Mahasiswa UAD Raih Juara II UNITY EduComp

Dengan judul "Smart Schedule” Wisnu Arisandy, Arif Budiarti dan Merlinda Wibowo berhasil lolos menjadi finalis 10 Mobile Aplication. Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Akhirnya berhasil menjadi juara II pada lomba UNITY Educomp yang diikuti empat puluh peserta tersebut.

Menurut Herman Yuliansyah, ST., M.Eng. selaku pembimbing mengungkapkan bahwa smart schedule merupakan aplikasi prototipe sebagai perluasan dari aplikasi manajemen ruangan dan penjadwalan yang sudah ada di simeru FTI (Studi kasusnya ke situ).

Dalam penjelasannya melalui akun email Herman Yuliansyah mengungkapkan.Tujuan dari aplikasi smart schedule adalah untuk membangun sarana dalam meningkatkan komunikasi antara dosen mahasiswa dan sesama mahasiswa terkait dengan penjadwalan di aktifitas akademik seperti perkuliahan, bimbingan atau aktifitas lainnya.

UNITY Educomp adalah kompetisi di bidang IT yang melombakan aplikasi edukasi, untuk kalangan mahasiswa se-Indonesia. Lomba ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-49 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang mengusung tema Pendidikan untuk pencerahan dan kemandirian bangsa. Sejalan dengan tema itu lomba tersebut diberi tema “Digital Campus: Smart Innovation for Better Future”

Kompetisi ini bertujuan untuk menyalurkan ide dan kreatifitas mahasiswa dalam mengembangkan aplikasi yang memberi kemudahan serta meningkatkan kenyamanan di bidang akademis. “Kegiatan ini diharapkan dapat memotivasi mahasiswa untuk terus mengembangkan teknologi informasi demi kemajuan dan kemandirian bangsa.

Acar ini merupakan bagian dari Dies Natalis UNY. Pada kesempatan tersebut juga diumumkan 6 finalis dekstop aplication. (Doc/Sbwh)

 

 

Menerapkan Budaya Patient Safety di Rumah Sakit

 

 

Dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan yang mengakibatkan pasien mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan sampai meninggal dunia memperlihatkan masih rendahnya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. patient safety (keselamatan pasien) belum menjadi budaya yang harus diperhatikan oleh rumah sakit di Indonesia. Perubahan paradigma dalam lembaga pelayanan kesehatan yang saat ini beralih pada patient centered care belum benar-benar dijalankan dengan baik. Masih ada rumah sakit yang berorientasi pada kepentingann manajemen yang pada akhirnya melupakan keselamatan pasien di rumah sakit. Undang-undang Kesehatan no 36 tahun 2009 sudah dengan jelas bahwa rumah sakit saat ini harus mengutamakan keselamatan pasien diatas kepentingan yang lain sehingga sudah seharusnya rumah sakit berkewajiban menerapkan budaya keselamatan pasien.

Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan budaya keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi juga ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien. Apabila masih ada rumah sakit yang mengabaikan keselamatan pasien sudah seharusnya diberi sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun petugas pelayanan kesehatan. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit bahkan petugas pelayanan kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan penegakan hukum kesehatan di Indonesia masih sangat lemah. Sudah seharusnya apabila terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari pihak rumah sakit  yang mengakibatkan terancamnya keselamatan pasien maka tidak hanya sanksi internal tetapi juga sudah masuk ke ranah pidana. Inilah yang sampai saat ini belum berjalan sehingga masyarakat yang dirugikan karena lemahnya penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya menguap begitu saja.

Ada beberapa faktor yang menajdi penyebab kenapa budaya keselamatan pasien belum benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama, rendahnya tingkat kepedulian petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat dengan masih ditemukannya kejadian diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama dari masyarakat yang tidak mampu. Kedua, beban kerja petugas kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat. Perawatlah yang bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien sedangkan disisi lain masih ada rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat yang menjadikan beban kerja mereka meningkat. Selain perawat, saat ini di Indonesia juga masih kekurangan dokter terutama dokter spesialis serta distribusi yang tidak merata. Ini berdampak pada mutu pelayanan yang tidak sama di setiap rumah sakit. ketiga, orientasi pragmatisme para petugas kesehatan yang saat ini masih melekat disebagian petugas kesehatan. Masih ditemukan para petugas kesehatan yang hanya berorientasi untuk mencari materi/keuntungan semata tanpa mempedulikan keselamatan pasien. Keempat, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap para petugas kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan beberapa faktor mulai dari terbatasnya personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai rendahnya bargaining position dinas kesehatan.

