Kartini: Now and Then

By Avanti Vera

 

April is a month of Kartini. She is Indonesia’s emancipation heroine, who appealed for equality between men and women at any level. Her ideal constitutes women’s present status in Indonesia i.e. girls can go to schools as boys do and furthermore we witness women at any profession.

Sri Mulyani is an example. She is one of 2015 top-world 100 most influencing woman list in Forbes magazine. Even in Indonesia’s political stance women are decreed to get 30% of the portion of legislative members in an Act number 17, 2014. This proves Kartini’s ideal to put the same status for man and women has come true.

The woman status, which so far is always associated with household work such as cooking, parenting, and taking care of house appliances, has raised. Women in Indonesia is now not only involved in trivial matters but involved in political, law, as well as military matters, which identify male status.

Emancipation, Kartini’s ideal of the equal status between men and women has come into existence but the spirit seems to deviate from its early paradigm. The early spirit of Kartini’s movement is to advance women to have equal rights with men without leaving her main role as a house wife. Kartini never despises women’s role as a house wife but nowadays some women begin to deviate emancipation as a means of avoiding their main role.

Women’s multiple roles may reduce their principle role as mother that this function is now getting rare and rare though not to disappear totally. Many high ranked women still conduct parenting, educate their children, and take care of them as a mother does. But this condition is getting worse and worse for their role is little by little taken over by their servants or baby sitters. Their roles as a mother, which are then replaced by others present juvenile delinquency such as drug abuse or free sex habit. Mother is a never substituted role even by grandmother.

 Psychologically, parenting role is irreplaceable for a child needs it especially in early months 0-12 months he depends on mother. It happens as physically a baby requires mother’s help for his physical need. Besides he needs to adapt himself with his new environment because he is previously secure in his mother’s womb. Soon after being born, a baby feels something new. The importance of woman as a mother should be preserved without preventing from their taking part of developing their profession.

Here are some tips of becoming a mother with her double roles. Firstly, know the job. Knowing her job is the first thing to do before she can manage her time for her role as mother and for her profession. The more you get familiar with the job the easier you manage the time for parenting.

Secondly, manage a supporting system. In parenting it is important to harmonize mother’s and father’s roles. Sharing the roles is necessary for child development. When a mother is not present there should be motherly atmosphere at home.

Thirdly, manage me time. Prepare special time for me time without interference from others such as from father, grandparents, or house maids to keep the child feel a special relation. Do it reciprocally.

As Kartini’s ideal, emancipation does not mean fleeing from her natural role. Emancipation aims at providing women with equal chances to participate in all fields so that they are not trapped in fleeing from their role.

Kartini: Sekarang dan Nanti

Oleh: Avanti Vera

 

April merupakan bulan yang diidentikkan dengan Kartini, tokoh emansipasi wanita Indonesia yang memberikan inspirasi kesetaraan antara wanita dan pria di segala bidang. Hasil dari pemikiran Kartini sampai hari ini dapat kita lihat. Di antaranya wanita dapat mengenyam pendidikan sama dengan pria, dan seluruh profesi pekerjaan terdapat sosok wanita.

Sri Mulyani merupakan salah satu contoh dari emansipasi wanita. Ia adalah salah satu tokoh perempuan Indonesia yang masuk dalam daftar 100 wanita berpengaruh di dunia versi majalah Forbes 2015. Peran wanita dalam dunia politik bahkan diatur secara formal dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 yang menegaskan komposisi  wanita dan pria dalam sebuah legislatif sebanyak 30%. Dari data tersebut, sangatlah jelas terlihat kesempatan wanita untuk setara dengan pria sebagaimana pemikiran Kartini telah membuahkan hasilnya.

Sosok wanita yang selama ini lebih cenderung hanya dikaitkan dengan peran rumah tangga seperti mengasuh anak, memasak, atau mengurus rumah, mulai mengembangkan dirinya. Wanita tidak lagi hanya berkutat di dapur, sumur, atau kasur, tetapi meluas di berbagai bidang mulai dari politik, militer, atau hukum yang selalu diidentikkan dengan figur pria.

