Dahlan Muda: Cinta Alam, Tanggap Bencana

Indonesia merupakan negara yang terletak pada pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat pulau Sumatra, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai selatan Kepulauan Nusa Tenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku bagian selatan.

Dari berbagai wilayah di Indonesia, Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang berpotensi tinggi terkena bencana, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan tsunami. Hal ini karena pertumbukan lempeng Eurasia dan Australia dilepas pantai selatan pulau Jawa, yang sebagian besar  masuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sebagai wujud kepedulian mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (BEM UAD) mengadakan Pelatihan Tanggap Bencana pada Minggu (26/4/2015) di auditorium kampus I UAD Jalan Kapas 09 Semaki, Yogyakarta. Acara yang diadakan dari pukul 08.00-16.00 WIB ini mendatangkan pemateri dari Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY.

Acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 100 mahasiswa dari berbagai fakultas di UAD dan beberapa delegasi dari beberapa universitas di Yogyakarta. Seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah.

“Dengan diadakannya acara ini, diharapkan mahasiswa dapat menambah ilmu mengenai tanggap bencana dan mampu berkontribusi di masyarakat jika sewaktu-waktu dibutuhkan,” ujar Diana Nur Purwitasari selaku ketua panitia dalam sambutannya.

Sementara menurut Sigit Wijanarko sebagai wakil ketua BEM UAD, dalam sambutannya berkata, “Acara pelatihan tanggap bencana ini merupakan salah satu program kerja departemen pengabdian masyarakat. Latar belakangnya karena dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, bencana di Indonesia semakin meningkat, khususnya di Yogyakarta.”

Sigit menambahkan bahwa masyarakat belum mampu memahami ilmu untuk menanggulangi dan mengantisipasi bencana. Dalam hal ini, mahasiswa sebagai agent of change sangat dibutuhkan untuk menjadi pelopor. Dengan diadakannya pelatihan ini, Sigit mengajak agar mahasiswa dapat follow up untuk membentuk komunitas awal guna membantu masyarakat dalam mengantisipasi bencana alam.

“Mari berpartisipasi dalam menanggulangi bencana alam. Jadikan itu sebagai wujud pengabdian kita terhadap masyarakat,” tegasnya.

Menindaklanjuti pelatihan tanggap bencana tersebut, BEM UAD juga mengadakan penanaman mangrove di pesisir Pantai Kaliopak guna mencegah abrasi. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Minggu, (3/5/2015). (AKN)

Konvergensi Media Cetak di Era Digitalisasi

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, dewasa ini tengah gencar digitalisasi. Digitalisasi adalah masa saat teknologi digital marak digunakan oleh berbagai kalangan. Dampaknya, keberadaan media massa, terutama media cetak, mulai dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas.

Inilah salah satu alasan Koran Sindo mengadakan road show ke seluruh wilayah Indonesia, yang salah satunya bertempat di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Acara  talk show dan work show dengan tema “Konvergensi Media di Era Digitalisasi” tersebut melibatkan tiga pembicara dengan beberapa pembahasan. Di antaranya perkembangan jurnalistik dan permasalahannya, identifikasi media cetak, serta beberapa informasi mengenai I News TV.

Dewasa ini, keingintahuan masyarakat mengenai teknologi serta kebiasaan masyarakat yang selalu menyerap informasi secara instan, membuat media digital lebih dipilih daripada media cetak. Namun, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penggunaan media digital, membuat tidak sedikit dari mereka yang akhirnya terjerat hukum. Inilah dampak yang paling mudah dijumpai jika masyarakat belum memahami fungsi dan manfaat dari media digital.

“MNC Group adalah perusahaan yang dinilai paling siap dalam melakukan perubahan dan pembenahan dalam konvergensi media cetak di era digitalisasi ini,” kata  Dwi Sasongko selaku wakil pemimpin redaksi Koran Sindo dalam pemaparan materinya.