Keempat hal tersebut diatas yang setidaknya menjadi penghalang terwujudnya budaya keselamatan pasien di setiap rumah sakit. jika hal ini tidak segera diselesaikan maka kasus-kasus yang mengancam keselamatan pasien akan terus terjadi sehingga perlu upaya yang maksimal untuk mewujudkan budaya keselamatan pasien. Mulai diterapkannya aturan baru terkait akreditasi rumah sakit versi 2012 menjadi sebuah harapan baru agar budaya keselamatan pasien bisa diterapkan diseluruh rumah sakit di Indonesia. Selain itu, harus ada upaya untuk meningkatkan kesadaran para pemberi pelayanan kesehatan tentang pentingnya menerapkan budaya keselamatan pasien dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan. Dan juga diperlukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat terutama yang akan menggunakan jasa pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki perilaku mereka dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Upaya-upaya ini harus segera dilakukan agar tidak ada lagi kasu dugaan malpraktik yang dapat merugikan masyarakat sehingga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit bisa meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian terhadap pasien maka dengan mudah budaya keselamatan pasien bisa dijalankan. Jangan sampai hanya karena kesalahan sedikit yang dilakukan oleh rumah sakit bisa berakibat pada rusaknya citra dunia perumah sakitan di Indonesia dimata internasional.

 

Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Menghidupkan Kembali Budaya Lokal untuk Membangun Karakter

 

Dra. Alif Mua’rifah, S. Psi, M. Si

Pendidikan karakter mulai muncul dipermukaan begitu heboh pada puncak acara Hari Pendidikan Nasional 20 Mei 2010. Semua yang masih memiliki jiwa Nasionalisme harus bertanggungjawab terhadap keterpurukan mentalitas bangsa yang telah mencapai titik nadir (kehancuran).  Pemerintah telah gagal dalam mewujudkan  tujuan pendidikan nasional yakni mengembangkan potensi anak didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia yang tertuang dalam  pasal I UU Sisdiknas tahun 2003. Dimana keunggulan kualitas manusia tidak hanya terlihat adanya kecerdasan intelektual saja, melainkan harus dilihat dari keutuhan antara intelektual, emosional, sosial, dan moral serta spiritual (aspek cognitive, feeling dan action).

Banyaknya permasalahan yang menunjukkan rendahnya martabat bangsa telah terjadi pada hampir semua kehidupan dan begitu cepat meningkat, secara kualitas maupun kuantitas. Jika dilihat dari ahli Karakter Lickona  (1992),  bangsa kita telah masuk pada tebing kehancuran dengan berbagai gejala yang telah terjadi, yakni meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, kejujuran yang diselewengkan, menurunnya sikap hormat pada orangtua, guru maupun pemimpin. Meningkatnya konflik dan kebencian, memburuknya pemakaian bahasa, rendahnya etos kerja, rasa tanggungjawab yang rendah, meningkatnya perilaku perusakan diri serta kaburnya pedoman moral.

Keadaan tersebut  dapat menjadikan manusia tidak memiliki martabat sebagai manusia (Ginsburg, dkk 1998; Planapl, 1999). Tebing kehancuran yang terlihat di depan mata bukanlah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang dan melibatkan berbagai pihak.

Lemahnya sistem pemerintahan, ketidakjelasan hukum, pengaruh global sehingga mengikis budaya local yang dianggap tidak modern dan kuno. Padahal budaya lokal  sangat kaya akan nilai kearifan serta memiliki prinsip universitalitas dan tidak bertentangan dengan ajaran agama serta budaya secara universal. Nilai lokal tersebut, dewasa ini tidak lagi dipakai sebagai patokan dan keteladanan dalam membentuk karakter anak, melainkan telah mulai terkikis oleh budaya asing yang mengarah pada individualistik, materialistik, serta kehidupan  hidonisme. 