Emansipasi sebagai pemikiran Kartini tentang penyamaan kedudukan antara wanita dan pria telah dicapai, tetapi esensi dari emansipasi tersebut sepertinya  sudah mulai meninggalkan filosofi awalnya. Tujuan awal dari Kartini adalah memajukan kaum wanita agar memiliki hak yang sama dengan pria, tetapi tidak meninggalkan peran utamanya. Kartini juga tidak pernah merendahkan peran wanita sebagai ibu rumah tangga yang sama mulianya dengan profesi lainnya. Namun yang terjadi sekarang, beberapa wanita menggunakan emansipasi sebagai kedok untuk “membebaskan” dirinya dari peran utama tersebut.

Peran yang meluas menjadikan peran alami wanita yaitu “ibu” menjadi hal yang sangat langka ditemui terutama di masa sekarang, meskipun tidak hilang sepenuhnya. Para wanita yang berprofesi tersebut masih mengasuh, mendidik, dan merawat anak selayaknya ibu, tetapi kualitas dan kuantitas yang diberikan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang dilakukan oleh pembantu rumah tangga atau baby sitter. Sosok ibu yang tergantikan oleh orang lain yang bukan ibunya, menjadikan anak kehilangan identitas dirinya sehingga munculah problematika remaja, seperti penggunaan narkoba atau seks bebas. Ibu adalah peran yang tidak bias digantikan oleh orang lain meskipun seorang nenek sekalipun yang tidak lain adalah ibu dari ibu.

Menurut ilmu psikologi, peran ibu pada tahun awal kelahiran anak yaitu 0–12 bulan merupakan masa yang tidak bisa digantikan. Hal itu karena secara fisik anak masih memerlukan bantuan orang lain, yaitu ibu untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Selain itu, masa awal kelahiran anak perlu beradaptasi dengan lingkungan baru, yang sebelumnya selama 9 bulan lebih masih berada di dalam kandungan yang sangat nyaman dan selalu bersama dengan ibu. Begitu lahir, anak merasakan lingkungan baru. Pentingnya ibu sebagai peran perempuan yang alami harus dikembalikan tanpa mengurangi haknya dalam mengembangkan diri di profesinya.

Beberapa hal yang dapat dilakukan seorang wanita agar peran ibu dan peran profesinya dapat sejalan antara lain sebagai berikut.

Kenali pekerjaan. Memelajari tugas profesi adalah hal yang utama dilakukan wanita agar mudah dalam membagi waktu antara tugas ibu dan tugas pekerjaan. Semakin mengenali pekerjaan, maka akan semakin mudah membagi waktu agar seimbang antara pekerjaan dan peran alami ibu.

Menyusun support system. Dalam menjalankan tugas keibuan perlu diingat bahwa ada peran ayah yang sama pentingnya dengan peran ibu. Membagi waktu antara ayah dan ibu agar anak tetap mendapatkan pengasuhan sesuai dengan kebutuhan. Ketika ibu tidak dapat menjalankan perannya, tetap hadirkan suasana ibu dalam kegiatan tersebut.

Siapkan me time. Selalu luangkan waktu “me time” antara ibu dan anak tanpa diganggu oleh ayah, nenek, kakek atau pembantu agar anak merasa menjadi spesial. Ketika “me time” tersebut, lakukan aktivitas berdua, bukan permainan individu yang hanya dilakukan anak.

Sesuai dengan tujuan Kartini, menyetarakan hak kaum wanita dan pria tidak harus dengan mengebiri peran alami wanita. Emansipasi Kartini lebih ditujukan pada pemberian kesempatan kepada wanita untuk dapat mengakses semua hal tanpa melihat jenis kelamin sehingga Kartini pada masa yang akan datang tidak terjebak pada konsep pembebasan peran wanita sesungguhnya.