Perlu diketahui, konvergensi merupakan penyatuan antara media cetak dengan media digital sehingga tidak ada ketimpangan antara keduanya, dan menjadi setara. MNC Group dinilai paling siap dalam melakukan konvergensi karena mempunyai banyak media massa, baik cetak maupun digital (TV, dan lain-lain), serta jumlahnya pun tidak kurang dari sepuluh macam. MNC Group juga telah membangun infrastuktur media, dan tengah membangun pusat pemberitaan yang besar di Jakarta.

Selain itu, patut diketahui bahwa ada dua faktor yang membuat media cetak masih akan surfive. Di antaranya dikarenakan kepercayaan iklan yang masih tinggi kepada media cetak, juga pengaruh internet yang tidak terlalu kuat. Inilah yang membedakan media cetak dengan media digital. Media digital keberadaan dan pengaksesannya sangat membutuhkan jaringan internet. Jika jaringan internet sulit atau bahkan tidak ada, maka media digital pun tidak dapat digunakan.

“Kepercayaan dan kesetiaan masyarakat terhadap media cetak merupakan hal yang paling penting untuk mendukung dan mempertahankan keberadaan media cetak. Karena kepercayaan masyarakatlah yang membuat kami tetap kokoh hingga saat ini,” tutup  Dwi. (AKN)

Sindo Goes to Universitas Ahmad Dahlan

Selasa (28/4/2015), Koran Sindo mengadakan road show di Yogyakarta. Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menjadi salah satu persinggahannya. Talk show dan work show yang bertema “Konvergensi Media di Era Digitalisasi” tersebut diadakan di auditorium kampus I UAD Jalan Kapas, 09 Semaki, Yogyakarta, dari pukul 09.00-15.00 WIB.

Acara tersebut dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai fakultas di UAD. Terselenggaranya acara ini didasari kepedulian UAD terhadap perkembangan media cetak yang dewasa ini keberadaannya mulai tergeser oleh media digital. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan mampu menumbuhkan semangat menulis mahasiswa sehingga mereka dapat berkontribusi dalam perkembangan media massa di Indonesia.

            Dr. Fadlil, M.T., selaku Wakil Rektor III UAD berkata dalam sambutannya, “Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa terkait pengembangan diri dan peningkatan kemampuan di bidang jurnalistik. Mahasiswa akan mendapat banyak ilmu dalam kegiatan ini.”

            Acara Sindo Goes to Campus tersebut menghadirkan Khairul Fajri yang merupakan salah satu dosen program studi Ilmu Komunikasi UAD sebagai moderator, serta melibatkan tiga pembicara yang ahli di bidangnya. Mereka didatangkan langsung dari MNC Group. Di antaranya Dwi Sasongko selaku wakil pemimpin redaksi Koran Sindo, Hanna Farhana sebagai redaktur pelaksana Koran Sindo, juga Khoiri Akhmadi selaku manager I News TV.

Di akhir acara juga diadakan lomba fotografi dan presenter. Tujuannya untuk melatih kreativitas mahasiswa.

            Sementara itu, dalam kurun waktu empat tahun ini, Koran Sindo telah menjalankan kerja sama dengan UAD dalam pempublikasian berbagai hal. Harapannya, kerja sama tersebut terus berkelanjutan.

            “Saya berharap acara seperti ini dapat dilaksanakan secara rutin karena sangat penting bagi pengetahuan mahasiswa tentang perkembangan media massa. Saya juga berharap agar mahasiswa dapat meramu ilmu yang telah didapat dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menjadi tulisan yang bermanfaat untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas. Mari kita terus bersinergi dengan kerja sama ini,” tutup Fadlil. (AKN)

Memaknai Wasiat Bung Karno kepada Muhammadiyah

“Bungkuslah mayat saya dengan bendera Muhammadiyah.”

Begitulah wasiat Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia kepada pemimpin Muhammadiyah, seperti yang ditulis oleh mantan ketua KPK, Dr. H.M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. dalam makalahnya. Hal itu disampaikan pada pengajian pemimpin Muhammadiyah DIY, Ahad (26/42015) malam, di kampus I Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

Menurutnya, wasiat tersebut menunjukkan bahwa Soekarno jatuh cinta kepada Muhammadiyah. Fakta ini dapat dikaitkan dnegan istri Soekarno, Ny. Fatmawati, yang lahir di kalangan kultur Muhammadiyah Bengkulu.