Metode mendidik yang telah dicontohkan oleh Ki Hajar Dewantoro dengan ”3 ING” Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Prinsip memberikan contoh di depan, memberikan dorongan di tengah memberikan pengawasan di belakang tidak lagi diunggulkan sebagai pembentuk budi pekerti luhur. Banyak orang tua, guru, pemimpin telah hilang figur keteladanannya. Pelanggaran norma sudah bukan hal yang aneh, misalnya berperilaku tidak jujur mulai dari sederhana sampai yang kompeks. Orang tua dan guru TST mendukung anaknya agar saling menyontek dalam ujian atau ulangan, bahkan membuat trik agar anak melakukan hal tersebut dengan leluasa. Di rumah, orang tua berbuat sesuka hati, diantaranya melakukan pelanggaran disiplin, suka berbohong, tidak mampu mengendalikan emosi, suka mengumpat dan perilaku buruk lainnya.

Perilaku pemimpin yang banyak melanggar norma, kasus korupsi, manipulasi, pelecehan, kekerasan seksual serta pelanggaran hukum sudah menjadi habit yang kebal. Berbagai falsafah kearifan lokal lainnya seperti menang tanpo tanding, kalah tanpo nagsorake, ojo metani alane liyan, ono catur mungkur, mikul duwur mendem jero, lembah manah dan andap asor sudah mulai dipinggirkan dari peradaban manusia Indonesia. Ditambah peran media dengan berbagai informasi yang kurang mendidik dan kurang bertanggungjawab secara bebas menayangkan berbagai hal yang tidak semestinya menjadi konsumsi anak. Sedangkan prinsip terbentuknya perilaku menurut Ki Hajar Dewantoro adalah” 3 N” (Tri-no/nonton, niteni, nirokke untuk taman balita dan anak-anak, dan Tri-ngo/ngerti, ngroso, nglakoni, untuk usia ke atas. Ketiga ajaran tersebut merupakan model yang perlu dimiliki, dicontohkan oleh orang tua dan guru dan kemudian  diajarkan kepada anak didiknya. Ketiga ajaran ini telah merangkum tiga unsur dalam aspek psikologis manusia, yakni aspek  kognitif,  afektif dan psikomotoris.  Pada usia dini lebih banyak memberikan contoh setelah menginjak dewasa mengarah pada pemahaman dan pengertian. Baik Nontoni, niteni serta ngerti merupakan proses yang melibatkan  kognisi sehingga menimbulkan kesan yang disimpan yang mendalam di dalam memorinya.

Ketika contoh dari orang dewasa sering dilihat bahkan diberikan penguatan oleh teman atau lingkungannya, maka kesannya semakin kuat. Apalagi jika contoh tersebut cocok dengan karakter dirinya maka ia akan mencoba mengikutinya. Jika orang tua, guru atau pemimpin sering melanggar norma, sangat tidak mungkin dapat melarang perilaku tersebut. Selanjutnya kemungkinan mengalami kegagalan dalam memberikan pengawasan di belakang. Oleh karena itu, sebaiknya dari mana pembangunan karakter dimulai??? Dari pembangunnya atau dari anaknya??? Sebagai salah satu pengamat dan pelaku pendidikan, maka tidaklah mungkin karakter dapat dibangun kembali dengan sepihak. Melainkan harus dilakukan dilakukan secara simultan. Pemerintah dengan pembenahan sistem, orang tua, guru, masyarakat, serta media. Sebab selama ini yang menjadi sasaran  pembangunan karakter adalah siswa anak dan remaja. Sampai-sampai mendikbud kebingungan dan akhirnya dimasukkan pelajaran karakter dalam kurikulum di sekolah. Padahal para orang tua, guru dan pemimpin banyak yang lebih tidak berkarakter dibanding siswanya.

