Sekolah dan Kultur Masyarakat

Dani Fadillah*

 

Dalam tulisan ini penulis mencoba mengulas tentang hubungan antara substansi pendidikan dan perilaku masyarakat suatu bangsa dengan  mengulas hal tersebut lebih dalam untuk melihat apakah setiap anak telah mendapatkan bekal yang cukup di sekolah untuk mengantarkan dirinya hingga maupun keturunannya menjadi warga negara yang bertanggung jawab serta tidak merugikan pihak lain. Tidah hanya sebatas hanya pengetahuan, namun juga keterampilan. Dan yang lebih penting lagi adalah perilaku yang terbentuk dengan berbagai pembinaannya di sekolah agar menjadi kultur kehidupan pribadi, kelompok, dan bangsa.

Kita sadari atau tidak, tidak sedikit masyarakat kita yang saat ini terjebak dalam kebanggaan yang bersifat fatamorgana semata. Hal tersebut mampu kita ukur atas selera atau gengsi yang terakumulasi dalam sikap publik yang biasanya kerap mengabaikan benar atau salah, mau pun etis atau tidaknya sesuatu dalam tiap tindak tanduknya. Sderhananya dapat kita contohkan seperti ini; bayangkan ada orang tua yang memaksakan anaknya yang masih di bangku TK nol kecil bisa membaca dan menulis, sehingga sang anak bisa dipamerkan pada tetangga dan kerabat-kerabatnya. Tanpa memperhatikan terlebih dahulu bahwa suatu keterampilan tertentu yang diberikan pada usia dan anak yang tidak tepat dapat kontra produktif trhadap perkembangans ang anak.

Pada kasus untuk anak-anak yang berusia lebih dewasa, ada siswa yang memaksakan diri (beberapa kasus, orang tua dan kerabat-kerabatnya yang memaksa) untuk masuk jurusan IPA karena merasa bahwa jurusan non-IPA tidak bergengsi, tidak prospektif, dan tempatnya anak-anak bodoh. Sehingga mereka menutup mata atas kemungkinan potensi keberhasilannya dalam mengarungi hidup pasca kelulusan lebih besar jika masuk jurusan IPS atau Bahasa.

Terakhir banyak orang tua yang tidak peduli, bahkan cenderung bangga jika anaknya pergi sekolah dengan menggunakan kendaraan bermotor sendirian walaupun usianya masih di bawah umur. Terkadng ketika bercerita dengan keerabat, dengan bangga pula bercerita bahwa anaknya mendapatkan SIM dengan cara “tidak wajar”. Hingga akhirnya peristiwa kecelakaan lalu lintas beberapa waktu yang lalu yang disebabkan oleh seorang pengemudi di bawah umur hingga menelan korban jiwa mulai sedikit membuat banyak orang tua merasa was-was. Ini diakibatkan karena banyak masyarakat kita yang memahami SIM hanya secarik kertas yang harus ada di dalam dompet seseorang agar boleh mengemudi. Kita belum memaknai bahwa SIM sebagai suatu bukti bahwa pemegang SIM memang benar cukup umur, sehat jasmani dan rohani, mengetahui regulasi dan etika berlalu lintas. Pemahaman inilah yang menjadi salah satu pendorong masyarakat untuk mendapatkan SIM dengan menghalalkan segala cara. Pemahaman tersebut sudah menjadi kultur masyarakat yang tentunya tidak lepas dari kualitas kultur di tempat pendidikan.

Setiap warga negara Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan formal, tentu masih ingat adanya mata pelajaran Pendidikan Agama dan kepancasilaan yang terus berubah penamaannya mulai dari Pendidikan Moral Pancasila (PMP) hingga Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Kita paham bahwa para petinggi bangsa ini memasukkan kedua mata pelajaran tersebut bertujuan ingin membentuk karakter bangsa sesuai tujuan pendidikan nasional, di mana pembangunan karakter menjadi salah satu sasaran. Akan tetapi sudah selama ini kita merdeka, mampukah kedua mata pelajaran tersebut membentuk karakter bangsa yang ideal? Sebenarnya sih sah-sah saja jika para pemangku kepentingan beralasan bahwa belum maksimalnya mata pelajaran tersebut karena pengaruh negatif lingkungan masyarakat, yang mengakibatkan para pelajar yang telah ditanamkan tata nilai positif tidak mampu melawan arus negatif di luar sekolah. Akan tetapi jangan lupa pula bahwa masyarakat, termasuk di dalamnya pare pemegang kebijakan, adalah kumpulan personal yang dulunya juga mengenyam pendidikan di sekolah yang memiliki kesamaan sistem dan kultur yang relatif sama pula.