Muhammadiyah dipandang Busyro sebagai organisasi nonpolitik praktis yang tidak memiliki ambisi kekuasaan. Sebaliknya, dinilai mampu mengisi kekuasaan dengan nilai-nilai keutamaan-kemaslahatan yang bersifat universal.

“Saatnya Muhammadiyah memproklamasikan warga dan pimpinannya untuk menjaga, mempertahankan independensi dan marwah organisasi, serta gerakan Islam dakwah amar makruf nahi munkar. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah tajdid untuk rekonstruksi akhlak umat dan bangsa,” kata Busyro.

Sementara itu, ketua PWM DIY, Dr. Agus Taufiqurrahman, M.Kes, Sp.S., mengatakan, Muhammadiyah dapat berkembang hingga saat ini berkat perjuangan dan kegigihan K.H. Ahmad Dahlan, termasuk juga dengan generasi penerusnya yang terus membantu untuk mewujudkan cita-cita yang ditetapkan oleh Muhammadiyah.

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, bagi warga Muhammadiyah, hukumnya wajib mencari ilmu mengkaji al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan hidup umat Islam. Tujuannya untuk menegakkan akidah, ibadah, serta untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat,” tutup Agus Taufiqurrahman.

Mahasiswa UAD Bantu KPK di Kotagede

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bidang Deputi Pencegahan Korupsi dalam kerja dengan Pendidik Muda Ahmad Dahlan (PMAD) dan mahasiswa UAD sebagai relawan KPK, diterjunkan di Prenggan Kotagede. KPK memilih kampung Prenggan sebagai “pilot project” pencegahan korupsi berbasis keluarga karena kampung tersebut dinilai memiliki kearifan lokal, budaya, dan nilai-nilai tradisional yang mengutamakan sikap kejujuran.

Sebelumnya, pada Februari lalu, KPK hadir di UAD untuk bertemu langsung dengan Ketua PMAD yang sekaligus Ketua Relawan KPK, Pembina PMAD, Presiden BEM-U, dan Wakil Rektor III. Adapun tujuan kehadiran KPK yaitu meminta dukungan PMAD dan BEM-U untuk mengajak mahasiswa UAD untuk ikut berpartisipasi  membantu program KPK. Selain itu, mereka juga menawarkan kepada civitas akademik UAD yang ingin melakukan penelitian tentang Pendidikan Anti Korupsi.

“Kami dari KPK sangat mendukung bagi siapa pun yang ingin melakukan penelitian,” kata Fungsional Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Sandri Justiana.

Sebanyak 30 mahasiswa UAD ikut dalam kegiatan ini. Mereka terdiri atas jurusan Psikologi, Farmasi, Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, Pendidikan Biologi,  PGSD, BK, Akuntansi, Ekonomi Pembangunan, Teknik Elektro, dan Sastra Inggris.

Tercatat, pada Minggu (19/4/2015) di Prenggan, Kotagede, PMAD A-2 sudah ikut berpartisipasi membantu program KPK dalam acara “Launching Pembangunan Budaya Anti Korupsi Berbasis Keluarga”.

"Mereka yang terpilih telah lulus seleksi dan salah satu seleksi terakhir adalah bersedia di kontrak selama satu tahun dengan membuat surat pernyataan di atas materai 6000. Hal ini sebagai bentuk keseriusan mereka." Terang Amiruddin, Pendiri PMAD saat ditemui.

Kata Amir, mahasiswa Psikologi UAD, setelah kegiatan tersebut, masih banyak agenda yang akan dilalui oleh para PMAD A-2. Untuk itu, mereka diberikan pembekalan pada 7‒10 Mei 2015 mendatang. Salah satunya adalah Sekolah Pendidikan Anti Korupsi dengan tema “Mahasiswa Belajar Merawat Indonesia” yang bertempat di Batalion Inventri 403 Jl. Kaliurang KM. 6,5 yang berlangsung selama 3 hari. Di sana, mereka akan dilatih oleh TNI.

