk pemaksaan tanpa memperhitungkan kehendak anak adalah bagian dari perampasan hak, yang menjurus pada kejahatan batin. Biasanya baik orang tua atau calon mahasiswa akan memilih jurusan yang mempunyai prospek yang menjanjikan, seperti jurusan yang belum ada dan jurusan yang diperlukan di daerahnya atau jurusan yang mempunyai gaji tinggi nantinya.

Ada juga calon mahasiswa yang memilih jurusan karena dipandang gampang, tetapi setelah masuk dan menjadi mahasiswa tidak sedikit yang mengalami shock karena tidak segampang yang dipikirakan. Selanjutnya keluhan demi keluhan dari benaknya muncul, dan pilihan keluar atau pindah jurusan dianggap sebagai pilihan yang paling baik.

Yang paling menyedihkan, banyak juga calon mahasiswa memilih jurusan karena ikut-ikutan teman. Atas dasar kesetiakawanan dan rasa tidak ingin kehilangan, akhirnya tanpa pikir panjang mereka memilih untuk selalu bersama dalam satu kelas (jurusan).

Tentu saja memilih jurusan bukan seperti memilih buku yang disuruh dosen atau guru untuk dipelajari. Memilih jurusan bukan suatu hal yang harus dipaksa dan mengabaikan pertimbangan pertimbangan. Calon mahasiswa harus mempertimbangakan dan perhatikan dalam menentukan jurusan apa yang akan dipilih.

Ada banyak hal yang perluh diperhatikan untuk dipertimbangkan dalam memilih jurusan, salah satunya memilih jurusan atas dasar suka.

Suka atau rasa suka akan memacu calon mahasiswa setelah menjadi mahasiswa untuk mendalami keilmuannya dengan serius. Banyaknya ilmu baru yang tidak disangka akan hadir dalam perkuliahan tidak menjadi beban atau stres. Tapi menjadikannya semakin penasaran sehingga memacu rasa ingin tahu yang tinggi. Bagi orang yang mengawali sesuatu dengan rasa suka, segala sesuatunya akan dilakukan dengan santai dan bahagia. Jika sesuatu dilakukan dengan senang apa yang paling berat baginya selain ingin menunjukkan bahwa dirinya perlu dipertimbangka.

Banyak orang yang lupa bahkan lalai pada hal sederhana. Sehingga, dalam mengambil keputusan tidak mengunakan pertimbangan akan apa yang terjadi selanjut. Kuliah bukan hal yang gampang atau sulit. Tetapi tingkat memahami diri akan menjadikan sesuatu yang sulit menjadi gampang, sesuatu yang gampang menjadi sulit. Begitu.

Kanal Televisi Swasta, Milik Siapa?

Oleh Rendra Widyatama, SIP., M.Si

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

 

Bila Anda amati siaran televisi swasta nasional kita beberapa waktu terakhir, tentu akan sepakat bahwa siaran televisi tersebut terasa makin turun kualitasnya. Untuk stasiun televisi yang mengklaim diri sebagai saluran hiburan, seolah makin asal saja tayangannya. Kesan yang mengemuka adalah, beragam stasiun televisi asal membuat penonton tertawa, namun dari tayangan penuh kekonyolan.

Sementara itu, saluran yang mengkhususkan diri pada berita, terasa banyak mengeploitasi masalah tertentu secara berulang. Apalagi, saat ini Indonesia sedang banyak musibah, mulai dari banjir di beberapa daerah, tanah longsor, gunung meletus, kecelakaan yang menyorot pehatian publik, disamping masalah korupsi yang tiada habis. Kesannya, tidak ada hal baik yang terjadi di negeri ini. Membuat perasaan rendah diri sebagai anak bangsa makin bertambah.

