Kajian Ramadhan 1434H (3):”Mendidik Generasi dengan Hati Nurani”

Dalam rangka menyemarakkan bulan suci Ramadhan 1434H, akan diselenggarakan beberapa agenda kegiatan. 

Berikut agenda III: Kajian Ramadhan  

Tema: Mendidik Generasi dengan Hati Nurani

Pembicara: dr. H. Agus Taufiqurrahman, M.Kes.

Hari, Tanggal : Senin, 22 Juli 2013

Waktu : 09.00 – 10.30 WIB

Tempat: Masjid Darunnajjah (Kampus III)

 

Kajian Ramadhan 1434H (2):”Menjadi Muslim yang Shaleh”

Dalam rangka menyemarakkan bulan suci Ramadhan 1434H, akan diselenggarakan beberapa agenda kegiatan. 

Berikut agenda II: Kajian Ramadhan  

Tema: Menjadi Muslim yang Shaleh: Belajar dari KH. Ahmad Dahlan

Pembicara: H. Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I

Hari, Tanggal : Sabtu, 20 Juli 2013

Waktu : 09.00 – 10.30 WIB

Tempat: Masjid Darusakirin (Kampus II)

 

Kajian Ramadhan 1434H (1): “Menjadi Muslim Kaffah”

Dalam rangka menyemarakkan bulan suci Ramadhan 1434H, akan diselenggarakan beberapa agenda kegiatan. 

Berikut agenda I: Kajian Ramadhan  

Tema: Menjadi Muslim Kaffah

Pembicara: Dr. H. Haedar Nashir, M.Si.

Hari, Tanggal : Senin, 15 Juli 2013

Waktu : 09.00 – 10.30 WIB

Tempat: Masjid Darussalam (Kampus I)

 

FKIP Menyelenggarakan Olimpiade untuk SD,SMP dan SMA/SMK Muhammadiyah se-Sleman

Tujuh program studi di FKIP UAD (Pendidikan Biologi, Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Guru SD dan Pendidikan Guru PAUD) bekerja sama dengan Dikdasmen Muhammadiyah Sleman menyelenggarakan Olimpicad (Olimpiade Ahmad Dahlan) bagi seluruh sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK Muhammadiyah se-Kabupaten Sleman. Olimpiciad diselenggakan pada hari Rabu, 26 Juni 2013 bertempat di SMK Muhammadiyah Pakem.

Tema yang diangkat adalah “Membangun Sinergi Kompetisi Mutu dan Kualitas  serta Prestasi SekolaMuhammadiyah di Kabupaten Sleman”. Acara ini merupakan persiapan seluruh sekolah Muhammadiyah di Sleman menghadapi OSN 2014.

Olimpiade ini meliputi berbagai cabang, yaitu: Matematika (SD, SMP, SMA/SMK), IPA SD, Biologi (SMP, SMA/K), Fisika (SMP, SMA/SMK), Pidato, Tapak Suci, Atletik dan Ismubaris. Acara diresmikan oleh Wakil Bupati Sleman, dan juga dihadiri oleh Wakil Rektor IV UAD, Prof. Sarbiran Ph.D serta segenap jajaran Dikdasmen Sleman serta para guru yang mewakili sekolah. 

Olimpicad ini juga dibantu oleh mahasiswa UAD sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat. Pemenang dari olimpicad, masing-masing sebanyak 5 orang pemenang. Selanjutnya akan dibimbing maju OSN seleksi kabupaten” tutur Pak Saiful Fahmi [fhm]

 

Membentuk Karakter Melalui Cerita Motivasi

 

Sule Subaweh

Karyawan UAD

Pengamat Pendidikan

Pendidikan berkarakter pada kurikulum 2013 begitu ramai diperbincangkan. Bahkan pemerintah telah siap dengan kurikulum terbaru berbasis karakter Kemahiran Berfikir secara Kreatif dan Kritis (KBKK) untuk direalisasikan. Kurikulum yang didesain dengan tujuan agar siswa mendapat latihan berfikir secara kritis dan kreatif untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan bijak, dapat mengaplikasikan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara lebih praktik sama ada di dalam atau di luar sekolah, dan dapat menghasilkan idea atau ciptaan yang kreatif dan inovatif.

