Photovoice Anak Jalanan di UAD
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta bekerja sama dengan University of South Africa (UNISA) mengadakan penelitian “Voicing and Empowering the Vulnerable Group through Indigenous Community Psychology”. Implementasi dari kerja sama ini berupa gelar photovoice (suara foto).
Gelar photovoice pertama telah berlangsung April lalu dengan peserta dosen dan karyawan perempuan di Fakultas Psikologi. Semantara yang kedua, peserta merupakan anak jalanan perempuan di Yogyakarta. Sebelum memamerkan hasil photovoice, para anak jalanan mengikuti workshop selama tiga hari sekali 9-11 Juli 2018.
Penelitian ini didanai LPPM UAD melibatkan dosen dari UAD dan UNISA. Di antaranya Prof. Mohammed Seedat dari UNISA, Dr. A.M. Diponegoro, Elli Nurhayati, Ph.D., dan Dessy Pranungsari, M.Psi, ketiganya dari UAD.
Penelitian ini mengambil subjek delapan anak jalanan perempuan di Yogyakarta dan mengikutsertakannya sebagai bagian dari tim peneliti untuk menentukan tema foto dan persiapan pergelaran karya photovoice.
Elli Nurhayati, mewakili peneliti menjelaskan, gelar photovoice yang menggandeng anak jalanan perempuan tersebut untuk memperingati hari anak nasional pada 23 Juli. “Kegiatan ini untuk melihat sisi lain kehidupan anak-anak jalanan Indonesia. Banyak dari mereka yang harus berada di jalanan untuk menyambung hidup. Bahkan beberapa sudah ada yang memiliki anak.”
Ia mengingatkan masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di Indonesia, utamanya menyangkut anak-anak. Anak jalanan memiliki hak untuk mengenyam pendidikan dan hidup layak sebagaimana anak-anak pada umumnya. Ia berharap, dengan photovoice ini akan memberi stimulus kepada orang lain untuk lebih peduli terhadap anak jalanan.
Gelar photovoice diselenggarakan di green hall kampus 1 UAD, Jln. Kapas 9, Semaki, Yogyakarta, Sabtu (21/7/2018). Delapan anak jalanan perempuan yang ikut berusia 12-18 tahun yang sehari-hari bekerja di lesehan kopi jos, sepanjang Malioboro dan alun-alun utara Yogyakarta.
Anak-anak jalanan perempuan ini sebelumnya dikenalkan mengenai fotografi, membuat narasi, mendiskusikan masalah keseharian, pengambilan foto, dan mendiskusikan hasil foto untuk pameran. Selain itu, anak-anak ini juga diajak memanfaatkan fotografi sebagai alat untuk menyuarakan dan menyampaikan isu-isu yang berdampak dalam kehidupan mereka.
Mustika, salah satu peserta mengungkapkan susahnya saat mengambil gambar. “Susahnya saat banyaknya orang lewat, gelap, kesenggol-senggol. Paling susah lagi saat membuat narasi untuk menjelaskan fotonya,” terang gadis berusia 14 tahun ini.
Dari yang diungkapkannya, setelah membuat narasi dan foto, ia merasa lega. Sebab bisa membagikan dan menceritakan sedikit dari kehidupannya di jalanan kepada orang-orang. Mustika juga senang mendapat ilmu baru, meskipun ia dan teman-temannya hanya memotret menggunakan gawai seadanya. (ard)