Mahasiswa Asing UAD Menari Tradisional Indonesia

 

Beberapa mahasiswa asing yang tergabung dalam pertukaran budaya banyak menampilkan pertunjukan menarik. Selain menari tradisional, mereka juga menyanyikan lagu-lagu tradisional Indonesia.

Dalam acara yang digelar pada Sabtu (7/3/2015) lalu, mahasiswa Suranaree University of Technology, Thailand, menampilkan tarian dan nyanyian diiringi musik tradisional dari empat provinsi di negaranya. Di samping itu, tari Saman dibawakan oleh mahasiswa Tiongkok, serta tari Tor-Tor ditampilkan mahasiswa dari Vietnam, Ukraina, dan India.

“Kerja sama dengan Thailand telah kita lakukan sejak 2014. Dalam kesempatan itu, delegasi Thailand yang datang ke UAD sebanyak 19 mahasiswa didampingi 6 dosen,” ujar Wakil Rektor III Dr. Abdul Fadlil, M.T.

Sebelumnya, beberapa mahasiswa asing asal Tiongkok yang kuliah di UAD merayakan Tahun Baru Imlek 2566 dan Cap Go Meh bersama Hoo Hap Hwee Community Yogyakarta. Mereka menampilkan Barongsai pada “Pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta X” di Ketandan, Chinatown Malioboro, Minggu (1/3/2015).

Tim Hoo Hap Hwee Barongsai adalah tim pertama di antara 15 tim Barongsai lainnya di garis parade. Para mahasiswa yang bergabung di antaranya Qin Futai, Wang Gefan, Lu Shunbo, Zhang Zihao, Yan Xin, Dia Jinmeng, Fu Yan, Zhang Xinxin, Jiang Jiguang, Chen Changhua, dan Li Kunpeng.

Mereka tercatat saat ini belajar di beberapa program studi, yakni Manajemen, Ekonomi Pembangunan, dan Sastra Indonesia UAD. Bersama dengan sekitar 30 anggota Hoo Hap Hwee Community Yogyakarta, mereka berlatih untuk bermain Barongsai dua kali seminggu selama dua bulan.

Qin Futai (Mario) mengungkapkan kebahagiaannya ikut merayakan tahun baru di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Meskipun tidak bisa merayakan bersama keluarganya, ia tidak sedih. Menurutnya, keturunan Tionghoa, terutama para pemuda di Indonesia, belajar dan melestarikan budaya Tiongkok yang lebih baik daripada di negara asalnya.

KKN UAD Perdayakan Singkong Bernilai Jual Tinggi

“Pemberdayaan petani melalui pengolahan singkong menjadi modified cassava flour (mocaf) dan olahan pangan berbahan mocaf di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul”. Itulah yang tema yang diusung oleh Beni Suhendra Winarso, Sudarmini, dan Azis Ikhsanudin guna memberdayakan singkong agar memiliki nilai jual tinggi.

Menurut Sudarmini, Desa Kemadang dipilih karena termasuk desa kawasan pengembangan wilayah zona selatan yang merupakan wilayah dengan rencana pengembangan pertanian tanaman pangan, tanaman keras, peternakan, pariwisata pantai, dan kawasan lindung hutan rakyat. Singkong merupakan potensi terbesar pertanian tanaman pangan.

“Permasalahan yang dihadapi masyarakat sebagian besar petani adalah rendahnya harga singkong jika panen raya. Hal tersebut disebabkan keterbatasan kemampuan budidaya, rendahnya harga gaplek, ketidakawetan untuk disimpan,  dan ketidaktersediaan alat pendukung pengolahan mocaf. Di samping itu, sangat terbatas kemampuan dalam mengolah makanan dari bahan mocaf, pengemasan, maupun pemasarannya,” terang Sudarmin yang juga menjabat sebagai dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini.

            Sebagai solusi, kata Beni Suhendra Winarso, tim dari UAD memberdayakan masyarakat melalui Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM). “Ada tiga lokasi yang ditempati KKN, Pucung, Ngelo, dan Tenggang desa Kemadang. Program yang dilakukan meliputi bidang keilmuan, keagamaan, seni olah raga, dan tematik. Kegiatan tematik meliputi beberapa kegiatan besar, di antaranya pelatihan budi daya singkong, pelatihan pembuatan mocaf, pelatihan pengolahan makanan berbahan mocaf, pelatihan pengemasan, dan  pelatihan pemasaran.

            Selain itu, pihak Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) juga menyerahkan bantuan bahan dan alat dari tim hibah KKN PPM kepada Wakil Bupati Gunungkidul, Dr. H. Imawan Wahyudi, M.H.

     “Ada dua acara yang diikuti warga binaan untuk unjuk kebolehan, yaitu pameran ‘Rasulan’ di Sumuran dan Gelar Produk pada saat evaluasi program di Pantai Baron, Kemadang.