Pendidikan Karakter adalah tanggungjawab kita semua. Mungkin suatu ketika diperlukan sekolah bagi orang tua dan guru dan masyarakat untuk membenahi dan membangun karakter kembali agar bangsa ini tidak masuk dalam lubang kehancuran. Untuk itu, tak perlu kita bermimpi merubah dunia. Mari kita merubah diri sendiri, dengan mengembalikan nilai kearifan lokal yang telah dicontohkan oleh nenek moyang kita, ketauladanan budi pekertinya, sebagai bangsa yang santun, suka menolong dan rendah hati. Mengedepankan hati tanpa mengorbankan kecerdasan dan kewaspadaan. Mengukir akhlak melalui proses knowin the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands (Megawangi, 2007).

 

Penulis adalah Ketua Program Studi PGPAUD

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Ahmad Dahlan

Mahasiswa Social Science Universiti Sains Malaysia

     

Pelatihan Berbasis IT untuk Media pembelajaran

 

Minggu, 19 Mei 2013. Himpunan Mahasiswa Program Study (HMPS) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) adakan pelatihan dengan tema “Menciptakan Guru Propesional melalui Information technology (IT)”. Pelatihan tersebut dilaksanakan di Ruang Multimedia kampus 2 Univesitas Ahmad Dahlan (UAD).

Rahmad Resmiyanto selaku pembicara pada pelatihan tersebut mengajarkan bagaimana cara pembuatan media pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan untuk proses pembelajaran. Pelatihan tersebut disambut antusias oleh para mahasiswa PBSI terbukti pada pelatihan itu dihadiri oleh 60 mahasiswa dan dibuat dengan dua sesi. Sesi pertama dimulai pukul 08.00-12.00 wib dan sesi kedua dimulai pukul 13.00-17.00 wib.

Amrin selaku ketua HMPS PBSI mengungkapkan bahwa pelatihan IT ini sangat penting dan bermanfaat karena setiap guru harus menguasai IT, agar siswa lebih tertarik lagi dalam proses belajar mengajar. Jika seorang guru tidak menguasai IT, siswa akan bosan ketika proses belajar mengajar.

 ”Saya sangat senang mengikuti pelatihan tersebut, karena setelah mengikuti pelatihan, saya banyak mengetahui cara pembuatan media pembelajaran yang sangat menarik untuk dilihat.” ungkap Laily salah satu peserta dalam pelatihan tersebut. (Ayy) 

Para Rektor PTS Jogja Ikuti Jalan Sehat

Bangga Kuliah di Jogja

Para Rektor PTS Jogja Ikuti Jalan SehatDengan jalan sehat kita dapat melangkah bersama. Begitulah pemandangan Jalan-jalan sehat yang digagas oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah V Yogyakarta. Acara yang berlangsung di titik nol kilometer, Yogyakarta, Minggu (19/05) tersebut mengikutsertakan para Rektor dari Perguruan Tinggi Swasta Yogyakarta. Hadir juga Ketua Aptisi Dr Kasiyarno. M.Hum, coordinator kopertis Wilayah V Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES., dan ketua Aptisi pusat Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec..

Dalam sambutannya Bambang Supriyadi menyampaikan, belajar di Jogja sangat dianjurkan. Tetapi, bekerjalah di daerah masing-masing dengan membawa ilmu dari Jogja. “Inilah tugas Aptisi selanjutnya” tambahnya.

Menurut kasiyarno yang juga Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) perlunya pembangunan bersama, terutama di bidang pendidikan. “Apalagi Perguruan Tinggi Swasta lebih banyak dari pada Perguruan Negri” ungkapnya.

Lebih lanjut Kasiyarno ini menyerukan “Mari bergandengan tangan untuk mewujudkan Indonesia bersatu” serunya saat pembukaan jalan-jalan sehat yang bertajuk “Bangga Kuliah di Jogja”

Acara jalan sehat yang diikuti dengan pembacaan sumpah pendidikan istimewa tersebut berjalan dengan sukses dan meriah. Selain mendapatkan hiburan dan belajar angklung, peserta juga mendapatkan door prize. (Sbwh)

Memperkaya Wawasan Mahasiswa FE UAD Adakan Kuliah Umum

Bank Indonesia (BI) bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) selenggarakan kuliah umum dengan tema “Kebanksentralan” pada hari Jumat 17 Mei 2013. Hadir sebagai pembicara Bapak Rakhmat Pratama (Bagian Litbang Ekonomi Bank Indonesia Perwakilan kantor DIY).