Dari kecenderungan itu, muncul pertanyaan menggelitik di benak saya. Sebenarnya, apakah spectrum gelombang siaran dapat dikuasai secara langgeng? Bila para pengelola siaran televisi tersebut tidak mampu lagi menyuguhkan siaran-siaran berkualitas, mengapa ijin siaran tidak dicabut saja?

 

Aturan UU

Menurut UU nomor 23 Tg 2012 tentang Penyiaran, disebutkan dalam pasal 1 bahwa izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga penyiaran. Artinya, kanal televisi tersebut sejatinya adalah milik negara. Kanal siaran bukan hak sekelompok orang yang terus menerus diperpanjang, apalagi diwariskan turun temurun. Sebagai pemilik, negara dapat mengambil kembali kanal siaran yang dipinjamkannya pada lembaga penyiaran. Tentu, pertanyaan selanjutnya adalah kapan dan apa alasan negara mengambil kembali kanal siaran tersebut?

Pada pasal 4 dalam UU ini, diatur bahwa salah satu fungsi siaran adalah memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan yang sehat. Ia juga harus memiliki tujuan membina dan mewujudkan watak dan jati diri bangsa yang beriman, bertakwa, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, siaran yang asal-asalan, sekedar membangkitkan tawa dari sajian kekonyolan, dapat dikategorikan tak mendidik, serta tak mewujudkan watak jati diri bangsa. Ketentuan ini juga dikuatkan dalam pasal 5 bahwa penyiaran harus menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa.

Pentingnya isi siaran yang berkualitas juga dituliskan dalam pasal 36, dengan mencatumkan bawha isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

Kiranya pasal 4, 5, dan 36 cukup jelas menjadi dasar bagi negara untuk tidak ragu mencabut dan atau tidak memperpanjang ijin siaran yang tak lagi sanggup memberi manfaat positif bagi masyarakat. Perijinan yang diatur dalam pasal 33 juga tidak menyiratkan perpanjangan otomatis, melainkan dengan syarat tertentu. Yaitu ijin dan perpanjangan, baru diberikan setelah lembaga peyiaran memperoleh masukan, evaluasi; serta rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran. Pasal 34 juga menyebut, ijin siaran bisa dicabut. Lalu, dalam pasal 55 juga dituliskan dasar yang kuat bagi pencabutan dan penghentian perpanjangan ijin.

Menurut UU Penyiaran, masa berlaku ijin siaran televisi memang 10 tahun. Sebuah kurun waktu yang cukup lama. Namun pertanyaannya, apakah layak lembaga penyiaran yang tak lagi mampu memberi tayangan sehat terus diberi kesempatan menyelenggarakan siaran, padahal di luar sana, ada banyak pihak yang bisa menggantikannya secara lebih baik?

Molekul Ahmad Dahlan, Obat Menjanjikan

 

Belimbing manis, adalah tanaman yang dikenal unik dan eksotik karena irisan buahnya berbentuk bintang. Sebab itu, tanaman ini disebut dengan starfruit dalam bahasa Inggris. Belimbing manis banyak tumbuh di negara-negara tropis, termasuk di Indonesia. Sejak lama, beberapa bagian dari tanaman ini telah dimanfaatkan untuk mengobati diare, cacingan, demam, mual muntah, gatal-gatal, pengencer dahak, sakit kepala, dan insomnia.

Penemuan Molekul Ahmad Dahlan

            Penelitian yang dilakukan pada bagian akar belimbing manis, berhasil menemukan zat berkhasiat turunan benzoquinon yang disebut Molekul Ahmad Dahlan (Molad). Nama ini diambil dari nama tokoh pendiri Muhammadiyah, Gerakan Islam Pembaharuan terbesar di Indonesia, yaitu KH. Ahmad Dahlan. Penemuan molekul baru ini tidak lepas dari studi literatur sebelumnya dalam buku Materia Medica China yang menyebutkan kemanfaatan akar belimbing manis.