            Pelaksanaan kegiatan tersebut direncanakan pada 10‒24 Juli 2015 disambung 8‒27 Agustus 2015, selama 35 hari efektif.

Komik “Gerhana Bulan” PGSD UAD Raih Juara 3

 

Adalah Anggra Rendra Setiawan, Tusta Rika Purwanti, dan Khusnawati Nur Utami yang berhasil meraih juara III dalam lomba komik yang diadakan oleh Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Mereka bersatu menjadi tim dengan mengusung tema “Gerhana Bulan”.

“Tim dari Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Ahmad Dahlan (PGSD-UAD) ini berhasil meyakinkan dewan juri. Mereka menggunakan media pembelajaran IPA dalam mengonsep komik ‘Gerhana Bulan’,” kata salah satu dewan juri yang berasal dari Dinas Pendidikan Kota Salatiga, Kamis (26/2/2015) lalu.

Selain dari dinas, dewan juri juga berasal dari Dosen PGSD UKSW dan Pakar Pendidikan Sekolah Dasar.

Lomba ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program studi (HMP) UKSW Salatiga dalam rangkaian acara Semarak Seni dan Budaya PGSD dengan tema “Kreasi Seni Budaya Nusantara untuk Pendidikan Anak Indonesia”. Ajang lomba sekaligus digunakan sebagai media pembelajaran IPA kelas 4, 5, dan 6.

“Selamat kepada Tim Komik Pembelajaran IPA Prodi PGSD FKIP UAD yang berhasil mendapat juara. Prestasi ini membanggakan institusi, baik di tingkat program studi, fakultas, maupun universitas. Semoga prestasi ini menginspirasi mahasiswa lainnya agar terus berkarya dan berprestasi demi kemajuan pendidikan,” terang Dra. Sri Tutur Martaningsih M.Pd. memberikan apresiasi. (dok)

 

UAD Tempat Singgah Sastrawan Besar

“UAD adalah kampus yang selalu menghadirkan penyair dari seluruh Indonesia. Kampus ini adalah kantong sastranya Jogja. Bahkan, sutradara almarhum Chaerul Umam, El Manik, dan beberapa artis nasional berkunjung ke UAD,” kata Prof. Dr. Suminto A. Sayuti saat bedah buku kumpulan puisi Matapangara karya Raedu Basha, di hall kampus II UAD, Jalan Pramuka, Yogyakarta, Rabu (4/3/2015).

Menurutnya, UAD paling cerdik mengayomi para sastrawan Jogja. Mereka datang tidak hanya berceramah, membaca puisi, atau tadarus puisi, tetapi juga membagi ilmu kepada para mahasiswa.

“Sutardji Calzoum Bachri, Emha Ainun Najib (Cak Nun), D. Zawawi Imron, Habiburrahman El Shirazy, Mustofa W. Hasyim, Tegoeh Ranusastro, dan banyak lagi sastrawan yang menjadikan UAD tempat berkumpul,” ujar Suminto.

Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini mengimbau kepada mahasiswa UAD untuk terus berkarya dan mengikuti senior-senior sebelumnya yang sudah banyak berproses di luar. Banyak lulusan UAD yang bergulat di bidang sastra dan nama mereka tercatat di koran-koran lokal maupun nasional.

Hal tersebut, kata Suminto, berkat jasa Jabrohim yang tidak pernah lelah berjuang untuk mengangkat UAD di bidang seni. Seperti yang kita ketahui, setiap bulan, kampus ini selalu rutin mengadakan acara bincang-bincang sastra yang melibatkan mahasiswa, alumni, juga sastrawan besar.

Dalam bedah buku tersebut, Suminto mengatakan bahwa semua tafsir puisi itu boleh, pembaca boleh membaca dari sudut pintu atau jendela mana pun.

“Puisi itu rumah pengalaman penyair. Proses penyair adalah proses merumahkan puisi. Dia tidak pernah mengenal kata pulang dalam arti imaji, dan selalu gelisah. Seperti halnya Raedu, dia selalu gelisah tentang rumah, budaya lokal, dan lain-lain. Memang sudah semestinya sastra Indonesia ditulis selokal-lokalnya untuk menduduki dunia sastra,” lanjut Suminto.

Raidu berperan seperti halnya penyair post-modern. Dia mencoba memaparkan kenangan masa lalu dalam puisinya. Selain itu, mencoba ingin menjaga kegelisahan demi masa lalu bagi dirinya, bagi budaya, dan tanah kelahirannya, Madura.