Oleh arena itu, kita wajib mengkaji ulang dan terbuka untuk melihat apakah substansi pendidikan karakter serta strategi penyampaiannya sudah mampu membangun individu manusia seutuhnya, atau yang dalam bahasa agama disebut sebagai insan kamil. Pembelajaran yang hanya mengandalkan strategi jarum suntik dan hanya sebatas ‘tahu’ tidaklah cukup. Peserta didik selama di sekolah perlu adanya contoh konkret dari orang dewasa sebagai model yang dapat ditiru dan pembiasaan terus menerus atas perilaku positif kepada peserta didik sehingga menjadi suatu kultur positif di sekolah. Inilah yang harus diakui oleh semua pihak, bahwa selama ini upaya kita belum maksimal dalam membangun perilaku bangsa yang positif pembangunan kultur sekolah yang kondusif sehingga mampu membentuk kultur bangsa yang kondusif pula.

Sudah saatnya para pemerintah menggandeng berbagai pihak untuk menemukan resep jitu untuk itu. Saat ini ada banyak institusi swasta seperti yayasan dengan sistem pendidikan boarding school yang memiliki resep atau konsep bagaimana menyiapkan iklim di sekolah yang mampu membangun kultur bangsa yang lebih baik melalui pendidikan.

 

*Dosen Ilmu Komunikasi UAD

Ketua Bid. Keilmuan dan Riset DPD IMM DIY

Wajah Muram Benteng Terakhir Keadilan

 

Anang Masduki*

"Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Baron Acton (1834–1902).

Kutipan kalimat di atas seolah mengambarkan secara komprehensif situasi negeri ini. Sejak kamis malam 3/10/2013 masyarakat negeri ini diguncang dengan pemberitaan tertangkapnya Akil Mochtar, ketua Mahkamah Konstitusi, oleh KPK, diduga menerima suap sekitar 4 milyar. Tidak tanggung-tanggung, suap itu menyangkut dua kasus sekaligus. Yaitu terkait kasus sengketa pilkada di kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan pilkada Lebak, Banten yang sedang ditangani oleh MK.

Karena menyangkut penjaga benteng terakhir keadilan di negeri ini, pemberitaan semua media fokus pada kasus ini, termasuk media luar negeri beramai-ramai menjadikan berita ini sebagai headline. Bahkan di dalam negeri yang sebentar lagi akan menerima tamu puluhan kepala Negara guna menyelengarakan konferensi APEC di Bali seolah pemberitaannya tenggelam oleh riuhnya pemberitaan kasus ini.

Selain menarik diberitakan, kasus ini juga menciderai rasa keadilan pada masyarakat. Hal ini terkait kewenangan yang diberikan UU pada lembaga bernama Mahkamah Konstitusi. Di mana lembaga agung ini memiliki beberapa kewenangan penting. Pertama, ia berwenang menguji produk undang-undang yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Dengan kewenangan yang begitu besar, tentu yang menjadi hakim konstitusi adalah orang-orang terbaik. Namun fakta ternyata berkata lain. Sampai-sampai presiden SBY keesokan harinya mengelar jumpa pers untuk memberikan reaksi dan menyatakan keprihatinannya.

Sosok Akil Mochtar bukannya orang yang bersih dari gosip. Sekitar tahun 2010 Refli Harun pernah menulis sebuah artikel di salah satu media. Bahwa ketika menjadi pengacara salah satu kandidat bupati kabupaten Simalungun yang saat itu sedang bersengketa di MK, ia pernah menyaksikan ada sejumlah uang yang menurut kliennya akan diberikan pada hakim Akil Mochtar. Namun, saat itu nama Akil Mochtar direhabilitasi karena menurut komite etik dan juga menurut KPK tidak ada bukti.