 

Introducing The Emancipation Figure of RA Kartini to Children

 

Our mother Kartini

The genuine lady

Indonesian lady

with eminent name

 

Our mother Kartini

The nation heroine

Heroine of her womanly class

for independence

 

Oh our mother Kartini

The honorable lady

How great her dream

for Indonesia

 

That song has been familiar for all Indonesian people. It is taught since kindergarten and continuously sung up to college students. Raden Ajeng Kartini (Princess Kartini) is an inspiring figure for Indonesian women. It is easy for ordinary people to study the history of R.A. Kartini through any form of media but not for children. How do children know RA Kartini? They merely know her from her pictures on the class walls, from the song about her, from reading her biography, from imitating her traditional costumes and from their participation in Kartini’s day contests. Those are the traditions, which become annual events. But how do we implement her good characters in our children?                         

RA Kartini has various noble characters that can be adopted. Those characters make her an idol many Indonesian people. Three of her characters that can be adopted and taught to children are like reading, writing, and helping others. The question is how to implement them to children?

In accordance with child cognitive development, children are in the phase of operational concrete phase, which means they experience real things and have not entered an abstract phase. Because of that teachers give them concrete experiences in learning. Then how do we suggest them to follow our heroine RA Kartini?

Reformulating Picture

So far the picture of RA Kartini on school walls wears kebaya traditional costume looked half body. Looking at the picture, what message can children get? For sure, children will think that wearing kebaya represents RA Kartini’s character. Therefore, providing pictures with different style can be useful for internalizing the positive characters of RA Kartini. For example, the picture of RA Kartini, who is reading a book, writing, or helping others. Those pictures will give concrete illustration of RA Kartini’s Character children can adopt.

These pictures can also be placed in rooms relevant to the picture style as reading book picture for libraries, writing picture for classroom, and helping people picture (teaching reading, writing, sewing, and making craft) for workshop room. Picture cannot talk a lot, therefore, it can be narrated through the story.

Reformulating Story

So far, RA Kartini is introduced through her biography such as her birth, life, her family, her books and her ideals written in her letters to her pen pals. Those are abstract things for children, which need to be taught through concrete things. Teachers are then required to find ways of doing such things in order to implement Kartini’s commendable values.

In order to furthermore work with picture formulation mentioned above, reformulating how to tell her biography is necessary. Begin the story with an idea that RA Kartini was a smart woman. How she became a smart woman that is because she liked reading. Moreover, she liked writing whatever in her mind. She shared her ideas through writing. What are the advantages of writing? Writing helps us to remember the things we have learned. Besides that, people can read our ideas and take advantage of them

Teacher can also tell that RA Kartini was a great teacher, she taught children and women around her. She taught everything she had learned, such as reading, writing, sewing or making crafts.

The story is expected to inspire children to help each other. For example, when a friend is incapable of reading, others can help him how to do it. When one is capable of making crafts, she or he can share it to others. Tell them that teaching what we have learned makes us smarter.

That is a brief idea I can share in relation with how to teach children with commendable characters of RA Kartini. Early learning and early habit making deserve good character building.

 

Mengenalkan Sosok RA Kartini kepada Anak-Anak

Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

 

Lagu tersebut tentunya tak asing di telinga kita. Lagu yang kita pelajari sejak duduk di bangku taman kanak-kanak dan terus diperdengarkan hingga jenjang pendidikan lebih tinggi. RA Kartini adalah sosok inspiratif bagi seluruh wanita Indonesia. Bagi orang dewasa, tentunya lebih mudah mengenal RA Kartini. Berbagai kisah mengenai dirinya dapat diakses melalui banyak media. Namun, bagaimana dengan anak-anak? Cukupkah mereka mengenal RA Kartini hanya dengan melihat gambar yang terpajang di dinding sekolah? Menyanyikan lagu Ibu Kita Kartini? Membaca sejarah tentan g RA Kartini? Menggunakan pakaian tradisional serta mengikuti lomba-lomba dalam rangka memperingati Hari Kartini? Hal-hal tersebut yang sering saya lihat dan jumpai saat ini. Saya selalu tergelitik, cukupkah cara itu untuk meneladani sifat-sifat RA Kartini?