Melalui serangkaian proses pemisahan bertingkat menggunakan serbuk silika, diperoleh Molekul Ahmad Dahlan pada dasar gelas kaca sebagai endapan kristal, berwarna kuning dan tidak larut dalam air. Molad ini memiliki arti penting bagi dunia kesehatan, mengingat uji laboratorium menunjukkan khasiatnya sebagai antidiabetes, antihiperlipidemia, antioksidan dan antiradang. Berbagai teknologi molekuler digunakan untuk menentukan gen yang berperan menimbulkan khasiat.

 

Molekul Ahmad Dahlan sebagai kandidat obat baru

Dalam majalah ilmiah European Journal of Medicinal Chemistry disebutkan, bahan alam yang mengandung komponen benzoquinon dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan, antiradang dan antikanker. Lebih lanjut, hasil penelitian lain membuktikan khasiatnya melawan kanker payudara, kanker hati, kanker leukimia dan sebagai anti-infeksi terhadap mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Akan tetapi, benzoquinon ternyata bersifat menghambat kesuburan (infertilitas).

Molekul Ahmad Dahlan (Molad) sebagai turunan benzoquinon berpeluang dikembangkan menjadi kandidat obat baru untuk penyakit kanker. Penelitian molad terkini membuktikan, zat ini mampu meningkatkan jumlah gen PPAR-gamma, yaitu gen yang bisa menekan pertumbuhan sel-sel kanker dengan cara menghambat enzim lipoksigenase. Enzim ini terdapat dalam jumlah melimpah pada sel-sel kanker dan dapat memicu timbulnya reaksi radang.

Penelitian lebih lanjut dilakukan dengan melibatkan kerjasama antara Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan Groningen University, Belanda. Kerja sama penelitian ini merupakan bentuk komitmen UAD menuju Research University kelas Dunia, dengan slogannya,“Bring UAD to the world and bring the world to UAD”. Hal ini agar kualitas penelitian UAD dapat diakui dan setara dengan negara-negara maju.

 

Kintoko, S.F., M.Sc., Apt., Pakar Penemuan Obat, Fakultas Farmasi UAD dan Kandidat Doktor di Guangxi Medical University, China.

 

Memanusiakan Pasien

Oleh : Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 

 

Perlakuan yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien masih saja mengundang permasalahan. Padahal segala peraturan perundang-undangan yang ada sudah jelas mengatakan bahwa tidak ada pelayanan yang diskriminatif terhadap semua pasien. Setiap petugas kesehatan wajib mendahulukan keselamatan pasien dibanding aspek yang lain seperti administrasi. Sampai kapan tindakan diskriminatif dan bahkan ada yang menjurus pada tindakan kriminal akan berakhir. Peraturan yang ada saat ini tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Terlihat dari masih adanya kasus yang merugikan pasien baik secara materi maupun fisik. Seperti kasus yang menimpa seorang pasien lanjut usia di rumah sakit provinsi Lampung. Pasien tersebut dibuang dipinggir jalan oleh beberapa oknum petugas rumah sakit dengan menggunakan mobil ambulans milik rumah sakit tersebut. Pada akhirnya pasien tersebut meninggal dunia. Ini menjadi bukti bahwa masih ada kesenjangan yang besar dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Fenomena seperti ini seperti halnya fenomena gunung es yang harus segera diselesaikan apabila tidak ingin membahayakan dunia pelayanan kesehatan di Indonesia.

Berlakunya Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan seharusnya bisa menjadi pintu gerbang untuk memperbaiki pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia. Hanya saja, masih sangat jauh dari harapan, mengingat adanya permasalahan dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan. Di antaranya belum semua rumah sakit terutama swasta yang mau melayani pasien paserta BPJS Kesehatan seperti yang dilakukan oleh rumah sakit swasta se-Jabodetabek. Perkembangan dunia pelayanan kesehatan yang pesat menjadi salah satu pemicu terjadinya permasalahan saat ini. Orientasi pelayanan kesehatan di rumah sakit saat ini tidak hanya murni untuk kepentingan sosial. Tetapi, rumah sakit juga sudah berorientasi pada kegiatan bisnis. Tentu ini akan sangat menyulitkan bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi. Meskipun mereka terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, akan tetapi menurut perhitungan bisnis maka rumah sakit akan mengalami kerugian dengan sistem yang saat ini diterapkan. Wajar apabila masih ada rumah sakit yang enggan untuk melayani pasien BPJS Kesehatan.