Acara yang bertempat di Auditorium Kampus 1 UAD tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi. Menurut Rikha salah satu dosen Fakultas Ekonomi menyampaikan dalam emailnya bahwa Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperkaya wawasan mahasiswa FE UAD.

“Mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan bank sentral langsung dari praktisi/pejabat bank sentral, sehingga nantinya diharapkan mahasiswa akan mendapatkan ilmu dan pengalaman lebih dari sekedar teori yang didapatkan dari bangku kuliah ataupun buku-buku teks.” ungkapnya.(Doc)

Torehan Nyata dari Teknologi untuk Kebudayaan Bangsa

Fakultas Teknik Informatika (FTI) merayakan Tecnologi Day dengan tema “Torehan Nyata Dari Teknologi Untuk Kebudayaan Bangsa”. Acara tersebut merupakan acara rutin yang selalu dilaksanakan setiap tahun yang berlangsung di kampus 3 Universitas Ahmad Dahlan (UAD).  

Acara yang sudah dimulai sejak tanggal 15 Mei 2013 tersebut  diisi dengan kegiatan Tecnologi Day Expo, Pess Competition 2013, Seminar Nasional, Game, Workshop Sampah,  Tabligh Akbar, Jalan Sehat dan pembukaan stand dari berbagai program studi yang ada di Universitas Ahmad Dahlan. Acara puncak kegiatan akan berlangsung pada hari Minggu 19 Mei 2013 dengan acara live music mulai pukul 13.00-22.00 wib.

Dimas selaku panitia dalam kegiatan tersebut mengungkapkan acara ini membutuhkan waktu selama 6 bulan karena acara ini merupakan acara yang cukup besar.  Selain itu, ia juga berharap, untuk kedepannya acara ini dilaksanakan di luar kampus Universitas Ahmad Dahlan  sehingga acaranya bisa lebih luas lagi dari tahun ketahun.(ayy)

UAD Hibahkan Alat Pencacah Rumput ke Warga Gunungkidul

UAD Hibahkan Alat Pencacah Rumput ke Warga GunungkidulSabtu, 18 Mei 2013, di kampus 3 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Fakultas Teknologi Industri (FTI) Dengan Institute For Public Service Development Studies (IPSEDS)  Tandatangani Memorandum of Understanding (MOU).  Lingkup kerjasama antara lain:  Pengembangan dan penerapan teknologi . Penelitian, jasa konsultasi dan pelatihan. Dan pemanfaatan bahan dan peralatan bersama. Hadir pada kesempatan tersebut Kartika Firdausy, S.T., M.T. (Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan), Drs. B.S. Hari Nugroho, M.Sc. ( Direktur Institute For Public Service Development Studies)  dan juga Wakil Rektor 3 UAD Dr. Abdul Fadlil, M.T. 

Menurut Kartika. Kerjasama ini merupakan wujud salah satu dharma dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pengabdian kepada Masyarakat. “Perguruan tinggi hendaknya tidak menjadi menara gading yang tidak tersentuh. Perguruan tinggi  mesti menempatkan diri sebagai pemberi solusi terhadap permasalahan yang ada di masyarakat.” Ungkapnya dalam sambutannya.

Pada kesempatan tersebut, pihak FakultasTeknologi Industri UAD menyerahkan bantuan alat hasil pengembangan dan penerapan teknologi berupa Mesin Perajang Rumput dan Dedaunan, yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan dan pengelolaan pilot project pertanian terpadu lahan kering “Kampung Tani” di dusun Ngemplek, Desa Piyaman, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul 

Lebih lanjut Ibu Kartika mengungkapkan bahwa alat tersebut merupakan hasil pengembangan dari hasil karya mahasiswa Fakultas Teknologi Industri (Program Studi Teknik Elektro), di bawah bimbingan dosen pendamping Dr. Abdul Fadlil, M. T. Pada awalnya alat tersebut dirancang sebagai mesin pencacah sampah organik yang berukuran mini dan diikutsertakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa. Sampah organik dicacah untuk kemudian diolah menjadi kompos. 