Pendidikan karakter mengingat telah terjadi degradasi moral pada masyarakat bangsa kita ini khususnya generasi penerus bangsa. Pertanyaannya apakah perubahan kurikulum ini bisa menjamin terbentuknya karakter anak?

Faktor guru

Salah satu faktor keberhasilan kurikulum adalah guru. Banyak guru-guru atau pendidik cerdas di antara kita, namun hanya segelintir dari mereka yang jujur dan bisa membakar semangat siswanya untuk belajar. Mereka cerdas, pengetahuannya luas tapi tidak banyak dari mereka yang bisa membangun motivasi anak didiknya. Sebab itulah banyak siswa hanya bisa menghafal daripada mengembangkan. Banyak siswa yang tidak mampu menjangkau imajinasinya untuk berkembang sehingga imajinasi yang muncul adalah pikiran-pikiran yang kurang bermanfaat yang mengakibatkan mereka tidak punya karakter yang bermoral.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya retorika guru dalam menyampaikan pelajaran. Retorika yang menyelipkan unsur motivasi dalam mata pelajaran masih jarang digunakan oleh guru. Sehingga siswa hanya menerima tanpa bayangan motivasi atas apa yang diterimanya.

Kebanyakan guru hanya bisa bercerita tanpa muatan motivasi yang kuat. Lepas dari dunia diksi bercerita. Banyak guru yang hanya mendapatkan bahan ajar dari literatur internet atau buku. Buku akan berbeda rasa dan imbasnya di hati ketika seseorang itu mengalami sendiri apa yang ia ucapkan. Sebenarnya jika guru mampu bercerita dengan baik, sekalipun menggunakan bahan dari buku cerita yang dibaca dan mampu memberikan motivasi, itu tidak masalah. Hanya saja tidak banyak guru yang bisa bercerita dengan baik. Maksudnya tidak sebaik menceritakan pengalamannya sendiri. Sehingga banyak pesan moral dalam cerita tidak sampai dengan baik.

Dengan pengalaman guru sendiri siswa akan mendapat asupan motivasi dari sumber yang tepercaya. Seorang guru melalui cerita yang dialaminya menjadi bahan ajar bagi anak didiknya. Dengan bercerita tentang pengalamannya sendiri, siswa akan lebih yakin bahwa apa yang didengarnya begitu nyata. Sebab orang yang mengalami sebuah peristiwa dialah pendongeng yang sesungguhnya.

Orang yang menceritakan pengalamanya sendiri akan lebih lues, dengan aliran alur cerita yang sudah menyatu dengan dirinya sendiri. Sehingga terlihat dan terasa begitu nyata. Terlebih dengan gaya bahasa yang baik.

Mari jadikan diri kita sebagai sosok pendidik yang mampu memberi motivasi hidup untuk anak didik kita melalu cerita inspiratif dari diri kita sendiri, bukan hanya cerita bualan kosong tapi sebuah realita hidup. Semua kalimat motivasi yang berasal dari pengalaman hidup akan lebih bermakna dan membekas di lubuk hati setiap orang yang mendengarnya. Guru dengan segudang pengalaman hidup, seluas samudra ilmu dan wawasannya, sebening air budi dan akal kita. Maka menamkan karakter pada anak tidak akan sulit, karena mereka melihat sosok kita benar seperti apa yang mereka lihat di depan mata. Dengan begitu sisiwa dapat meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan seterusnya perkembangan intelek mereka yang berkarakter. Semoga.

Membangun Kemandirian Guru dalam Menghadapi Perubahan

 

Amaliyah Ulfah, M. Pd

Dosen PGSD Universitas Ahmad Dahlan (UAD).

Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan suatu keinginan atau kehendak tanpa meminta bantuan orang lain. Kemandirian merupakan salah satu sikap yang wajib dimiliki oleh seorang guru karena mendasari keberhasilan sebuah pendidikan. Bagaimana tidak, gurulah yang menjadi sentral pelaksana pendidikan. Sebagai pelaksana pendidikan guru mempunyai tugas yang sangat penting yaitu bertugas membimbing dan mengarahkan peserta didik agar bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Namun pendidikan di Indonesia saat ini masih tersandung masalah besar terutama berkaitan dengan kualitas gurunya. Menurut data dalam Education for All (EFA) Global Monitroring Report 2011 yang dikeluarkan UNESCO, indeks pembangunan pendidikan Indonesia mengalami penurunan dari urutan 65 menjadi 69 dari 127 negara yang disurvei. Sedangkan menurut Tabel Liga Global yang diterbitkan oleh Firma Pendidikan Pearson, sistem pendidikan di Indonesia menempati peringkat terendah di dunia bersama Meksiko dan Brasil. Keadaan ini sangat memprihatinkan dan mengindikasikan bahwa kualitas manusia Indonesia pada umumnya masih rendah.