Terlepas dari permasalahan ini, seharusnya petugas rumah sakit termasuk petugas kesehatan tetap harus mengutamakan pelayanan yang bermutu. Pelayanan bermutu hanya bisa dicapai dengan profesionalisme yang baik serta pelayanan yang anti diskriminasi. Profesionalisme menjadi salah satu aspek penting dalam kode etik profesi kesehatan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki tetapi juga tingkat kepedulian terhadap pasien. Pelayanan tanpa diskriminasi di rumah sakit saat ini seolah-olah menjadi sesuatu yang sulit untuk didapatkan. Di sisi lain, pasien juga memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh semua petugas rumah sakit. Termasuk hak untuk mendapatkan pelayanan tanpa diskriminasi. Pelayanan tanpa diskriminasi bisa dilakukan apabila kita menempatkan pasien pada derajat tertinggi.

Permasalahan yang menimpa pasien saat ini juga hampir sama dengan permasalahan masyarakat pada umumnya. Rasa saling menghargai antar sesama umat manusia semakin berkurang dimasa sekarang ini. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya perselisihan-perselisihan antar masyarakat menjadi buktinya. Melihat kondisi yang seperti itu dimasyarakat saat ini maka apa yang disampaikan oleh Kuntowijoyo memang benar adanyanya. Kuntowijoyo dalam karyanya menyampaikan bahwa manusia itu harus dimanusiakan. Termasuk memanusiakan pasien yang ada di rumah sakit. Pasien sebagai manusia juga harus dijunjung derajatnya bukan sebaliknya. Sudah diatur secara jelas dalam undang-undang bahwa hak setiap warga negara mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang merata tanpa diskriminasi. Harkat martabat manusia meski tetap dijunjung tinggi meskipun dalam kondisi yang tidak sehat.

Kita sebagai mahluk ciptaan Allah SWT juga diperintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan kesabaran. Sudah jelas dalam kondisi apapun kita tetap harus menolong pasien meski keadaan begitu berat karena disitulah kesabaran kita diuji. Sebagai petugas kesehatan, menolong pasien dalam keadaan apapun juga merupakan ujian kesabaran dalam menjalankan kewajibannya. Janganlah kita menjadi segolongan umat yang merugi karena tidak mau saling tolong menolong. Apapun alasannya, keselamatan pasien menjadi hal utama yang harus didahulukan untuk menjaga pelayanan kesehatan yang bermutu. Siapapun ketika menjadi pasien harus tetap dilayani secara professional dengan mengedepankan rasa empati, rasa saling menghormati. Bukan sebagai objek yang boleh diperlakukan apa saja. Itulah salah satu cara terbaik untuk memanusiakan pasien. Maka kasus seperti yang disebutkan diatas tidak akan terulang kembali.

 

Kesalahan Orientasi Pendidikan Kita

Oleh: Wajiran

(Mahasiswa Program Doktor University of Tasmania-Australia &

Dosen Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi UAD)

 

 

Selebrasi berlebihan yang dilakukan anak-anak SLTA atas kelulusan pada Ujian Nasional tahun ini menjadikan kita  bertanya-tanya, apa yang mereka dapatkan selama di sekolah. Apakah sekolah tidak pernah mengajarkan pelajaran agama, norma dan tata krama pada mereka?