Kemudian alat tersebut dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan juga untuk merajang rumput dan dedaunan untuk keperluan pakan ternak, selain digunakan untuk memproduksi pupuk kompos. 

“Selanjutnya alat tersebut akan dihibahkan kepada warga di Gunungkidul, untuk dimanfaatkan oleh masyarakat.” uangkap  Dr. Abdul Fadlil, M.T. saat ditemui di sela-sela kesibukannya Kamis (16/05).(Sbwh) 

 

SBY TIDAK PROFESIONAL DAN TIDAK PROPORSIONAL

 

Wajiran, S.S., M.A.

(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Model kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah lama diragukan untuk bisa membantu menyelesaikan persoalan-persoalan di negeri ini. Pasalnya, banyak persoalan yang justru lahir dari model kepemimpinannya sendiri. Meskipun terlihat santun dan bijak tetapi ternyata banyak hal yang sebenarnya bertentangan dengan apa yang harus dilaksanakan sebagai seorang pemimpin bangsa. Wajar jika masyarakat banyak menilai model kepemimpinan SBY lebih banyak hanya tebar pesona. Akhirnya banyak kebijakan-kebijakan yang sekedar menyenangkan tetapi tidak menyelesaikan persoalan.

Persoalan pertama yang sangat mencolok adalah kebijakan membagikan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Keputusan memberikan BLT ini jelas-jelas tidak menyelesaikan persoalan ekonomi rakyat, karena dampak kenaikan BBM dengan jumlah nominal BLT tidak sebanding. Itu sebabnya BLT pernah diartikan sebagai Bantuan Langsung Tewas. Meskipun mendapat BLT masyarakat miskin tetap saja hidup dalam kesulitan, karena dampak dari kenaikan BBM merambah pada naiknya harga-harga kebutuhan pokok lainya.

Strategi ini sebenarnya hanya untuk menekan gejolak atas kebijakan menaikan harga BBM yang diambil SBY, tidak pro rakyat. Setrategi ini nampaknya berhasil menekan atau membungkam perlawanan rakyat atas kebijakan menaikan harga BBM. Apakah rencana kenaikan BBM tahun ini juga akan diikuti dengan model BLT model baru? Kita tunggu saja.

Kedua, sering kali SBY terlihat tidak tegas dengan persoalan-persoalan yang membelit orang-orangnya sendiri, terutama dari kalangan partai Demokrat. Sudah banyak kader partai ini yang secara jelas terjebak dalam ranah hukum kaitannya dengan proyek-proyek yang dijalankan kabinet pemerintahanya. Kita tidak melihat ketegasan SBY sebagai Penasehat partai Demokrat terhadap pelanggaran yang dilakukan kader-kader partai yang didirikanya itu. Ada kecenderungan SBY memberi dukungan kepada kadernya yang terjebak dalam kubangan kejahatan korupsi. Ketidaktegasan SBY nampak jelas pada sikapnya terhadap kader-kader partainya;  Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng dan lain sebagainya.

Ketiga, kepemimpinan SBY juga nampak tidak tegas terhadap anggota kabinet yang tidak profesional. SBY cenderung menghindari konfrontasi dari lawan-lawan politik atau partai oposisi, sehingga tidak berani tegas terhadap para menteri yang tidak profesional. Pengamat politik Arbi Sanit pernah menjuluki SBY sebagai presiden taksi, yang tidak pernah bisa tegas terhadap sopir-sopirnya meskipun membebani perusahaannya. SBY cenderung mencari aman agar partai dimana anggota kabinet bernaung tidak menentang kebijakan dan mengkritiknya. Kalau SBY menertibkan menteri-menteri yang tidak profesional pasti partai pendukung menteri itu akan mengambil jalan oposisi frontal.