Tidak mudah mengembalikan marwah atau wibawa benteng terakhir keadilan, MK. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, yang tertangkap adalah sosok ketua MK, seorang ketua hakim yang seharusnya memberi teladan dalam proses penegakan hukum yang bersih dan adil. Menyangkut hal ini, sosok ketua MK sebelumnya berharap KPK menuntut hukuman seberat-beratnya, bahkan Jimly Asshiddiqie menyarankan dituntut dengan hukuman mati. Kedua, kasus ini makin meneguhkan betapa rusaknya seluruh elemen dempkrasi di Negara ini. Kasus ini menyeret bukan hanya lembaga yudikatif, yaitu Akil Mochtar, melainkan juga lembaga eksekutif yaitu kepala daerah Gunung Mas dan Lebak, dan lembaga legislatif yaitu anggota DPR dengan inisial CN. Ini menunjukan bahwa korupsi telah berhasil memberangus seluruh elemen dan sendi Negara. Artinya, Indonesia sedang mengalami situasi darurat terhadap penyakit yang bernama korupsi. Lantas di mana sebenarnya peran pemimpin tertinggi bangsa ini?. Ketiga, kasus ini akan menimbulkan persepsi publik bahwa semua hakim di MK jangan-jangan juga mudah disuap, mengingat sang ketua dengan mudah menerima suap. Dikhawatirkan imbasnya ke depan adalah siapa pun yang menang dalam sengketa di MK, jangan-jangan ada praktek suap di belakangnya.

Meskipun demikian, sejumlah hakim MK yang lain seperti Hamdan Zoelva dan Patrialis Akbar meminta tidak mengaitkan antara kasus pribadi dengan institusi. Ibarat lumbung padi yang dihuni tikus, maka jangan dibakar lumbungnya, melainkan ambil tikusnya.

Ada yang perlu dikoreksi terkait sistem ketatanegaraan kita. Pemilihan kepala daerah dengan sistem pemilihan langsung, ternyata memerlukan ongkos politik yang tidak sedikit (high cost). Sehingga hampir sebagian dari Bupati/Wali Kota maupun Gubernur yang terpilih di Negara ini terjerat kasus korupsi. Itu semua guna mengembalikan ongkos politik yang telah dikeluarkan selama kampanye. Korupsi bukan hanya disebabkan oleh mental pejabat yang korup, melainkan juga oleh sistem yang memberi keleluasaan untuk melakukannya. Selain high cost system pemilihan langsung juga banyak menimbulkan konflik horisontal yang melibatkan antarpendukung. Bahkan banyak yang telah menjadi korban. Tercatat selama tahun 2013 saja korban tewas mencapai 50 orang. Tentu hal ini tidak perlu diteruskan. Maka sudah saatnya undang-undang tersebut ditinjau ulang.

*penulis adalah Dosen Komunikasi UAD dan Direktur Eksekutif Dassein Institute

Tapak Suci UAD Raih Juara Umum III di Unair Cup Surabaya

Tapak Suci Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Raih Juara Umum III pada Kejuaraan Nasional Tapak Suci Indonesia Open UNAIR CUP ke II yang berlangsung di Gedung Olahraga kampus C jalan Mulyorejo Surabaya pada Tanggal 2-6 Oktober 2013 Rabu-Sabtu.

Menurut Gatot Sugiharto, S.H., M.H. selaku pembina mengatakan “Walaupun prestasi ini tidak sebanding dengan tahun lalu-yang bisa meraih juara umum 1. Namun, pada kenyataannya ini bukanlah suatu penurunan, melainkan merekalah yang mengejar kita, dan kitapun dalam segi kualitas, juga semakin membaik dengan dibuktikan setiap atlet UAD pulang dengan membawa masing-masing medali

Kejuaraan yang di ikuti sekitar 600 atlet yang terdiri dari kategori pra remaja, remaja dan mahasiswa tersebut, ada kesan tersendiri bagi atlet Tapak Suci UAD. Pasalnya 15 Atlet yang ikut dikejuaraan tersebut berhasil membawa medali.

“Tahun depan kita akan berusaha kembali untuk meraih gelar juara umum 1 yang kini masih di pinjam oleh saudara” ungkap Abduli Muklis Jaelani penuh semangat.

Adapun nama-nama para juaranya adalah:

No.

Nama

NIM

Prodi

juara

Kelas

 

Helmi Nasir

1311022042

Elektro

3

A Putra

 

Puput Putri A.

12006024

P. Matematika

2

A Putri

 

Deki Zarmadi

11028013

FAI/BSA

3

B Putra

 

Amri Huda

12006132

P. Matematika

3

E Putra

 

Mahmuda Ma’arif

1311009037

PPKN

2

Bebas Beregu Pa

 

Aulia Hakim Y.