Perayaan kelulusan yang harusnya dilakukan secara khidmad dan sederhana, tetapi justru dilakukan dengan tindakan-tindakan yang berlebihan bahkan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Tindakan corat-coret baju seragam dan kebut-kebutan bahkan tawuran sering mewarnai selebrasi kelulusan di negeri ini.

Lebih ironis lagi, di kota malang tersiar kabar tidak sedap bahwa anak-anak SLTA melakukan aktivitas free sex untuk merayakan kelulusan. Hal itu dilihat dari tren peningkatan penjualan kondom di kota itu. Menurut penuturan beberapa penjaga apotek, penjulan kondom meningkat drastis menjelang pengumuman Ujian Nasional.  Di kota Maluku, sekelompok anak perempuan ketahuan sedang membuka baju diangkutan umum. Mereka disinyalir akan pergi ke suatu tempat untuk merayakan kelulusan mereka.  

Semua kejadian itu tentu tidak lepas dari kesalahan orientasi pendidikan di negeri ini. Sekolah seolah hanya mengajarkan materi pelajaran semata, tanpa mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Sekolah hanya seperti pabrik pembuat produk mati dengan tidak memperhatikan aspek kemanusiaan mereka yang memiliki rasa dan hati nurani.

Lembaga pendidikan dan ironisnya orang tua, sering hanya mengejar nilai tanpa memperhatikan aspek moral mereka. Hasilnya, pelajaran agama, norma dan kepribadian sering diabaikan karena tidak masuk dalam ujian nasional. Mereka menganggap pelajaran ini tidak penting bagi anak-anak mereka. Itulah kesalahan pemahaman mereka. Banyak yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya dalam proses pendidikan itu harus mencapai tiga aspek kecerdasan; yaitu intelektual, emosional dan spiritual.

Kecerdasan intelektual didapatkan dan diukur dari nilai ujian mata pelajaran yang ada di nilai raport mereka. Secara intelektual kita mudah mengetahui karena dari nilai yang mereka dapatkan sudah bisa memprediksikan bagaimana kemampuan intelektual anak-anak kita. Namun demikian, untuk kecerdasan emosional dan spiritual tidak semudah mengukur kemampuan intelektual. Kemampuan emosional adalah kemampuan seseorang menyelesesaikan setiap persoalan yang dihadapi dalam kondisi tetap tenang, tidak mudah putus asa dan tidak mudah menyerah atau frustasi dengan berbagai kendala yang dihadapi. Sedangkan kemampuan spiritual lebih menyempurnakan kemampuan emosional. Seseorang dengan kemampuan spiritual yang tinggi akan lebih kuat menghadapi berbagai persoalan, bahkan akan lebih suka berkorban karena pemahaman bahwa setiap tindakan yang dilakukan akan mendapat balasan nanti di akherat.

Kejadian memalukan yang dilakukan oleh para remaja di atas tentu tidak akan pernah terjadi jika mereka memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang baik. Seperti pada zaman penulis, saat akan menempuh ujian nasional para guru meminta kita berpuasa dan memperbanyak ibadah sunnah agar Tuhan memberikan kemudahan saat mengikuti ujian. Perayaan kelulusanpun dilakunkan dengan membagikan seragam sekolah dan sedikit harta yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan.

Kesalahan dalam mengekspresikan kegembiraan atas kelulusan itu mengidikasikan adanya kesalahan sistem pendidikan saat ini. Orientasi pendidikan yang hanya mengejar nilai telah membuat anak didik seperti manusia robot. Lembaga pendidikan tak ubahnya seperti pabrik yang membuat mereka sebagai produk cerdas tetapi tidak memiliki hati nurani. Tidak bisa membedakan baik dan buruk. Tidak memiliki integritas dan tidak memiliki empati, tidak bisa merasakan penderitaan orang lain. Walhasil, jadilah mereka manusia yang inginnya mencari keuntungan diri sendiri. Kebiasaan mencontek, meniru pekerjaan orang lain/copy paste dan pembangkang sudah menjadi trade mark bagi mereka.