Keempat, kasus terakhir ketidakprofesioanalan dan ketidakproporsionalan SBY nampak atas kebijakan SBY untuk tetap mengurusi partai demokrat meskipun ia sedang mengemban amanah berat sebagai Presiden. Sikap mendua ini tentu akan sangat menggangu kinerja SBY sebagai seorang presiden. Selain dibebani tugas-tugas berat kenegaraan, SBY juga harus memikirkan keberlangsungan partai Demokrat. Bahkan kasus terakhir SBY sering membicarakan atau membahas persoalan-persoalan partai di Istana Negara yang seharusnya bebas dari persoalan pembahasan kepentingan golongan, termasuk persoalan partai politik yang dinahkodainya.

Model kepemimpinan ala SBY ini sangat tidak efektif dalam membangun bangsa ini. Pasalnya jika setiap pemimpin hanya mencari aman, maka kepentingan rakyat akan dikesampingkan. Model kepemimpinanya tidak bisa mendukung peningkatan kualitas hidup bangsa ini untuk lebih maju, karena justru melahirkan orang-orang yang berprinsip asal bapak senang, yang akhirnya merugikan nama baik pemerintahanya sendiri. Di samping itu, terlihat juga sistem demokrasi tidak berjalan secara maksimal, karena adanya pengekangan dimana-mana, meskipun secara terselubung atau dengan cara-cara yang sangat santun.

Sebagai seorang pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat, seharusnya ia berani mengambil langkah untuk kepentingan rakyat. Bukan sekedar mencari aman diri sendiri dengan mengakomodasi berbagai kepentingan yang cenderung menjerumuskan pemerintahannya dalam kubangan korupsi dan manipulasi. Bangsa ini membutuhkan seorang pemimpin yang bukan hanya bisa menyejukan hati dan pikiran rakyat, tetapi juga seorang pemimpin yang berani mengambil keputusan-keputusan yang bisa menyelesaikan persoalan riil bangsa ini. Itu sebabnya ia harus bebas dari tendensi mementingkan diri sendiri, keluarga dan golongan.

 Kita hanya berharap model kepemimpin SBY ini menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa bangsa ini membutuhkan pemimpin yang tegas dan berani “pasang badan” demi kepentingan bersama. Hanya pemimpin berjiwa besar, yang bebas  dari kepentingan golongan, yang akan memajukan bangsa yang sangat besar ini. Wallhua’lam bishawab.

Yogyakarta, 18 April 2013

SUKSESKAN KURIKULUM 2013 DENGAN DOWNLINK TRAINING IN SCHOOL

 

Panji Hidayat, M.Pd

Dosen PGSD Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Tahun Ajaran 2013/2014 sudah dekat, tetapi tanda-tanda finalisasi kurikulum 2013 belum usai. Untuk itu perlulah sosialisasi cepat yang dapat diaplikasikan oleh guru sebagai ujung tombaknya di seluruh penjuru tanah air, agar dikemudian hari tidak ada polemik di sekitar kurikulum tersebut. Kurikulum yang diberlakukan ini jangan seperti pariwara yang hanya lewat saja sehingga para pengguna tidak bisa mengaplikasikan perbedaan kurikulum yang berjalan dengan kurikulum sebelumnya. Banyak Pakar yang apatis terhadap kurikulum yang akan diberlakukan karena ujung-ujungnya nanti adalah kegagalan, tetapi dengan keyakinan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yakin bahwa kurikulum ini dapat membawa nama baik bangsa di kancah Nasional dan Internasional. Memang sesuatu yang baru tentunya tidak langsung baik, tetapi membutuhkan proses yang cepat untuk menjadi lebih baik.

Semua kurikulum yang pernah ada, mempunyai kelebihan dan kekurangan, akan tetapi sosialisasi yang begitu minim membuat kebijakan di dalamnya tidak dapat terealisasi dengan maksimal. Karena itu, perlu strategi untuk mengejar deadline akhir ajaran 2012/2013.