12006071

P. Matematika

2

Bebas Beregu Pa

 

Amri Huda

12006132

P. Matematika

2

Bebas Beregu Pa

 

Iffah Mayasari

11004046

PBI

3

Seni Ganda Putri

 

Dzihnin Zulfa

11013017

Psikologi

3

Seni Ganda Putri

 

Aris  Akbar Jaya

09004281

PBI

1

Seni Ganda Putra

 

Fajar Mujiono

10006216

P. Matematika

1

Seni Ganda Putra

 

Isni Yuliza

12012177

Akutansi

1

Seni Beregu Putri

 

Esti Khoiriyah

12002053

P A U D

1

Seni Beregu Putri

 

Yahya Zakiyya

09004269

PBI

1

Seni Beregu Putra

 

Riyan Terna K.

11003109

PBSI

1

Seni Beregu Putra

 

Ahmad Rifai

12009013

PPKN

1

Seni Beregu Putra

 

Sejak ditangani Gatot Sugiharto, empat tahun yang lalu. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tapak Suci Universitas Ahmad Dahlan sudah pernah menjuarai dua kali menjadi kontigen terbaik di IPSI pada Kejuaraan Nasional di Universitas Hasanuddin (Makassar) dan di ajang Internasional Open Unibraw pada Tahun 2012.

Selain itu, Tapak Suci UAD juga pernah tiga kali juara umum. Pertama juara umum 2 dikejuaraan tapak suci di Unila (Lampung), kedua juara Umum 1 di Unair Cup pada tahun 2012 dan, yang ke tiga juara umum ke tiga di Unair Cup pada 2013.(Sbwh)

 

Wireless Sensor Network: Challenges and Opportunities Oleh Prof. Dr. Subhas C. Mukhopadhyay

Wireless Sensor Network (jaringan sensor nirkabel) adalah suatu jaringan nirkabel yang terdiri dari kumpulan node sensor yang tersebar di suatu area tertentu (sensor field). Tiap node sensor memiliki kemampuan untuk mengumpulkan data dan berkomunikasi dengan node sensor lainnya. Kemajuan teknologi Wireless Sensor Network (WSN) yang pesat tidak lepas dari fakta bahwa sekitar 98% prosesor bukan hanya berada di dalam sebuah PC/Laptop, namun juga sudah terdapat di dalam beberapa aplikasi lainnya seperti di dalam aplikasi militer, kesehatan, remote control, chip robotic, alat komunikasi, dan mesin-mesin industri yang telah terintegrasi dengan sensor. Dengan adanya teknologi WSN, kita dapat memonitor dan mengontrol temperatur, kelembaban, kondisi cahaya, level derau, pergerakan suatu objek dan sebagainya.

Aplikasi teknologi ini akan membawa manfaat yang besar bagi umat manusia. Manfaat ini bukan hanya dapat dirasakan oleh dunia teknologi dan ilmu pengetahuan, tetapi juga kepada aplikasi pada bidang yang lebih luas yang berhubungan dengan infrastruktur keamanan, linkungan, energi, pangan, proses produksi, dan juga peningkatan kualitas hidup. Selain itu, untuk mengurangi cost dan meningkatkan efisiensi pada dunia industri dan bisnis, jaringan sensor nirkabel diharapkan dapat memberi manfaat bagi ummat manusia, di antaranya untuk pengendalian panas dan cahaya, pengawasan kesehatan, diagnosa kesehatan pribadi, serta pemonitor kegiatan anak-anak.

materi pemaparan Mr. Subhas C. Mukhopadhyay dalam acara Mini Seminar di Kampus III yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta pada hari Jum’at (27/9)

Prof. Dr. Subhas C. Mukhopadhyay  adalah lulusan sarjana dari Universitas Jadavpur, Kolkata, India (Peraih Medali Emas) tahun 1987. Kemudian melanjutkan Master of Engineering di Indian Institute of Science, Bangalore, India tahun 1989. Gelar PhD (Eng) diperoleh pada tahun1994 dari Universitas Jadavpur, Kolkata, India dan Doctor of Engineering dari Universitas Kanazawa, Jepang, pada tahun 2000. Saat ini bekerja sebagai dosen, Professor of Sensing Technology, Massey University, Palmerston North, New Zealand.