Acara ini sudah dipersiapkan semaksimal mungkin dengan dibantu TNI AD. Amir berharap, para PMAD A-2 memiliki jiwa patriot sehingga saat diterjunkan ke masyarakat, secara fisik dan mental sudah siap.

Kampung Prenggan sebagai Pilot Project KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi mencoba mencari model atau pola yang tepat untuk pencegahan korupsi berbasis keluarga. Salah satunya dengan memberikan pendampingan ke kampung Prenggan, Kotagede, Yogyakarta.

“Pendampingan dilakukan tiga tahun. Pada tahun ini, sudah memasuki tahun kedua. Pada akhir pendampingan, diharapkan ada model pencegahan korupsi berbasis keluarga yang dapat diterapkan di daerah lain di Indonesia,” kata Fungsional Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sandri Justiana, di sela sosialisasi Kampung Keluarga Jujur Bahagia di Yogyakarta, Minggu (19/4/2015).

Menurutnya, penerapan nilai-nilai kejujuran dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat menjadi dasar penanaman dan pengembangan sikap antikorupsi yang dilakukan di kelurahan Prenggan.

“Masyarakat harus mengutamakan nilai-nilai kejujuran dalam bermasyarakat. Di antaranya pada pengajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), permainan anak-anak, bahkan saat kegiatan PKK. Karena itu, penanaman sikap antikorupsi berbasis keluarga sangat diperlukan karena sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa tindak pidana korupsi hanya terjadi di kelompok masyarakat yang memiliki kekuasaan atau masyarakat yang berkecimpung di dunia politik,” tambahnya.

Alasan memilih kampung Prenggan sebagai “pilot project” pencegahan korupsi berbasis keluarga karena kampung tersebut dinilai memiliki kearifan lokal, budaya, dan nilai-nilai tradisional yang mengutamakan sikap kejujuran.

Di lain pihak, mantan pemimpin KPK, Busyro Muqoddas, yang hadir dalam sosialisasi tersebut mengatakan, “Keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam tiga tahun terakhir, banyak pelaku tindak pidana korupsi yang masih berusia sekitar 40 tahun. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran penting untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran guna mencegah tindak pidana korupsi.”

 

Busyro Muqoddas: Membaca Pergerakan Muhammadiyah

Pergerakan Islam berwatak tajdid dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 mendatang, tidak hanya akan menggelar agenda pikiran, kebijakan, serta program-program aksinya dalam skala daerah, nasional, maupun internasional. Lebih dari itu, yakni kebutuhan mendasar Muhammadiyah untuk mampu mengidentifikasi problem kenegaraan yang terdiri atas legislatif, eksekutif, dan yudikatif, termasuk penegakan hukumnya. Selain itu, juga akan disertai kajian dan analisis untuk menemukan argumen sosial politik guna menemukan konsep yang utuh serta rasonal terkait keharusan dalam pusaran politik praktis yang sarat kasus, isu, dan intrik-intrik politik seperti terlihat saat ini.

Begitulah yang dikatakan mantan Ketua KPK, Dr. H.M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum., pada pengajian pimpinan Muhammadiyah DIY, Ahad (26/42015) malam di kampus I Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

Busyro berharap, warga dan pimpinan Muhammadiyah dapat membaca karakter, pola, dan arah dinamika politik kekuasaan. Tentunya, hal ini di samping menganalisis peran parpol dan nilai kemanfaatan sosial-ekonomi politik yang dapat diperoleh masyarakat. “Untuk itu, perlu dirumuskan konsep dan strategi Muhammadiyah dalam merawat marwah dan independensi organisasi,” ujarnya.

Muhammadiyah di era Orde Baru berada dalam situasi politik pelik dan dilematis. “Namun, hal yang selalu disyukuri dan dijadikan model sekarang maupun ke depan adalah, rata-rata pimpinan Muhammadiyah memiliki bacaan dan cara penyikapan resmi organisasi terhadap cara pemerintah menggunakan kekuasaannya yang tidak demokratis,” lanjut Busyro.