RA Kartini memiliki berbagai karakter positif yang dapat diteladani. Karakter tersebut yang membuatnya menjadi sosok yang mampu menginspirasi banyak orang. Sebagai contoh, tiga  karakter RA Kartini yang dapat kita teladani dan ajarkan pada anak-anak adalah gemar membaca, menulis, dan membantu sesama. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana menanamkan tiga karakter tersebut pada anak-anak?

Sesuai tahap perkembangan kognitifnya, anak-anak berada pada tahapan operasional konkret, artinya mereka belum mampu berpikir secara abstrak. Oleh karena itu, berikanlah benda atau perilaku konkret untuk membantu mereka dalam belajar. Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk membantu anak-anak meneladani sifat RA Kartini?

Reformulasi Gambar

Selama ini, gambar yang terpajang di dinding sekolah adalah gambar RA Kartini mengenakan kebaya dan tampak setengah badan. Melihat gambar tersebut, pesan apa yang dapat ditangkap anak-anak? Tentunya anak-anak akan berpikir bahwa jika mereka berkebaya maka mereka akan seperti RA Kartini. Oleh karena itu, kita dapat gunakan gambar dengan pose yang berbeda untuk mengajak anak meniru perilaku positif RA Kartini. Sebagai contoh, gambar RA Kartini dapat direformulasi sehingga muncul gambar RA Kartini ketika sedang membaca, menulis atau membantu sesama. Media gambar tersebut akan memberikan gambaran secara konkret mengenai perilaku RA Kartini yang dapat mereka teladani.

Gambar tersebut juga dapat dipasang di berbagai ruangan tertentu sesuai konteksnya. Sebagai contoh, gambar RA Kartini yang sedang membaca dapat ditempel di perpustakaan, gambar RA Kartini yang sedang menulis dapat ditempel di ruang kelas, sedangkan gambar RA Kartini yang sedang membantu orang lain (mengajar membaca, menulis, menjahit, membuat prakarya) dapat ditempel di ruang keterampilan. Gambar tentunya tidak akan berbicara banyak, oleh karena itu dapat dikuatkan melalui cerita.

Reformulasi Cerita

Selama ini, cerita tentang RA Kartini yang dipelajari oleh anak-anak adalah seputar sosok RA Kartini, yakni ia lahir, tentang orang tuanya, kisah, dan buku yang ditulisnya. Hal tersebut tampak abstrak di mata anak-anak jika tidak dijelaskan secara konkret. Oleh karena itu, guru dapat mereformulasi cerita dengan menekankan pada nilai-nilai keteladanan RA Kartini yang dapat dicontoh oleh anak-anak didiknya.

Hal yang dapat dilakukan adalah menindaklanjuti reformulasi gambar yang sudah saya jelaskan di atas dengan cerita. Awali dengan cerita bahwa RA Kartini adalah sosok yang cerdas. Mengapa ia cerdas karena ia gemar membaca. Selain itu, ia juga gemar menulis. Ia menuliskan apa yang ada dipikirannya. Ia belajar menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Apa manfaat menulis? Dengan menulis, membuat kita semakin mengingat hal-hal yang sudah kita pelajari. Selain itu, tulisan kita dapat terus dibaca oleh orang banyak dan bermanfaat untuk mereka.

Guru juga dapat menceritakan bahwa RA Kartini adalah guru yang hebat, ia mendidik anak-anak dan wanita-wanita di sekitarnya. Ia mengajarkan berbagai hal yang telah diketahuinya, seperti membaca, menulis, menjahit atau membuat prakarya lainnya.

Cerita tersebut diharapkan dapat menggugah anak untuk saling membantu teman-temannya. Sebagai contoh, ketika ada teman yang belum bisa membaca maka sebaiknya dibantu agar bisa membaca, ketika ada yang bisa membuat suatu prakarya tertentu maka dapat diajarkan ke teman-temannya. Tanamkan nilai bahwa dengan mengajarkan sesuatu yang sudah kita ketahui kepada orang lain maka akan membuat kita semakin pintar.