Adapun Mini Seminar ini  dihadiri Wakil Rektor IV UAD Prof. Sarbiran, M.Ed., Ph.D., Dekan FTI Kartika Firdausy, S.T., M.T. dan dosen FTI serta perwakilan dari beberapa universitas di Yogyakarta. Dalam sambutannya Kartika Firdausy mengatakan, bahwa acara ini merupakan tindak lanjut Memorandum Of Understanding (MOU) yang telah ditandatangani oleh UAD dan Massey University New Zealand dan merupakan inisiasi kolaborasi penelitian dosen  yang  diprakarsai Anton Yudhana, S.T., M.T., Ph.D. dari Program Studi Teknik Elektro.

lebih lanjut acara ini diharapkan dapat mengembangkan penelitian bersama dalam mengembangkan riset  tentang “Wireless sensor network” khususnya atau dengan topik yang lebih luas lagi. Kolaborasi penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan inspirasi dan memacu semangat bagi peneliti yang lain dalam menjalin kerjasama dengan universitas dari negara lain. Semoga.(sj)

 

UAD Tingkatkan Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi Malaysia

 

UAD melaksanakan penandatanganan surat perjanjian kerja sama dengan Universiti Sultan Zainal Abidin Malaysia (UnisZa) Malaysia pada hari Sabtu (28/09/2013) lalu. Acara berlangsung di ruang sidang utama Kampus I UAD. Penandatangan dilakukan oleh Rektor UAD, Dr. Kasiyarno, M.Hum. dan Vice Chancellor (Rektor) UnisZa, Prof. Dr. Yahaya bin Ibrahim dengan saksi Director of Vice Chancellor Office UnisZa Dr. Ahmad Azrin bin Adnan dan Wakil Rektor IV UAD, Prof. Sarbiran, M.Ed. Ph.D.

Sebelum diskusi berlangsung, kedua belah pihak mempresentasikan profil masing-masing. UnisZa diwakili oleh Prof. Dr. Lua Pei Lin sebagai Kepala Corporate, Industry and International Communication Centre UnisZa. Sementara itu, UAD melakukan presentasi melalui audio visual. Hadir pada kesempatan tersebut para Dekan Fakultas UAD.

Menurut Kepala Kantor Urusan Internasional (KUI) UAD, Ida Puspita, M.A.Res., kerja sama tersebut memuat beberapa poin kesepakatan. Kedua pihak akan mengadakan kerja sama dalam berbagai kegiatan seperti joint research, partisipasi dalam seminar internasional dan diskusi akademik, double degree untuk program sarjana dan pascasarjana dalam kelas internasional, pertukaran dosen dan mahasiswa, dan publikasi buku. (doc)

 

Bawaslu Gandeng Fakultas Hukum UAD Sukeskan Pemilu 2014

Auditorium Kampus I UAD menjadi saksi dicetuskannya “Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu 2014”. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan  Fakultas Hukum UAD menjalin kerja sama dalam Seminar Nasional “Peran Perguruan Tinggi dan Sekolah dalam Pengawasan Pemilu 2014” yang diselenggarakan hari Jumat (27/9). Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mendorong masyarakat, terutama mahasiswa dan pelajar untuk menyukseskan pemilu 2014. Seminar ini dihadiri oleh Dr. Muhammad, S.IP., M.Si. (Ketua Bawaslu RI), Dr. Ferry Rizky Kurniawan (anggota KPU RI), Dr. Zaenal Arifin, S.H., LL.M. (Pengamat Politik dan Pegiat Anti Korupsi), dan Rahmat Muhajir Nugroho, S.H., M.H (Dekan Fakultas Hukum UAD).

“Pemilu 2014 adalah milik rakyat. Bukan milik caleg, DPR, atau pejabat,” demikian ditegaskan Ketua Bawaslu RI. Para narasumber menekankan bahwa peran masyarakat sangatlah vital, terutama mahasiswa dan pelajar sebagai juru kunci suksesnya pemilu yang akan datang. Pada sesi yang lain, Dekan Fakultas Hukum menambahkan bahwa Yogyakarta merupakan barometer demokrasi Indonesia dengan melihatnya sebagai wadah mahasiswa dan pelajar dalam menempuh pendidikan.