Rumah Kehidupan Penyair

 

            Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (HMPS-PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan bazar buku di hall kampus II. Kegiatan yang diadakan sejak 2-7 Maret 2015 ini mengangkat tema “1 Buku 1000 Masa Depan”. Selain itu, diadakan pula bedah buku yang diadakan pada Rabu (3/3/2015). Dalam acara ini, HMPS PBSI mengundang Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof. Dr. Suminto A. Sayuti sebagai pembedah buku kumpulan puisi karya Raedu Basha yang berjudul Matapangara.

            Dalam pembahasannya, Suminto mengatakan bahwa dalam memasuki dunia puisi, akan ada pertemuan dua cakrawala, yaitu cakrawala penulis dan pembaca. Selain itu, dunia puisi bukanlah sebuah kebenaran. Tidak ada yang salah dan benar di dalamnya. Oleh sebab itu, ia mengajak para mahasiswa yang hadir dalam forum itu untuk berani memasuki dunia puisi.

            Menurutnya, “Pangara” berarti harapan. Bisa jadi kumpulan puisi ini berisi harapan-harapan penulis yang dituangkan ke dalam kata-kata yang bebas dimasuki oleh siapa pun.

Puisi Raedu yang berjudul “Instrumentalia Perjalanan” menggambarkan berbagai suasana dan kegelisahan yang penulis rasakan dalam hidup.  Bayangan tentang masa lalu menjadi tema dalam puisi tersebut.

            “Manusia memiliki dua kecenderungan, yaitu manusia yang selalu menggambarkan masa lalu dan yang suka membayangkan masa depan,” ujar Suminto dalam pembahasannya.  “Hampir semua puisi menyuarakan suasana yang sama, yaitu suasana penolakan untuk memoderinisasikan individu.”

            Sementara pada puisi berjudul “Hikayat Negeri Surga”, Raedu menggambarkan keadaan pulau Madura yang sudah tidak seperti dulu. Ia menceritakan tambak-tambak garam yang sudah tidak dapat menghasilkan garam dengan baik, dan keadaan-keadaan yang kini telah mengubah Madura.

“Puisi-puisi seperti ini menyadarkan saya bahwa puisi Indonesia modern adalah yang ditulis dengan selokal-lokalnya,” kata Suminto.

Kemudian sebagai penutup, Suminto mengatakan bahwa, puisi adalah rumah kehidupan penyair. Pembaca dapat memasukinya dari mana saja. Hal inilah yang memicu terjadi perseteruan antara cakrawala manusia dengan teks sastra atau puisi tersebut. (Rh)

Belajar Public Speaking, Belajar Memimpin

“Untuk menjalankan kepemimpinan di sebuah organisasi, pemimpin perlu mempunyai kemampuan public speaking,”  kata Mufti Hakim, S.H., M.H. dalam pelatihan “Public Speaking dan Kepemimpinan kepada Mahasiswa”, Minggu (1/3/2015) di auditorium kampus II UAD.

Reza, ketua panitia mengatakan, pelatihan ini diadakan untuk membekali mahasiswa yang nantinya akan terjun di tengah-tengah masyarakat. “Harapannya setelah mengikuti pelatihan ini, mahasiswa tidak hanya memiliki kemampuan intelektual, tetapi juga kemampuan untuk menyampaikan gagasan dan ide kepada masyarakat dengan baik.”

Dalam pelatihan tersebut, peserta diajak secara langsung mempraktikkan teori-teori public speaking yang dipandu oleh Gatot Sugiharto, S.H., M.H. Ia menekankan bahwa keterampilan ini akan menunjang kesuksesan karier.

Menurut Gatot, sukses berkarier adalah dambaan semua orang karena kemampuan bicara di depan umum menjadi salah satu faktor penting. Dengan demikian, kemampuan ini harus dikuasai dengan baik.

“Kemampuan public speaking yang baik akan mampu menjadikan individu menjadi komunikator yang baik. Apa pun profesinya, baik sebagai guru, pengusaha, advokat, pegawai negeri sipil, karyawan, dan semua bentuk pekerjaan lain. Jika kita sudah mempunyai kemampuan berbicara di depan audien, maka secara otomatis kita akan menempatkan kalimat yang tepat dan kata-kata yang pas. Selain itu, gesture yang tepat dalam berbagai situasi akan memudahkan seseorang dalam suasana komunikasi yang menyenangkan,” ujar Gatot.

 

Menjadi Pribadi yang Baik

 

“Kalau kita ingin baik, mari belajar dari shalat. Ingat, shalat jangan hanya dijadikan seremonial saja,” kata Ustadz  Saijan saat memberikan ceramah bagi dosen dan karyawan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di Masjid Darussalam kampus I, Sabtu, (28/2/2015).

Menurutnya, semakin banyak yang kita berikan kepada orang lain, maka semakin barakah, dan sesuatu yang keluar dengan barakah tidak akan ada habisnya. Intinya, jangan menggunakan hitung-hitungan saat mengeluarkan sesuatu karena kekuasaan Allah Swt. tidak dapat dilogikakan.