Seorang guru adalah model bagi peserta didiknya, untuk itu sudah seharusnya guru memiliki kecakapan-kecakapan yang patut dicontoh seperti kemandirian hidup yang kuat. Dasar utama guru mandiri adalah memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan yakin bahwa dirinya mempunyai potensi luar biasa dan tidak dimiliki oleh sembarangan orang. Jadi sebagai guru jangan sekali-kali minder atau merasa tidak mampu karena sesungguhnya perasaan-perasaan seperti itu hanya akan menjadi penghalang besar untuk menghantarkan anak didik menuju gerbang keberhasilan.

Selain memiliki rasa percaya diri, sosok guru mandiri harus mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap segala tugas yang diberikan. Menurut Djamarah tugas utama seorang guru adalah menciptakan suasana atau iklim proses pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat. Namun lebih luas lagi, tugas seorang guru tidak hanya terbatas mengajarkan ilmu pengetahuan, melainkan memotivasi, membimbing, menumbuhkembangkan nilai-nilai, melatih keterampilan-keterampilan, dan mengabdi pada masyarakat dan negara.

Guru mandiri juga harus memiliki inisiatif dan kreatifitas yang tinggi. Guru harus mampu mengeksplorasi semua potensi dan kemampuan dalam dirinya. Guru yang memiliki banyak inisiatif dan kreatifitas harus akrab dengan berbagai sumber keilmuan, selalu up to date dan tidak kehabisan akal untuk menelurkan ide-ide, menyusun strategi pembelajaran yang efektif, dan menciptakan media pembelajaran yang menarik. Guru tidak boleh kering inspirasi karena akan mudah terserang penyakit-penyakit profesi seperti KUSTA (Kurang Strategi), KUTIL (Kurang Terampil), dan LESU (Lemah Sumber). Keberhasilan seorang guru yang kreatif terletak pada kepuasan dan pemahaman peserta didik setelah menerima materi pelajaran yang diberikan.

Guru mandiri sebaiknya juga terbuka dan bisa menerima pendapat orang lain. Menurut Reber guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman kerja, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Guru juga mau menerima kritik dengan ikhlas dan memiliki respon terhadap pengalaman emosional orang lain. Keterbukaan psikologis sangat diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan yang harmonis antara pendidik dan peserta didik. Jika seorang guru memiliki keterbukaan diri, maka akan lebih mudah menyesuaikan diri.

Selain terbuka, guru mandiri juga harus bisa menghargai waktu dengan baik. Guru yang menghargai waktu akan selalu berusaha melaksanakan segala tugas tepat waktu dan tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Dengan berlatih mengatur waktu secara baik maka guru memiliki kesempatan besar untuk meningkatkan produktifitas. Belajar menghargai waktu juga sama saja dengan menghargai anugerah Tuhan, dirinya sendiri, dan orang lain. Untuk itu mulailah dari diri kita membudayakan tepat waktu agar lebih mengetahui arti pentingnya waktu dalam kehidupan.

Aspek terakhir yang harus dimiliki oleh guru mandiri adalah siap menerima perubahan apapun. Pendidikan di Indonesia terkenal tentatif atau sementara yang memang terlihat dari seringnya terjadi perubahan kebijakan atau kurikulum dalam kurun waktu relatif singkat. Parahnya, kebanyakan guru biasanya selalu menunggu aba-aba dari pemerintah untuk berubah, dan jika perubahannya tidak sesuai dengan keinginan ataupun kemampuan maka terkena virus kegelisahan (galau). Guru yang bertindak seperti ini akan susah berkembang, mudah depresi, dan terperangkap dalam ketidakpastian.

