Edi Kurniawan, atau yang biasa disapa Edi telah berhasil menulis 3 buah novel yang semuanya berupa novel anak-anak. Novel pertama berjudul Knight Survivor (Tombak dan Perisai Geni Giri), terbitan September 2011. Novel kedua berjudul Knight Survivor (Tombak dan Perisai Grojokan Amerta), rencana akan terbit bulan Maret 2012. Sedangkan novel ketiganya yang berjudul Liburan Andi Di Pontianak, masih dalam proses pengeditan.
Alumni Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Ahmad Dahlan (UAD) angkatan 2006 ini mengaku dirinya prihatin dengan novel-novel sekarang yang kurang memperhatikan hal-hal kecil sederhana yang sebenarnya bisa dijadikan inspirasi menulis novel. Pria berusia 24 tahun ini selama berproses selalu mendapat dukungan dan motivasi dari dosen maupun teman-temannya. Hal tersebut telah dirasakannya selama kuliah.
“Jangan pernah menyerah sebelum berusaha dan mencoba,” ujar pria pengoleksi buku fiksi fantasi ini. Ia pun berharap kedepan dapat terus mengembangkan bakat tulisnya dan tetap berkarya hingga bisa memberikan kebanggaan kepada para dosen yang selalu memberikan motivasi menulis selama kuliah, terlebih kepada UAD. (Bibit)
Sinopsis (sampel page) Novel Knight Survivor (Tombak dan Perisai Geni Giri):
Membuat Rencana
Seribu tahun dari sekarang, di Kota Pontianak hiduplah
seorang anak perempuan bernama Gea. Umurnya baru 11 tahun.
Ia memiliki wajah berbentuk hati serta hidung yang agak sedikit
mancung. Rambutnya yang panjang selalu ia kucir satu.
Ia memiliki adik bernama Egi. Umurnya baru 9 tahun. Ia
memiliki wajah berbentuk oval serta hidung yang mancung.
Rambutnya yang hitam ia potong cepak.
Ayah mereka adalah seorang pilot pesawat luar angkasa
yang membawa para turis untuk menjelajah luar angkasa dan
saat Egi berumur satu tahun serta Gea berumur tiga tahun,
pesawat yang dikemudikan ayah mereka mengalami kecelakaan.
Sebuah batu asteroid menabrak pesawat yang dikemudikan
ayah mereka. Tak ada satu orang pun yang selamat dalam
kecelakaan itu termasuk ayah mereka. Semenjak saat itu mereka
resmi menjadi anak yatim. Sementara itu, ibu mereka sendiri
adalah seorang direktur sebuah perusahaan. Kakek mewariskan
perusahaannya kepada sang ibu karena ia merasa tak kuat lagi
untuk mengelola perusahaan tersebut, lagi pula ibu adalah anak
satu-satunya.
“Pokoknya aku nggak mau, titik!” kata Egi kesal sambil
melempar batu ke dalam Sungai Landak yang kini airnya tampak
keemasan karena matahari mulai condong ke barat. Mereka saat
ini duduk di tepian sungai dan saat ini sedang membahas hendak
ke manakah liburan sekolah kali ini.
“Tapi Gi, daripada kita di rumah kan bosan, lagi pula di
sana ada Kakek yang akan mengawasi kita,” kata Gea ikut-ikutan
mengikuti jejak adiknya melempar batu ke dalam Sungai Landak.
Sebuah sampan melintas tak jauh di hadapan mereka.
“Ya, tapi tetap saja nggak asyik, masa liburan sekolah kali
ini kita ke Serawak lagi sih, dan apakah Kakak lupa bahwa kita
telah pergi ke sana sebulan yang lalu untuk mengunjungi Tante
Hamida?”
“Lalu kamu punya usul lain?”
“Bagaimana kalau liburan sekolah kali ini kita ke Kapuas
Hulu? Aku kepengin pergi ke Danau Sentarum yaang katanya
di sana banyak ikan yang langka dan pemandangannya sangat
bagus.”
“Dari dulu aku juga pengin ke sana.”
“Lalu kenapa liburan sekolah kali ini kita tak ke sana saja?”
“Masalahnya tak ada satu pun keluarga dari pihak ayah kita
yang tinggal di sana, lagi pula jarak Danau Sentarum itu tidaklah
dekat dari sini. Ibu pasti tidak akan mengizinkan kita pergi ke
sana berdua saja.”
“Ah! Gimana kalau kita ke luar angkasa saja Kak? Misalnya
pergi ke bulan?” kata Egi mendadak mendapat ide saat ia
melihat bulan yang mirip dengan seiris tipis mentimun karena
cahayanya belum begitu terang di atas langit.
“Itu lebih nggak mungkin lagi. Ke Danau Sentarum aja kita
nggak boleh, apalagi kalau kita hendak liburan ke bulan. Ibu
pasti lebih tidak mengizinkan kalau kita pergi berdua saja.”
Egi kemudian cemberut dan tak berkata-kata lagi.
Tampaknya liburan sekolah mereka kali ini akan menjadi liburan
sekolah yang sangat membosankan buat mereka.
“Seandainya Ibu bisa mengambil cuti sebentar saja seperti
waktu itu, pasti kita bisa ke salah satu tempat yang kuusulkan
tadi.”
Paket Telur Naga
“Bosan,” kata Egi cemberut, setelah tiga hari mereka
libur sekolah tanpa berbuat apa- apa dan akhirnya mereka
memutuskan untuk jalan-jalan ke Mega Mall yang begitu penuh
dengan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar mereka.
“Ya, mau gimana lagi, selain ke sini. Em… gimana kalau kita
nonton?” kata Gea mendadak mendapat ide setelah mereka
sampai di eskalator yang menuju bioskop.
“Ogah, kita pulang aja yuk, Kak.”
Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah
dengan menggunakan Bus Trans Khatulistiwa. Sesampainya
mereka di rumah, ada kejutan buat mereka. Di depan pintu
rumah ada sebuah paket berupa kotak yang terbungkus kertas
kado. Bergegas mereka menghampiri paket tersebut. Di atas
paket itu ada kartu ucapan dengan tulisan yang berbunyi:
Selamat ulang tahun buat kalian, Gea Faresha dan Egi
Faresha.
Mereka saling pandang dengan heran. Ulang tahun
mereka—yang kebetulan mereka lahir pada tanggal yang
sama—telah berlalu sebulan yang lalu tanpa perayaan apa-apa.
Tapi Ibu kemudian menebus kekecewaan mereka itu dengan
mengajak mereka mengunjungi Nenek dan Kakek, serta Tante
Hamida, teman sepermainan Ibu waktu kecil yang tinggal di
Serawak. Ibu memang lahir di Serawak.
Setelah Ibu berumur……………….
Read more