Cara penyikapan pimpinan Muhammadiyah menggambarkan perpaduan sifat keikhlasan, sabar, teguh pendirian‒tidak menjual marwah diri dan organisasi‒dan independensi atau imparsial yang cukup tinggi. Saat itu, Muhammadiyah berada dalam suasana relasi yang proporsional rasional dengan pemerintah dan kekuatan politik yang ada.

Jika di era Orde Lama dan Orde Baru Muhammadiyah relatif jauh lebih jelas warnanya, maka profil dan kepribadian tersebut mampu menjaga hubungan dengan negara. Oleh karena itu, Muhammadiyah dapat berperan sebagai pemangku kepentingan politik lainnya. Hal ini karena para elite pemimpinnya masih berfokus dalam berkhidmat di Muhammadiyah.

“Maka di era Orde Baru, justru terjadi perubahan iklim baru di kalangan pimpinannya. Putusan Muktamar Aceh yang menghasilkan putusan elegan tentang tauhid sosial, tidak memperoleh dukungan dan perhatian oleh Muhammadiyah pasca Orde Baru,” papar Busyro.

Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK periode 2011‒2014 ini mengungkapkan bahwa hingga sekarang, paradigma epistemologi yang terbaca dalam putusan agung masih “telantar”, setelah Muhammadiyah tidak mampu membendung hajatan dan kehausan politik elite pimpinannya.

Bahaya Cyberbullying bagi Remaja

Remaja yang menjadi korban cyberbullying menunjukkan penurunan konsentrasi belajar, peningkatan absensi sekolah, dan penurunan prestasi belajar di sekolah (Beran & Li, 2007).

Triantoro Safaria, S.Psi., Ph.D. selaku Dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dalam acara “Langkah Pakar” yang berlangsung di AdiTV, Sabtu (25/4/2015), memaparkan bahwa pertumbuhan pengguna internet di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika di tahun 2010 rata-rata peningkatan pengguna internet di kota besar di Indonesia masih berkisar antara 30‒35%, pada tahun 2011 didapatkan adanya peningkatan berkisar antara 40‒45%.

Sementara menurut MarkPlus Insight (2011), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2011 sudah mencapai 55 juta orang, meningkat dari tahun sebelumnya di angka 42 juta. Maka, peningkatan yang terjadi sebesar 13 juta pengguna. Angka pertumbuhan ini masih didominasi oleh anak muda dari kelompok umur 15‒30 tahun. Hal itu dibuktikan dengan survei yang dilakukan di masing-masing, yakni sekitar 50‒80%.

Dalam makalah Triantoro dijelaskan, komunikasi internet membawa banyak manfaat positif. Di antaranya  kemudahan memperoleh informasi yang tidak terbatas, penggunaan untuk proses belajar mengajar, e-learning, e-business, serta e-counseling. Namun, teknologi internet juga membawa beberapa dampak negatif, seperti pornografi, cybercrime, dan cyberbullying (Tokunaga, 2010).

Cyberbullying merupakan bentuk dari pelecehan dan penghinaan melalui dunia maya yang saat ini banyak dialami oleh anak-anak dan remaja. Cyberbullying ini bagian dari transformasi bullying ke dalam dunia maya. Perbedaannya terdapat pada konteks dan media terjadinya pelecehan serta penghinaan.

Lebih lanjut dijelaskan, di Indonesia, kasus anak dan remaja yang mengalami cybervictimization termasuk tinggi. Menurut penelitian yang terdapat dalam situs edukasi.kompas.com, 1 dari 8 orang tua menyatakan bahwa anak mereka pernah menjadi korban pelecehan dan penghinaan melalui media online. Sebesar 55% orang tua juga mengetahui seorang anak mengalami cyberbullying. Ancaman tersebut didapat dari hasil penelitian Ipsos tahun 2011, yang merupakan perusahaan riset global dari Prancis. Ipsos mensurvei sebanyak 18.687 warga di 24 negara, termasuk Indonesia, melalui metodologi survei online.

