Program Kuliah Internasional dari Mesir Fokuskan Tugas Akhir di Yogyakarta

Yogyakarta- Program Kuliah Internasional Prodi. Bahasa dan Sastra Arab Universitas Ahmad Dahlan (UAD) merupakan program perdana yang diprakarsai oleh Prof. Dr. Sangidu, M.Hum dan Pejabat Akademik Universitas Ahmad Dahlan. Program yang telah terlaksana sampai dengan acara Kuliyah Kerja Nyata (KKN) Internasional ini berlanjut dengan perkuliahan langsung di Yogyakarta dengan mewajibkan para mahasiswa Internasional untuk datang ke Indonesia dengan kedatangan maksimal tanggal 7 Februari 2013 s/d 16 Maret 2013.

Kegiatan para mahasiswa dari mesir akan difokuskan untuk mengikuti bimbingan akhir skripsi dan munaqosyah (sidang) skripsi. Para mahasiswa yang dinyatakan lulus akan mengikuti wisuda pada tanggal 16 Maret 2013.

Semua mahasiswa dari Mesir disediakan tempat tinggal di Asrama Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (Kampus 4). Dengan suasana kondusif yang ada di Asrama diharapkan para mahasiswa dari Mesit ini fokus dan nyaman dalam mengerjakan tugas akhir mereka yaitu bimbingan skripsi di Fakultas Agama Islam. (aal)

Read more

Menanti Menpora Baru

Dani Fadillah*

Saat ini kita sedang dalam masa penantian terkait kebijakan bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mentukan siapa yang akan menenpati posisi yang telah ditinggalkan oleh Andi Alfian Mallarangeng sebagai menteri pemuda dan olahraga (menpora), setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan korupsi proyek Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (7/12) lalu. Harapannya pun, bapak Presiden SBY turut serta mengganti komposisi kabinet (reshuffle menteri) lainnya yang dinilai tidak bisa memberikan kontribusi maksimal terhadap upaya pemerintah mensejatrahkan rakyat.

Kekosongan posisi menpora harus segera ditanggulangani secepatnya mengingat berbagai persoalan dunia keolahragaan Indonesia yang sangan njelimet. Selain karena minimnya prestasi olahraga kita, keberadaan menpora diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan dualisme manajemen sepak bola Indonesia, mengingat ketika Andi Alfian Malarangeng hendak membenahi persepakbolaan tanah air, yang bersangkutan keburu mengundurkan diri. Itulah sekilas alasan sederhana yang mengapa bapak Presiden harus segera menunjuk pengganti Andi Alfian Malarangeng di Kemenpora. Sambil menyelam minum air, harapannya menteri-menteri di kabinet yang masuk dalam kategori “pemalas” dapat turut diganti oleh Presiden demi efektivitas jalannya pemerintahan agar pencapaian pembangunan nasional bisa terlaksana sebagaimana yang telah dijanjikan pada saat kampanye lalu.

Persoalan menteri mana saja yang masuk kategori “pemalas” dan harus segera diganti, bapak Presiden bisa memonitor melalui hasil evaluasi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). UKP4 sudah menandai menteri-menteri mana saja yang masuk dalam kategori tidak layak untuk dipertahankan. Aspirasi dari masyarakat juga jangan dikesampingkan oleh bapak Presiden, karena rakyat juga memiliki penilaian tersendiri terkain menteri mana yang dinilai memiliki kredibilitas tinggi dan mana yang harus di-reshuffe, penilaian masyarakat pada umumnya jauh dari kepentingan politik. Mengingat masa kabinet ini tinggal dua tahun lagi maka ressufle harus segera dilaksanakan, karena jika terlambat kemungkinan besar tidak akan memiliki efek yang signifikan bagi perkembangan nasional.

Reshuffle kali ini harus berbeda dengan sebelumnya. Jika pada kondisi yang sudah-sudah bapak Presiden cenderung banyak kompromi dan terkadang malah terkesan bertele-tele, maka kali ini harapannya bapak Presiden SBY harus berani menggunakan hak preogratifnya untuk mencopot menteri-menteri yang tidak kredibel dan profesional dengan berani untuk kebaikan bangsa. Meski menteri yang bersangkutan merupakan kader dari partai bapak Presiden sendiri.

Kita tentu berharap Presiden mampu untuk membuktikanbahwa beliau mampu mampu untuk menentukan siapa yang pantas dan berkapabilitas di bidangnya. Presiden harus pintar memilih menteri yang siap bekerja demi bangsa dan negara jauh dari kepentingan dan sikap transaksional.

Kemudian pada saat menentukan siapa menpora yang baru, figur yang bersangkutan harus benar-benar paham atas berbagai permasalahan olahraga tanah air. Supaya di masa depan dunia olahraga tanah air menjadi kebanggaan kita bersama sebagai rakyat indonesia. Memang, jalinan komunikasi dengan partai politik apa lagi yang berada dalam jalinan koalisi itu penting. Akan tetapi jangan sampai hak prerogatif Presiden untuk menunjuk menteri tersandera oleh kepentingan politik sekumpulan orang yang tidak dipilih oleh rakyat untuk menjadi orang nomor satu di indonesia.

Jika Presiden didikte maka sama saja bohong, reshuffle sekali lagi hanya proses transaksional bagi-bagi jatah kekuasaan sajaakankan Presiden SBY memiliki keberanian untuk melakukan terobosan dalam merombak kabinetnya.