Apa jadinya pendidikan di negeri ini jika gurunya saja sering mengalami kegalauan? Perlu disadari bahwa profesi guru adalah anugerah dari Tuhan yang tidak ternilai harganya. Guru seharusnya tidak hanya menjadi guru kurikulum, tetapi harus benar-benar memiliki komitmen dan kemandirian yang tinggi agar tidak mudah terombang ambing arus perubahan jaman yang tidak tentu.

Temu Alumni FMIPA: Tunjukkan Bakti Ke Masyarakat

Pada hari Ahad (7 Juli 2013) temu alumni akbar Keluarga Alumni MIPA Universitas Ahmad Dahlan (KAMIDA). Dengan adanya temu alumni tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan ukhuwah dan silaturahim antar alumni dan antara alumni dengan UAD.  Selain itu, acara tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk tracer study yaitu mengetahui keberadaan alumni saat ini. Dari penelusuran ini akan terlihat outcome dari lulusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sehingga data tersebut bisa digunakan sebagai bahan evaluasi kurikulum dan proses pembelajaran di Fakultas MIPA.

Tracer study di sebuah perguruan tinggi adalah hal yang wajib dilakukan. Tracer study atau penelusuran jejak alumni memegang peran yang sangat penting untuk mengetahui sejauh mana kiprah para alumni di dunia kerja. Adanya tracer study ini penting untuk memastikan akurasi dari keterserapan lulusan pada bidang yang sesuai dengan kompetensi yang telah diperoleh di bangku kuliah.

Keterserapan lulusan di bidang yang sesuai dengan kompetensinya dapat memberikan jaminan bahwa kurikulum dan proses pembelajaran di bangku kuliah sudah sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk  pengendalian mutu dari lulusan (FMIPA). Sebagaimana dijelaskan Bagus Haryadi, S.Si., M.T. selaku Ketua panitia temu alumni MIPA sekaligus Ketua KAMIDA bahwa seiring dengan perkembangan jaman dan ketatnya persaingan global dalam dunia kerja maka Fakultas MIPA harus mampu untuk meningkatkan mutu lulusannya sehingga benar-benar sesuai dengan visi misi yang dicanangkan oleh Fakultas MIPA.

FMIPA yang terdiri dari 4 program studi yaitu Fisika Melins (Metrologi, Elektronika dan Instrumentasi), Sistem Informasi, Matematika dan Biologi sejak awal sudah membekali mahasiswa dengan ilmu dan ketrampilan bidang sains dan komputer sehingga lulusannya diharapkan akan siap bersaing mengisi kebutuhan pasar kerja bidang tersebut baik di dunia industri, pemerintah atau swasta baik menjadi praktisi atau tenaga profesional.

Kegiatan temu alumni ini mengambil tema bhakti alumni MIPA untuk UAD dan masyarakat. Adapun rangkaian acara yang dilakukan pada temu alumni kali ini, selain sarasehan alumni juga dilaksanakan kerja bhakti alumni untuk membersihkan lingkungan di sepanjang jalan depan kampus 3. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan kesehatan gratis dan bazar sembako bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kampus 3 UAD.

Kegiatan ini dimaksudkan sebagai wujud nyata bagi keinginan para alumni untuk tetap menyatu dengan almamater dan juga masyarakat sekitar yang telah membantu para alumni melewati hari-hari penting dalam perjalanan hidupnya di masa yang lalu. Hal ini juga menunjukkan bhakti para alumni bagi UAD khususnya dan masyarakat sekitarnya.

39 Lulusan FKM UAD Resmi di Lepas oleh Dekan

 

Bertempat di Oemah Djowo Restauran Kamis (4/7) Rosyidah,S.E.,M.Kes selaku Dekan FKM secara resmi melepas 39 lulusan yang diwisuda hari Sabtu (6/7). Acara yang diberi nama inagurasi wisudawan/ti ini diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan (IKAKESMADA). Pada acara tersebut juga diberikan penghargaan kepada lulusan terbaik FKM yaitu Surya, Dewi dan Eko Maulana. Kegiatan yang diselenggarakan secara rutin tersebut bertujuan sebagai awal komunikasi dengan para alumni baru sehingga arus informasi dan komunikasi tetap berjalan dengan baik. Selain itu, juga dilangsungkan launching website alumni FKM yang saat ini menjadi satu-satunya website yang dimiliki keluarga alumni di UAD dengan alamat www.alumnifkmuad.net.