Di sinilah pentingnya pendidikan karakter. Diperlukan reorientasi model pendidikan yang masih bertumpu pada nilai semata.

Pendidikan agama dan nilai-nilai kepribadian perlu diintensifkan pada level pendidikan dasar dan menengah untuk membentengi generasi kita dari kebobrokan moral. Sebagai negara yang berketuhanan Yang Maha Esa sudah seharusnya pendidikan agama menjadi tumpuan setiap tingkat pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai moral yang kuat di negeri ini. Wallahua’lam bishawab.

UAD Syawalan Bersama Ketua KPK RI

Seluruh dosen, karyawan, beserta para pemimpin Universitas Ahmad Dahlan (UAD) merayakan syawalan bersama. Acara yang berlangsung di Auditorium Kampus 1, Sabtu (09/08/2014) tersebut dihadiri Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI), Dr. M. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum. yang sekaligus menjadi penceramah.

Dalam kesempatan tersebut, Rektor UAD, Dr. Kasiyarno, M.Hum. memberikan sambutan sekaligus memohon maaf atas kekurangan dan kekhilafan selama menjalani tugas satu tahun terakhir. Menurut Kasiyarno, syawalan tahun ini terasa istimewa karena dihadiri oleh Pemimpin KPK RI yang sebenarnya sangat sulit ditemui, tetapi saat itu dapat hadir di UAD.

“Sulit menolak permintaan UAD, apalagi yang meminta adalah Rektor UAD, Kasiyarno. Tentu sebuah kehormatan bagi saya berada di tengah-tengah warga UAD,” ujar Busyro Muqoddas.

Selain syawalan, dalam acara rutin tahunan ini juga diumumkan para jamaah haji UAD yang akan berangkat dalam waktu dekat. “Pada kesempatan ini, di bulan Syawal, saya mewakili para jamaah haji memohon doa dan bantuannya selama kami berangkat haji,” pinta Nurcholis, M.Ag. yang saat itu mewakili para jamaan haji.(Sbwh)

UAD Beri Bantuan 350 Juta dan Beasiswa untuk Guru

“350 juta rupiah, untuk guru TK Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) dan guru kelompok bermain” terang Dr. Kasiyarno. M.Hum dalam sambutannya pada penyerahan dana kepada guru-guru di Auditorium Kampus 1 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Kamis (24/7/2014). Sumbangan akan diberikan ke empat kabupaten se-DIY, yaitu Bantul, Sleman, Kulonprogo, dan Gunung Kidul.

“Kami salurkan dana ini untuk meningkatkan kesejahteraan bagi 921 guru PAUD Aisyiyah, yang terdiri dari 693 guru TK ABA dan 228 guru kelompok bermain. Dana tersebut akan diberikan kepada guru yang berinsentif kurang dari 100 ribu rupiah” terang Kasiyarno.

Lebih lanjut Rektor UAD Kasiyarno berharap dengan bantuan tersebut, para guru dapat termotivasi untuk lebih bersemangat. Ini adalah kepedulian kami terhadap dunia pendidikan yang non-PNS.

Jamilah Sugri, Wakil Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Majelis Dikdasmen menambahkan. Selain memberikan dana, UAD juga memberikan beasiswa kepada 20 guru PAUD untuk guru TK ‘Aisyiyah Bustanol Athfal yang sudah diseleksi.

“Ini sudah ketiga kalinya UAD memberikan bantuan kepada guru-guru. Semoga dana tersebut dapat bermanfaat dan menjadi motivasi untuk terus berjuang. Terima kasih juga kepada UAD yang telah tetap konsisten memberikan bantuan. Jarang Perguruan Tinggi yang mau seperti UAD. Terima kasih untuk UAD” tutur Jamilah saat di temui (23/7).