*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan,

Pengamat Komunikasi Politik

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Dani Fadillah

TTL : Langsa, 29 Juni 1988

Alamat : Perumahan Jatimulyo Baru Blok F-2 Yogyakarta

Telp : 0898 5117 210

E-Mail : danifadillah@uad.ac.id

Riwayat pendidikan

• S1 UIN Sunan kalijaga Yogyakarta

• S2 UGM Yogyakarta

Pengalaman Organisasi

• Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UIN Sunan Kalijaga 2009

• Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah Kabupaten Sleman 2010

Read more

Mengibarkan Buku

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UAD Yogyakarta;

Penulis Buku Guru Cerdas: Melejitkan Karier dan Potensi Guru (2012)

Dalam sebuah kesempatan, penulis berjumpa dengan Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, seorang guru besar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (FBS UNY) yang juga sastrawan terkemuka itu. Pak Minto—begitu ia biasa disapa—menceritakan kisah perjumpaannya dengan Rektor UNY Prof. Dr. Rochmat Wahab. Saat berjumpa dengan pucuk pimpinan UNY itu, Pak Minto berkata, “UNY akan semakin berkibar apabila para dosennya menulis buku. Paling tidak, satu buku untuk satu matakuliah wajib yang diampunya.”

Perkataan Pak Minto di atas, menurut saya, merupakan ide cemerlang yang perlu dilirik sebagai peluang bagi para pimpinan perguruan tinggi (PT), baik negeri maupun swasta. Kepopuleran nama Universitas Gadjah Mada (UGM) di Indonesia, mungkin juga didukung oleh produktivitas para dosennya dalam menulis buku. Di bidang sastra Indonesia modern, beberapa nama, seperti Rachmat Djoko Pradopo, Faruk HT, Sugihastuti, Aprinus Salam, hingga Dewojati Cahyaningrum cukup dikenal luas oleh para pembacanya.

Demikian pula nama Universitas Indonesia (UI) yang berkibar-kibar berkat beberapa nama dosennya yang produktif menulis buku, seperti Sapardi Djoko Damono, Maman S. Mahayana, Melani Budianta, Riris K. Toha-Sarumpaet, hingga Sunu Wasono. Tak ayal jika produktivitas para dosen dari kedua PTN tersebut cukup berpengaruh secara positif bagi institusi mengajarnya. Paling tidak, publik mengenal mereka sebagai orang atau ahli di bidang tertentu berkat dari karya (buku) yang ditulisnya.

Di simpul ini, muncul pertanyaan besar: begitu pentingkah arti buku bagi seorang dosen, terlebih dosen yang sudah bergelar guru besar atau profesor? Pertanyaan ini saya jawab secara tidak langsung lewat uraian berikut. Istilah “GBHN” yang memiliki kepanjangan: Garis-garis Besar Haluan Negara diplesetkan menjadi “Guru Besar Hanya Nama”. Plesetan ini merupakan sindiran (keras tapi halus, atau sebaliknya) bagi para dosen yang sama sekali tidak memiliki karya yang berupa buku.

Barangkali, Anda pun tergelitik bertanya: apakah para dosen tadi betul-betul tidak sama sekali menulis? Jawabannya, tidak juga. Mereka, terlebih yang sudah bergelar guru besar, justru bertipe orang-orang yang rajin melakukan penelitian di bidangnya masing-masing. Masalahnya, karya-karya penelitian yang mereka hasilkan dan mungkin jumlahnya bejibun itu hanya digunakan untuk kepentingan naik pangkat, dan akhirnya bernasib naas: masuk dan terkunci dalam almari.

Padahal, jika para dosen itu bisa sedikit kreatif, karya-karya penelitiannya dapat dipoles sedemikian rupa menjadi karya-karya buku yang menarik. Kesempatan atau peluang untuk menerbitkan buku saat ini terbuka selebar-lebarnya. Di Yogyakarta, begitu banyak penerbit buku yang membutuhkan naskah-naskah yang salah satunya berasal dari kajian atau penelitian ilmiah. Mungkin, para dosen yang telah menyelesaikan studi S-3-nya dapat menulis-ulang disertasinya ke dalam format buku yang sederhana namun menarik.

Terkait itu, bagi kampus yang telah memiliki lini penerbitan buku, alangkah baiknya jika mendorong para dosennya untuk menulis buku. Seperti perkataan Pak Minto di awal tulisan ini, minimal satu buku untuk satu matakuliah yang diampunya, baik pada semester gasal maupun semester genap. Penulis yakin, dengan karya-karya buku yang diterbitkan itu, kelak seorang dosen, terlebih yang sudah bergelar guru besar, akan lebih dikenal oleh publik atau pembacanya.

Kini, dalam menyambut Milad ke-52 (tanggal 23 Desember 2012), Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta kiranya perlu untuk mewujudkan gagasan Pak Minto di atas. Yaitu, mengibarkan nama UAD dengan atau melalui penerbitan buku-buku para dosennya. Jika pihak kampus, terutama pucuk pimpinan UAD mengerti akan pentingnya publikasi ilmiah di tingkat nasional dan internasional, kiranya para dosennya didorong, difasilitasi, serta dibiayai untuk menerbitkan karya-karya terbaiknya. Semoga itu terwujud![]

Read more