Dekan FKM Rosyidah dalam sambutannya mengingatkan kepada para lulusan untuk tidak melupakan yang telah didapat selama proses belajar di FKM. “Semoga para alumni berjaya di masa mendatang, setidaknya sudah lebih dari 700 orang alumni FKM UAD yang tersebar di Nusantara” terangnya.

Lebih lanjut Rosyidah memaparkan, setelah menjadi alumni diharapkan masih ada kontribusi nyata untuk FKM melalui Ikakesmada. Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH selaku ketua Ikakesmada. “Keberadaan website ini juga sebagai wadah untuk bertukar informasi dan menjalin komunikasi antar alumni sehingga perlu dimanfaatkan dengan baik” terangnya lebih lanjut dalam sambutannya. Peran alumni bagi perkembangan FKM masih sangat dibutuhkan sehingga komunikasi harus tetap berjalan dan ada sinergisitas yang baik.

Keluargaku, Sekolah Pertamaku

 Avanti Vera Risti P

 Dosen PG PAUD UAD

Keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak. Sebelum memasuki usia sekolah anak baru mengenal keluargan ayah, ibu, adek, kakak, atau kakek nenenkny. Merekalah yang menjadi guru pertama bagi anak dan rumah sekolah pertamanya. Hal tersebut berlangsung sampai sekitar usia 3 tahun, dikarenakan rata-rata usia anak masuk sekolah lebih kurang 3-4 tahun, sehingga selama usia anak belum masuk sekolah keluargalah sumber utama belajarnya. Anak akan belajar berbagai macam hal yang dia lakukan bersama dengan keluarganya, baik berperilaku, berbicara, maupaun pola berfikir. Semua anak pelajari tanpa paksaan namun secara natural.

Pengalaman belajar anak pertama kali berasal dari interaksi dengan keluarganya, karena anak belajar dari apa yang mereka alami. Anak mengalami pengalaman pertamanya bukan dari sekolah, guru, teman atau bukunya tetapi dari keluarganya. Ada kalimat yang menyatakan “children see children do”. Kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa apa yang anak lihat itu yang akan dilakukannya. Bila dalam keluarga tumbuh rasa menyanyangi, menghargai, kejujuran, atau rasa aman maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, penuh kasih sayang, adil, optimis dan sabar. Sebaliknya bila anak sering mendengar ejekan, kritikan, mendapat kekerasan, dan suka dipermalukan maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang suka melawan, belajar berkelahi, merasa malu dan perasaan bersalah. Kesemua itu diperoleh dari keluarga, sebagai komunitas yang paling dekat dengan anak.

Secara tidak sadar orang tua mengajarkan kepada anaknya, bagaimana dalam bersikap, berbicara, dan menanggapi persoalan. Hal tersebut karena keluargalah individu-individu yang pertama mereka kenali. Misalnya, anak belajar berbicara pertama kali dengan meniru bahasa ibunya, belajar perilaku dengan mellihat orang tuanya. Dia mengamati, meniru dan memodifikasi apa yang dia alami dan akan dikreasikan dalam perilaku sehari-hari. Terkadang anak membantah atau mengabaikan perkataan orang tuanya, tapi anak tidak akan berbuat seperti itu karena anak tidak pernah tidak meniru sikap seperti itu dikeluarganya.

Sikap, perbuatan, gaya hidup, pola kerja, status ekonomi, dan pengalaman orang tua mempengaruhi cara mengasuh atau mendidik anak dalam keluarga. Dengan berkembangnya teknologi, membuat anak semakin dijauhkan dari interaksi secara langsung dengan anggota keluarga. Ketika anggota keluarga berkumpul, mereka asyik dengan kegiatan masing-masing. Anak sibuk dengan mainan Play Station, orang tua sibuk dengan mobile celulernya ataupun gadget yang lain sehingga muncul kalimat bahwa, gadget “mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”. Waktu yang berkualitas antara anak dengan keluarga semakin berkurang, mengobrol atau bercerita sudah tidak menjadi rutinitas yang ditunggu tetapi menjadi peristiwa yang langka. Ditambah dengan kesibukan orang tua dengan pekerjaan menjadikan anak sebagai korban. Waktu anak lebih banyak dihabiskan dengan pengasuh, padahal tugas pengasuh hanya membantu bukan menggantikan orang tua.