Seminar ini berlangsung dengan semangat diskusi yang tinggi antara narasumber dan peserta yang merupakan mahasiswa. Hal ini terlihat dari antusiasme mereka dalam beberapa pertanyaan. Bawaslu juga mengajak mahasiswa dan pelajar turut serta sebagai pengawas pemilu. Para narasumber berharap dengan adanya gerakan sejuta relawan pengawas pemilu, tidak hanya sekedar dorongan tetapi upaya aktif dari semua kalangan demi suksesnya pemilu 2014 yang jujur, bersih, dan adil. (hry)

UAD Ramaikan Pameran KKN Posdaya di UIN Sunan Kalijaga

         Yogyakarta (8/10), sebelas stand produk Posdaya Universitas se-DIY dan Jateng berkumpul di gedung Multipurpose UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pameran Produk Posdaya diselenggarakan dalam rangka mensyukuri kelahiran UIN Sunan Kalijaga ke-62 serta memamerkan produk posdaya dari sebelas universitas se-DIY dan Jateng.

“Kemitraan posdaya ini kedepan diharapkan meningkatkan ekonomi rakyat karena ekonomi rakyat yang menompang kestabilan ekonomi nasional. Mudah-mudahan posdaya ini memberikan manfaat sebesar-besarnya” terang Bapak Prof.Dr. H. Musa Asy'arie selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga saat pembukaan Pameran.

            Dengan tema Posdaya sebagai Upaya Memperkuat Pondasi Ekonomi dan Kebudayaan Bangsa, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang diwakili kelompok Posdaya RW 05 dan Posdaya Konco Himo RW 3 Patangpuluhan Kecamatan Wirobrajan turut  meramaikan acara tersebut.

Produk yang dipamerkan UAD beragam, mulai dari makanan tradisional, minuman tradisional dan tas dengan berbagai model yang unik. Hasil produk-produk tersebut adalah hasil binaan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) UAD melalui KKN Tematik Posdaya UAD 2 dari 34 posdaya di kecamatan Wirobrajan. (IYNP)

Terapkan Surat QS Al-Mutaffifin pada Metrologi

“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan. Dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain) mereka mengurangi” (QS Al-Mutaffifin ayat 1-3)

Barangkali ayat di atas mengingatkan kembali tentang sebuah kejujuran pada sebuah timbangan dalam berdagang. Dipaparkan Ida Suryanti Lestari, S.H, M.H., bahwa dalam penerapannya tak jarang didapati adanya kecurangan. Seperti dalam dunia perdagangan, “Adanya pengurangan takaran pada penimbangan barang merupakan sebuah kecurangan terhadap konsumen” terangnya pada Kuliah Umum Prodi Fisika Rabu (25/09) di Laboratorium Fisika Dasar Kampus 3 Universitas Ahmad Dahlan (UAD)

Lebih lanjut Ida Suryanti Lestari yang bekerja selama 22 tahun di Badan Metrologi Daerah Istimewa Yogyakarta mengungkapkan bahwa metrology atau ilmu pengetahun mengenai pengukuran yang menyangkut semua aspek baik teori maupun terapannya itu, mempunyai dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Seperti dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat, serta dalam bidang ilmu pengetahuan dan dalam bidang teknologi.

“Melihat dampaknya yang begitu besar terhadap kehidupan manusia, dalam pedoman hidup orang Islam, Alqur’an Surat Al-Mutaffifin ayat 1 s.d 3 sebenarnya sudah menjelaskan tentang bagaimana harusnya kita beretika dalam kegiatan takar-menakar. Tak hanya Al-Mutaffifin dalam QS Al-An’am ayat 152, QS Ar-Rahman ayat 8-9 dan masih banyak ayat-ayat yang lain yang menjelaskan tentang metrologi. Hal ini seharusnya bisa menjadi pedoman kita dalam penerapan metrologi” lanjutnya. (Doc)

Pelatihan PKM Fakultas Farmasi: Kreativitas tanpa Batas

      Departemen Keilmuan dan Pengembangan Farmasi (KPF) BEM Fakultas Farmasi berkerjasama dengan Pharmatech mengadakan pelatihan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada hari Minggu (6/10). Acara berlangsung dengan model diskusi panel di ruang 203 Fakultas Farmasi.