“Jika menyadari harta hanya titipan Allah Swt., saat kehilangan, seseorang tidak akan kecewa atau bersedih. Sebab, orang tersebut sadar bahwa apa pun yang ada di dunia ini bukan miliknya,” lanjut Saijan yang juga menjadi Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Sapen ini.

Selain shalat, agar menjadi seseorang yang baik, harus meyakini datangnya akhir zaman. Namun,  jangan percaya dengan perkataan yang menentukan datangnya masa tersebut. Semua itu hanya rahasia Allah Swt.

 

Raedu Basha: Cinta Puisi Sejak Kecil

Saat ditanya sejak kapan suka puisi, Raedu Basha menjawab sejak kecil. “Saya suka membaca puisi sejak SD, saat ikut lomba baca puisi. Selanjutnya saya menobatkan sendiri untuk menuangkan puisi sebagai tempat menyuarakan kegelisahan.”

Dalam acara bedah buku kumpulan puisi Matapangara karyanya, Raedu menjelaskan bahwa mulai kembali terpanggil untuk menulis sejak 2007 lalu. Hingga kini, ia sangat aktif. Berbagai karyanya tersebar di media massa lokal maupun nasional.

Pada 2014, mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan UAD ini telah melahirkan novel The Melting Snow terbitan DIVA Press. Selain itu, pada akhir 2014, ia meraih juara II dalam lomba penulisan puisi yang di selenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM).

Menurut Raedu, menulis harus sensitif dengan keadaan sekitar. Maka dengan sendirinya, puisi akan membisikkan sesuatu sebelum ditulis.

Acara yang diadakan oleh Himpunan Program Studi Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesi (HMPS-PBSI) ini dimeriahkan dengan penampilan musikalisasi puisi Teater Jaringan Anak Bahasa (JAB).

Prof. Dr. Suminto A. Sayuti: Semua Orang Boleh Menafsirkan Puisi

“Semua tafsir puisi itu boleh. Pembaca boleh membaca dari sudut pintu atau jendela mana pun,” kata Prof. Dr. Suminto A. Sayuti saat bedah buku kumpulan puisi Matapangara karya Raedu Basha, di hall kampus II Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Rabu (4/3/2015).

Menurut Suminto, puisi adalah rumah pengalaman penyair. Pergulatan penyair menjadi proses merumahkan puisi. Penyair tidak pernah mengenal kata pulang dalam arti imaji, dan tentunya selalu gelisah.

“Proses kreatif ada situasi mabuk, situasi tak sadar ketika kita sudah dekat dengan pengalaman. Karena itu, penyair atau penulis harus selalu mengakrabkan dengan keadaan termasuk kesakitan,” ujarnya.

“Silakan menulis puisi. Tapi, baik buruk puisi yang menentukan orang lain, kritikus, ataupun pengamat. Penyair tidak mempunyai hak menyelamatkan puisinya,” ucap Suminto menutup diskusi tersebut.

Seperti halnya penyair post-modern, Raedu sebagai penyair mencoba memaparkan kenangan masa lalu dalam puisinya. Ia ingin menjaga kegelisahannya demi masa lalu, budaya, dan tanah kelahirannya, Madura. Memang, sudah semestinya sastra Indonesia di tulis selokal-lokalnya untuk menduduki dunia sastra.

 

Intip Serangkaian Acara Milad Farmasi

 

Tercatat, hall kampus I, II, III, dan V Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menjadi tempat penjualan tiket perayaan Milad Farmasi ke-19. Penjualan ini dilakukan sejak libur semester lalu hingga Jum’at (20/03/2015). Harapannya, seluruh mahasiswa dapat berpartisipasi dan turut merayakan Milad Farmasi yang puncaknya pada Minggu (29/03/2015).

“Konsep perayaan Milad yakni Colorful, dan seluruh mahasiswa Fakultas Farmasi dilibatkan dalam semua acara,” ujar Tias yang ditemui di stand penjualan tiket hall kampus I UAD, Jalan Kapas 09, Semaki, Yogyakarta, Selasa (03/03/2015).

Berbagai acara akan ditampilkan, di antaranya teater, musik farmasi UAD, tari farma kencana, jalan sehat, dan penampilan khusus stand up comedy Dodit Mulyanto pada Minggu (22/03/2015) di auditorium kampus I.

“Saya berharap diusia ke-19 ini, Fakultas Farmasi dapat lebih baik dan tetap pada akreditasi A,” tutup Tias, mahasiswa Farmasi sekaligus panitia acara tersebut.

Untuk informasi penjualan tiket, dapat menghubungi Sekar 0896 3121 6558.

Tunggu apa lagi? Buruan beli tiketnya sebelum kehabisan! (AKN)