Deteksi Produk Non-Halal
Makanan halal merupakan salah satu topik yang menarik untuk selalu dibahas. Hal ini karena makanan adalah kebutuhan dasar untuk kesejahteraan manusia. Terlebih ketika isu keaslian makanan halal telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan konsumen muslim di seluruh dunia. Hal ini karena pemalsuan komponen yang halal dengan komponen haram atau shubhah dalam produk makanan telah meluas dan sulit untuk diidentifikasi dengan mata telanjang.
“Untuk mengetahui produk olahan itu mengandung bahan non-halal, perlu adanya suatu metode yang mendukung. Banyak metode yang sudah digunakan untuk mengetahui adanya produk olahan non-halal. Misalnya metode spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR) dengan kombinasi kemometrika. Metode ini dapat membantu dengan melihat gugus fungsi senyawa non-halal atau derivatnya dan pengelompokan senyawa tersebut dengan kedekatannya senyawa target non-halal,” kata Dra. Any Guntari, M.Si., Apt. selaku Dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) saat ditemui di ruangannya pada Selasa (7/6/2016).
Selain itu, katanya bisa juga dengan melihat karakteristik profil analisis termal lemak/minyak dengan parameter kristalisasi dan pelelehan dari senyawa non halal. Metode tersebut dinamakan metode Differensial Scanning Calorimetry (DSC). Setiap senyawa yang diamati dengan metode DSC akan mempunyai profil termal yang berbeda. Metode yang lebih baik, karena kepekaan tinggi dan juga specifik untuk senyawa non halal. Yaitu metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode ini yang digunakan oleh dinas pemerintah untuk mendeteksi adanya produk mentah atau olahan non halal. Metode ini berbasis pada ilmu biologi molekuler. Dalam metode ini yang dianalisis adalah DNA yang diisolasi dari senyawa non halal. Tingkat keberhasilannya dengan metode PCR cukup tinggi. Sampel dengan skala pikogram (pg) sudah bisa terdeteksi dengan metode PCR.
Kelemahannya, metode ini cukup mahal untuk dilakukan. Sehingga perlu adanya pengembangan metode yang lebih murah, praktis, efisien, juga universal. Misalnya dengan menggunakan Kit yang peka dengan makanan yang mengandung bahan non-halal. Selama ini, sebagian besar bahan non-halal yang dikonsumsi oleh masyarakat sudah dalam bentuk derivat-derivatnya, tidak dalam keadaan asli. Misalnya produk derivat minyak, sehingga lebih sulit untuk dikenali.
Any mengatakan, sekarang mulai dikembangkan sistem pembau elektronik (electronic nose) melibatkan berbagai jenis sensor gas kimiawi elektronik dengan spesifisitas tertentu. Dengan metode statistika yang sesuai, teknik ini dapat mengenali bau yang kompleks. Penggunaan teknik ini untuk evaluasi senyawa yang mudah menguap dalam bahan atau produk makanan cukup menarik bagi para peneliti.
Teknik ini diklaim menyerupai pembau hidung manusia. Dengan menggunakan aroma sidik jari yang bersifat karakteristik, dimungkinkan untuk mendeteksi adanya komponen non-halal dalam produk makanan, farmasi, atau produk kosmetik.