Lingkungan keluarga sebagai pembentuk karakter anak sejak dini. Dengan perlakuan tertentu anak akan menjadi apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Karakter anak dibentuk berdasarkan lingkungannya. Bila kita ingin anak menjadi seseorang yang gemar membaca, maka sejak kecil diperkenalkan dengan buku, gambar, cerita dan membiasakan anak mendengar dongeng sebelum tidur. Selain itu pula sediakan fasilitas yang mendukung anak agar nyaman ketika membaca seperti bantal besar sebagai tempat duduk, karpet yang nyaman. Sediakan juga rak buku yang tertata rapi, sehingga mudah dijangkau oleh anak. Orang tua juga menunjukkan bahwa membaca sebagai rutinitas sehari-hari, sehingga anak dengan sendirinya akan terpengaruh dan mulai menyukai kegiatan membaca.

Bergesernya peran orang tua dalam keluarga memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak. Interaksi dengan keluarga tidak dipengaruhi oleh kuantitas tetapi lebih kepada kualitas. Beri perhatian penuh kepada anak meskipun hanya dilakukan beberapa jam saja, dengan tindakan sederhana seperti menyingkirkan gadget selama berinteraksi dengan anak. Sebagai orang tua, jadikan keluarga sebagai tempat yang nyaman bagi anak untuk berbagi berbagai hal yang anak temui di luar. Ciptakan kegiatan yang bisa melibatkan seluruh anggota keluarga dengan memberikan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan anak. Paling tidak dalam satu minggu ada hari dimana seluruh anggota keluarga dapat menikmati waktu bersama-sama. Apabila anak lebih dekat dengan keluarga dibandingkan dengan lingkungan di luar maka kepribadian mereka akan mudah dipengaruhi hal-hal yang negatif. Namun bila dari awal keluarga adalah tempat yang nyaman untuk meraka belajar apa saja dalam kehidupan maka anak akan menjadi pribadi yang tangguh.

Akibat Anak Selalu di Depan TV

Penulis adalah Ketua Program Studi PGPAUD

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Ahmad Dahlan

Mahasiswa Social Science Universiti Sains Malaysia

Memberikan dongeng kepada anak, dengan cerita sederhana, penuh kelembutan dapat dipakai untuk mendekatkan emosi serta mantransfekan nilai etika moral kepada anak. Lebih baik daripada membiarkan anak asik di depan TV.

            TV merupakan media hiburan yang tidak lagi memberikan efek pendidikan dan menanamkan nilai luhur. Ia Lebih banyak menampilkan hiburan, promosi serta informasi yang terkadang justru merusak moralitas anak. Meski selalu dianjurkan agar orangtua menyertai dan mendampingi anak ketika menonton TV. Namun mungkinkah semua orangtua mampu dan punya waktu? Jikapun ada waktu, bagaimana dengan tayangan-tayangan yang menyesatkan yang sangat sulit dihindari meski telah memilih dengan hati-hati. Bagaimana ketika anak memilih sendiri ketika orangtua tidak ada di rumah, sementara saat ini tidak ada lagi toleransi bagi pendidikan untuk mengcounter acara. Di Negara yang sadar akan pendidikan, sangat selektif  terhadap boleh tidaknya acara ditayangkan, namun di Negara kita. Sangat sulit bukan? Maka mari kita lihat berbagai dampak negative serta apa yang bisa dilakukan oleh orangtua.

            Kita mulai dari balita, mereka adalah anak yang tumbuh kembangnya dikendalikan oleh lingkungan. Sehingga peran lingkungan, diantaranya orangtua, teman, media bermain sangat diperlukan bagi perkembangan psikologisnya, baik kecerdasan, perkembangan emosi social, etika moral serta fisik motoriknya. Dengan kesempatan serta peluang yang diberikan kepada anak. Maka, potensi yang begitu luar biasa akan tumbuh dan berkembang pesat, sehingga terkadang fisik tak mampu lagi melayani kreativitasnya. Konon, orang genius hanya menggunakan 6 % saja dari potensinya.  Sesuatu yang asli (given) dari Tuhan adalah baik dan siap dioptimalkan. Namun bagaimana dan siapa yang siap diajak mengembangkannya?