      Pelatihan yang mengusung tema “Kreativitas tanpa Batas” ini bertujuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa Farmasi tentang seluk beluk PKM. Hadir Dr. Laela Hayu Nurani, M.Si., Apt , Dr. rer. net. Endang Darmawan, M.Si dan Aziz Ikhsanuddin, M.Sc.,Apt. sebagai dosen pembicara. Dari mahasiswa, hadir empat pemenang PKM dari berbagai bidang. Mereka hadir Mary Fatriyah (PKM-P), Ferry Yusmiyato S.T (PKM-KC), Dinan Yulianto (PKM-T) dan Edwin Daru Anggoro, S.Farm.,Apt (PKM-M). Para pemenang PKM membagi pengalaman mereka agar mahasiswa lain ikut termotivasi mengikuti PKM selanjutnya.

      “Semoga setelah pelatihan ini semakin banyak mahasiswa Farmasi yang mengikuti PKM sehingga peluang untuk lolos PKM DIKTI dan lolos PIMNAS semakin lebar untuk Fakultas Farmasi,” ungkap Dr. Nining Sugihartini, M.Si., Apt selalu Wakil Dekan Fakultas Farmasi. Baiq Lenysia Puspita Anjani sebagai Ketua Panitia Pelaksana berharap pelatihan ini dapat bermanfaat sebagai batu loncatan mahasiswa untuk termotivasi mengerjakan PKM untuk mengharumkan nama Fakultas Farmasi UAD di kancah nasional.

      Program kerja terakhir dari Departemen KPF kali ini mencapai target peserta sebanyak 150 mahasiswa yang diikuti oleh mahasiswa seluruh angkatan dari angkatan 2010-2013. Iqlima, seorang mahasiswa peserta, menyatakan bahwa pelatihan tersebut membuat dirinya dapat menyusun proposal PKM dan juga skripsi dengan lebih baik.(Doc)

 

Kurikulum Berbasis Genre, Mungkinkah?

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UAD Yogyakarta

Beberapa waktu lalu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Prof Dr Mahsun menyatakan, pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 berubah arah dengan paradigma bahasa sebagai sarana berpikir. Untuk itu, kata Mahsun, Kurikulum 2013 membelajarkan Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre. Pertanyaannya, apa dan bagaimana pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre dari jenjang SD sampai SMA diterapkan?

Pernyataan Prof Dr Mahsun yang juga Guru Besar Linguistik Universitas Mataram itu, penting untuk digarisbawahi. Apa pasal? Praktisi bahasa dan terutama guru Bahasa Indonesia saat ini masih kebingungan dengan adanya pengintegrasian materi pelajaran sains (IPA) dengan Bahasa Indonesia. Hal itu, saya kira suatu hal yang wajar, mengingat para guru Bahasa Indonesia, terutama SD belum terlatih/terbiasa dengan pendekatan tematik-integratif.

Selain itu, para guru Bahasa Indonesia masih bingung akan pengertian teks atau genre. Dalam benak mereka, teks atau genre itu hanyalah bersifat bacaan, seperti buku, majalah, dan jurnal. Padahal, teks atau genre yang dibelajarkan dalam Kurikulum 2013 mencakup teks tulis dan lisan. Apabila ingin menargetkan siswa mampu memiliki keterampilan menyimak berita, maka teks atau genre yang dibelajarkan ialah bahan simakan berupa pembacaan berita.

Meski demikian, model pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre juga mengandung persoalan. Selain faktor guru yang belum memahami model pembelajaran tersebut, faktor evaluasi pembelajaran juga belum jelas. Misalnya, pelajaran Bahasa Indonesia digabungkan dengan pelajaran sains (IPA) di SD. Penggabungan kedua pelajaran itu, suka atau tidak, akan menyebabkan terjadinya penghilangan target-target kompetensi yang hendak dievaluasi guru.

Sebagai contoh, target kompetensi berbahasa siswa adalah berbicara. Sementara itu, target pengetahuan sains siswa adalah manfaat air hujan bagi kehidupan sehari-hari. Jika posisi Anda sebagai guru Bahasa Indonesia, lantas apa yang dapat diukur dari dua target tersebut, yang keduanya sama-sama akan dijadikan sebagai standar kompetensi lulusan? Solusinya sederhana: ujian bahasa untuk menilai kompetensi berbahasa, demikian pula ujian sains.

Faktor evaluasi pembelajaran, terlebih dalam pelajaran Bahasa Indonesia, lebih banyak dikembangkan lewat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Celakanya, faktor tersebut banyak diabaikan oleh para guru Bahasa Indonesia. Agaknya, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu memikirkan hal tersebut, dengan duduk bersama para pakar evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra. Semoga ini segera terwujud![]