Melalui penelitian yang berjudul “Cyberbullying among Junior High School: Prevalence and Antecedents” menunjukkan adanya perbedaan  tingkat distress psikologis yang sangat signifikan antara siswa yang sering mengalami bullying di sekolah dengan siswa yang tidak pernah mengalami bullying. Hal ini menunjukkan bahwa bullying victimization memberikan sumbangan 83.6% terhadap munculnya tingkat distres psikologis pada siswa.

Lebih lanjut menurut Triantoro, adanya perbedaan frekuensi mengalami cyberbullying yang sangat signifikan ditinjau dari tujuan penggunaan internet pada siswa. Siswa yang menggunakan internet untuk tujuan social media networking (Facebook, Twitter, WhatsApp, Yahoo Massenger), dan online game, mengalami cybervictimization lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan internet untuk tujuan mengerjakan tugas.

Penelitian yang dilakukan untuk remaja laki-laki dan perempuan berusia antara 12–13 tahun di  SMP  Muhammadiyah 4 Yogyakarta juga menemukan ada hubungan positif yang signifikan antara cybervictimization (menjadi korban cyberbullying)  dengan  tingkat distress psikologis siswa.

“Beberapa faktor yang dihipotesiskan berkaitan kuat dengan cyberbullying, yaitu tingkat religiusitas, regulasi emosi, keharmonisan keluarga, need of achievement, harga diri, dan regulasi emosi,” terang Triantoro.

Dosen yang saat ini menjadi kepala Career Development Center (CDC) ini menyarankan agar setiap sekolah menyuarakan gerakan anti-bullying maupun cyberbullying. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi kepada remaja. Diharapkan melalui program preventif ini remaja dapat menghindari perilaku  bullying. Program preventif tersebut juga akan membekali korban dalam mengelola konflik, stres, dan tekanan akibat bullying serta cyberbullying.

Jurnalis Harus Jujur, Nalar, dan Istimewa

“Jurnalis, kepanjangan dari jujur, nalar, dan istimewa,” begitu yang disampaikan oleh Khoiri Akmadi, salah satu pembicara dalam acara Sindo Goes to Campus di auditorium kampus I Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Selasa, (28/4/2015).

Manager Produksi iNews TV ini juga menyampaikan bahwa jika tidak ada kejujuran, nalar, dan tidak istimewa dalam menulis berita, maka tulisan itu tidak akan menarik. “Jika sudah tidak menarik, siapa yang mau membaca? Apalagi sekarang zamannya digital, orang-orang tinggal klik maka keluar berita yang kita inginkan.”

Ia menambahkan, saat ini media cetak harus lebih ekstra dan lebih bagus. Jika tidak, akan ketinggalan dengan berita online.

Senada dengan Redaktur Pelaksana Koran Sindo, Hana Farhana, bahwa kejujuran harus diusung oleh wartawan agar berita yang dihasilkan berimbang dan hidup. Wartawan yang berada langsung di lapangan harus objektif. Apa pun yang dilihat, itulah yang ditulis.

“Di media akan ada seleksi berita, ada juga editor. Setelah itu, akan masuk redaksi. Di redaksi masih dilakukan koreksi. Jika tulisannya kurang atau tidak berimbang, tentu tidak akan dimuat atau harus dilengkapi lagi,” terang Wakil Pemimpin Redaksi Koran Sindo, Dwi Sasongko.

Menurutnya, tidak ada media yang independen, semua media mempunyai keberpihakan. Hanya saja, keberpihakan itu harus jelas. “Kami berpihak kepada kedaulatan rakyat. Media tidak akan memberitakan terus menerus tentang pemilik karena akan rugi. Tentu saja, beritanya juga akan monoton. Jika sudah begitu, siapa yang akan baca? siapa yang akan memasang iklan?”

Acara yang mengusung tema “Konvergensi Media di Era Digitalisasi” ini  diikuti oleh mahasiswa dari berbagai media. Adanya Sindo Goes to Campus diharapkan dapat mendekatkan dan memberikan pengetahuan lebih kepada mahasiswa agar mengerti tentang perkembangan media.