Selama ini Pemerintah berupaya mensosialisasikan Kurikulum 2013 ini dengan melakukan banyak pelatihan, workshop, dan training kepada mastery teacher agar dapat mengaplikasikan kurikulum ini dengan tuntas. Tetapi di lain pihak sosialisasi ini banyak membuang-buang APBN demi kelancaranKurikulum 2013 tersebut. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi dengan Dowlink Training in School agar lebih menekan anggaran pendidikan.

Istilah ini memang belum pernah digunakan, tetapi di dalam dunia informatika telah banyak digunakan. Pada dasarnya Downlink Training in Schooladalah jaringan sistem yang semua sensitif dan responsif terhadap anggotanya untuk melakukan training-training terhadap jaringan-jaringan dalam pendidikan yang terstruktur dari atas ke bawah. Dari Kemendikbud sampai ke Sekolah. Hasil Try Out Kurikulum 2013 yang dilakukan oleh staf Kemendikbud sebaiknya dibuat dalam kepingan CD (Compact Disk) yang di dalamnya sudah lengkap dengan kontens kurikulum dari pemahaman kurikulum sampai implementasi di sekolah. Di CD ini sudah ada guru model yang memerankan guru bidang studi atau guru kelas untuk demonstrasi.

Staf Kurikulum di Kemdikbud melakukan sosialisasi itu terhadap struktur di bawahnya seperti LPMP, Dispenda, sampai di lembaga sekolah di seluruh pelosok tanah air. Setiap pengembangan jaringan akan terbentuk Tim Training of Trainer (TOT) yang mampu mengembangkan jaringan untuk mensosialisasikan kurikulum baru tersebut, dengan melakukan evaluasi dan monitoring setiap melakukan training di struktur di bawahnya. Harapannya dengan adanya evaluasi dan monitoring terhadap peserta training tidak ada satu pun proses pengejawantahan dari kurikulum tersebut terlewatkan, sehingga kurikulum ini sesuai harapan dan tidak hanya sebagai onggokan yang akhirnya pendidik kembali sesuai selera asal tidak mengikuti pola yang ada dalam kurikulum yang berlaku.

Harapannya dengan adanya Downlink Training in School ini, semua stakeholder akan menerima kurikulum tersebut dan kemungkinan masyarakat sendiri yang dapat memberikan evaluasi agar kurikulum ini sesuai maksud dan tujuan serta efisien mengingat jarak waktu implementasi yang sudah dekat.

Waktu yang dibutuhkan agar sosialisasi Kurikulum 2013 adalah 5 hari jam kerja untuk training di setiap struktural, sehingga tidak membutuhkan biaya yang banyak untuk biaya operasional kurikulum tersebut, daripada menyewa orang dari lembaga di tempat lain. Apabila dikalkulasikan efektivitas untuk alokasi waktu cukup memadai untuk sampai bulan Juli. Setiap trainer butuh profesionalitas agar dapat mensosialisakan kurikulum dengan benar dan sesuai harapan. Untuk itu diperlukan alat evaluasi untuk mengukur seberapa besar pemahaman peserta training dari plan, do, chek, and action agar para trainer dapat dipercaya kredibilitasnya dalam menstransfer pengalamannya tentang Kurikulum 2013.

Harapan penulis, Downlink Training in School menjadi salah satu solusi untuk mensosialisakan kurikulum, karena banyaknya kegagalan kurikulum lahir dari sosialisasi yang salah. Lewat metode ini diharapkan tujuan dan kontens kurikulum dari kemdikbud sampai sekolah beserta seluruh stakeholder. Dengan hadirnya trainer-trainer ada komunikasi antarkomponen struktur yang mampu memberikan pencerahan sehingga implementasinya bisa mengakar sampai akar rumput, yang artinya semua berkompeten dalam mengaplikasikan di lapangan dengan hadirnya Kurikulum 2013.

Semua orang berharap Kurikulum 2013 ini bukan hanya mengganti cover tetapi juga harus mampu merubah model, pendekatan, metode, strategi, dan teknis dalam pembelajaran sehingga evaluasi Kurikulum 2013 tidak mengalami kendala yang berarti. Semoga.