Ppemeberian dana tersebut sudah tahun ke tiga. “Sebelumnya UAD juga memberikan sumbangan sebesar 325 juta rupiah. Pada 2012 UAD juga memberikan dana 300 juta ribu rupiah untuk guru-guru yang gajinya di bawah 100 ribu rupiah” terang Kasiyarno.(Sbwh)

Peran Sastra dalam Pendidikan Karakter

FORUM APRESIASI SASTRA KE-36 KKN UAD:

 

   Ki Hajar Dewantoro telah merumuskan bagaimana pendidikan harus dilakukan untuk membentuk karakter. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendiri Tamansiswa, tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab pendidikan bertujuan untuk memanusiawikan manusia (humanisasi). Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.  Menurut Prof. Dr. Siti Chamamah, mantan Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, pendidikan karakter bukan hanya memakai ukuran manusia sebagaimana dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantoro, tetapi berdasarkan pada tuntunan Islam.

Manusia adalah ciptaan Allah swt, sehingga seluruh pemikiran, cara pandang, sikap, dan perilaku yang ditampilkan harus berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan.  Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus dibangun karakter bangsa yang memiliki akhlak mulia, yaitu amanah, tabligh, dan siddiq. Demikian dikemukakan Jabrohim, Kepala Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan dalam sambutan pada pembukaan Forum Apresiasi Sastra ke-36 bertema Peran Sastra dalam Pendidikan Karakter Rabu, 23 Juli 2014.

Lebih lanjut Jabrohim mengatakan bahwa keunggulan karakter terbentuk dari adanya keutuhan antara aspek intelektual, emosional, sosial, serta moral dan spiritual. Karakter terbentuk melalui proses yang panjang dan melibatkan beberapa komponen penting antara lain orang tua, sekolah/pendidik, lingkungan masyarakat, budaya, serta sistem pemerintahan yang ada. Komponen-komponen tersebut memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam menentukan baik atau buruknya karakter bangsa. Hambatan atau permasalahan  yang terkait dengan karakter dapat memunculkan hambatan perilaku dan akan berdampak  negatif  terhadap lingkungan bahkan dapat menjadikan manusia tidak memiliki martabat sebagai manusia.       

Dikemukakan pula oleh Jabrohim yang juga Wakil Ketua Pengurus Pusat Himpunan Sarjana-Kesusastraan itu bahwa dewasa ini telah terjadi penurunan kualitas karakter bangsa hingga mencapai  titik rendah yang sangat memprihatinkan. Gejala yang terlihat antara lain adalah meningkatnya kekerasan di masyarakat, kejujuran yang diselewengkan, menurunnya sikap hormat pada orangtua, guru maupun pemimpin, meningkatnya konflik dan kebencian, memburuknya pemakaian bahasa, rendahnya etos kerja, rendahnya rasa tanggung jawab, meningkatnya perilaku perusakan diri serta kaburnya pedoman moral. Keadaan   

Mengakhiri sambutannya, Jabrohim menegaskan bahwa upaya untuk mengatasi keprihatinan tersebut diantaranya dapat dilakukan dengan  membangun, memperbaiki, dan mempertahankan karakter melalui pemikiran, rancangan, manajemen, strategi, serta kerja yang simultan. Strategi yang digunakan harus melihat dari berbagai sudut pandang kasus. Dalam bentuk preventif berarti membangun sejak awal terbentuknya karakter, melakukan treatment yakni mengatasi permasalahan yang telah terjadi, serta maintenance untuk mempertahankan agar karakter tidak rusak yakni dengan melakukan penjagaan.

Pendidikan karakter harus diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan agar seorang anak memiliki kecerdasan emosi, yang merupakan bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Dengan memiliki kecerdasan emosi yang baik seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan. Kegiatan forum apresiasi sastra yang dilakukan oleh para mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Ahmad Dahlan ini merupakan upaya membangun kecerdasan emosi dan kreativitas. Oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan dirancang dan dilakukan secara sistematis.(Doc)