            Perkembangan anak bermula dari perkembangan motorik selanjutnya diikuti perkembangan yang lain, bahasa, emosi, moral, kecerdasan social, keagamaan dll. Ketika anak banyak menonton TV bagaimana kesemuanya dapat dikembangkan? Anak yang semestinya berlatih berlari, main peta umpet, main layang-layang, nekeran, melompat dan lain-lain sudah digantikan dengan kotak ajaib. Sehingga, tulang-tulang anak-anak sekarang tidak kuat. Mereka menjadi manusia egois, karena bermainnya hanya sendiri dan dua arah. Padahal permaianan bagi anak, selain mengembangkan motorik, menguatkan tulangnya, mengendalikan emosi, melatih kehidupan social, serta dapat dipakai untuk  merangsang multi kecerdasan.        

Konsentrasi anak harus dilatih dan dikembangkan agar majadi anak yang cerdas. Jika waktu banyak dipakai untuk melihat TV, dengan jarak tertentu dan pergantian warna  yang sulit dihindari tentu akan menggangu mata dan konsentrasi anak, sehingga berefek terhadap belajar. Biasanya ketika melihat TV, secara tidak disadari sambil ngemil. Sehingga banyak ditemukan anak obesitas karena banyak duduk dan kegiatannya yang pasif. Makan makanan ringan dan malas bergerak. Dampak negative lainnya adalah terjadinya proses peniruan yang muncul secara tidak disadari.

Manusia adalah makhluk yang sangat unik, otaknya mampu menyimpan berbagai informasi penting dan tidak mudah hilang, apalagi jika hal itu terjadi secara terus menerus dan menarik bagi anak. Proses nontoni, niteni dan nerokke (konsep pendidikan Ki Hajar Dewantoro) benar-benar harus diperhatikan. Pada 2-3 th (pra sekolah) sangat dipengaruhi apa yang dilihat dan didengar) faham akan perintah sederhana, dapat menggunakan imaginasi untuk mewakili pikirannya. Usia  4-5 tahun anak dapat membangun kesan mental dalam bentuk imitasi, disinilah model peran sangat penting. Usia 7-11 tahun faham akan aturan serta makna hukuman. Jika tayangan TV dan jam tayangan banyak yang tidak mendidik bagi anak, kita dapat membayangkan bagaimana perkembangan perilaku anak didik kita.

Banyak dijumpai dalam permasalahan anak di sekolah maupun pada  biro konsultasi dimana orangtua banyak mengeluhkan perkembangan anaknya, mulai dari masalah sederhana sampai  yang kompleks. Diantaranya adalah: masalah konsentrasi, malas belajar, ngantuk di sekolah, bicarnya kasar, suka berkelahi, suka membantah, egois, pemalas. Dari manakah hal ini terjadi? Mari kita amati bersama, berapa jam anak kita duduk dan meilhat TV atau bermain bersama Laptop dengan game-game yang menarik? sepak bola, volli, tenis meja, melihat film perang.

Hasil riset oleh beberapa ahli hasil negative yang signifikan karena seringnya melihat TV dengan hal-hal yang negative dengan perilaku negative, sebagai efek peniruannya. Dr. Jesse Steinfield melaporkan studinya bahwa 94. 3 % film kartun menyajikan adegan kekerasan dan  81, 6 % sajian-sajian prime time menyuguhkan hal serupa. Sementara pengamat lain juga menemukan bahwa waktunya menonton TV rata-rata enam jam sehari (sementara batas toleransi adalah maksimal dua jam sehari untuk usia anak sekitar 3 hingga 7 tahun). Bagaimana dengan putra putri  kita?

Mari kita lakukan pengamatan, selanjutnya membatasi dengan cara yang edukatif. Bagi anak kecil, berikan kesempatan untuk bermain, membuat kesepakatan mengenai jam tayang dan acara TV. Memberikan kesibukan anak dengan berbagai permainan edukatif, mendongeng sebelum tidur sambil menerangkan efek negative TV agar anak dapat memahami secara perlahan-lahan. Disiplin, kesabaran, kasih sayang dan ketauladanan orangtua adalah kunci keberhasilan dalam mendidik.