Itulah sekelumit ide yang dapat saya sampaikan terkait cara mengajarkan anak-anak meneladani karakter RA Kartini. Semakin dini belajar, semakin dini pembiasaan yang dilakukan maka karakternya akan semakin matang.

UAD Students of Physics Education Finished Their Study in Philippines

It was Lustianasari and Nizami Asnawi Thalib, who have finished their two year study at University of Nueva Caceres (UNC) Philippines as part their study at University of Ahmad Dahlan (UAD).

            Both students, who are of 2012 class at last could finish their 220 credits there. Some of their achievements have been secured among others getting Special Service Award in scholar activities as facilitator for needy children in Sampauita Youth Organization at Sua, Camaligan, Camines Sur district.

In addition, Lustianasari was elected as Cabinet Member of UNC Student Government 2015-2016, while Nizami was appointed as Member of The UNC Professional Choir Group Organization Under College of Education 2015-2016.

The head of Department of Physics Education, Dian Artha Kusumaningtyas, M.Pd.Si. reported that this program is carried out on MoU between  UAD and UNC.

Alhamdulillah our students have finished the program as implementation of MoU between UAD and UNC to realize UAD mission,’ she added.

            Welcoming the graduates were Head of Department of Physics Education, Deputy Rector IV, Prof. Dr. Sarbiran, Ph.D., Dean of Faculty of Eduction and Teacher Training (FKIP) Dr. Tri Kinasih Handayani, M.Si., and Vice Dean of FKIP Dr. Suparman, M.Si., DEA., and Physics Education lecturers.

            All UAD academicians are proud of the achievement and hope that more programs be carried out in order to realize its mission i.e. becoming Muhammadiyah internationally recognized Higher Institution based on Islamic values.

 

Mahasiswa Pendidikan Fisika UAD Selesaikan Studi di Filipina

Adalah Lustianasari dan Nizami Asnawi Thalib, mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang telah menempuh kuliah dua tahun di University of Nueva Caceres (UNC), Filipina.

Kedua mahasiswa angkatan 2012 tersebut akhirnya dapat menyelesaikan studi dengan total 220 SKS. Beberapa prestasi dari mahasiswa tersebut di antaranya adalah penerima Special Servis Award dalam kegiatan kecendekiawanan sebagai fasilitator anak-anak yang kurang mampu di sebuah organisasi Sampauita Youth Organisation daerah Sua, Kamaligan, Kamarina, Sur.

Selain itu, Lustianasari tercatat sebagai Executive Cabinet Member of The UNC Student Government 2015-2016. Sementara Nizami tercatat sebagai Member of The UNC Profesional Kor Group Organization Under Collage of Education 2015-2016.

Kaprodi Pendidikan Fisika, Dian Artha Kusumaningtyas, M. Pd. Si., menyampaikan bahwa program ini terlaksana sebagai bentuk implementasi MoU antara UAD dengan UNC Filipina.

Alhamdulillah mahasiswa kami telah menyelesaikan program ini, sebagai bentuk implementasi MoU antara UAD dengan UNC Filipina dalam rangka mewujudkan visi UAD,” katanya kemudian.

Selain Kaprodi Pendidikan Fisika, penyambutan yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Pembelajaran Sains (LTPS) kampus III UAD, Rabu (27/4/2016) tersebut juga dihadiri oleh Wakil Rektor IV Prof. Dr. Sarbiran, Ph. D.; Dekan FKIP UAD Dr. Tri Kinasih Handayani, M. Si.; Wakil Dekan FKIP Dr. Suparman, M. Si., DEA.; serta seluruh jajaran dosen Pendidikan Fisika UAD.

Seluruh civitas akademik UAD bangga dengan prestasi mahasiswa tersebut dan berharap muncul berbagai program yang dapat mewujudkan visi UAD, yaitu menjadi perguruan tinggi Muhammadiyah berkelas internasional berbasis pada nilai keislaman.

 

Earth Day Celebration, FKIP UAD Organized a Training of Hydroponic Planting

‘We are committed to healthy environment and to realizing the green campus then. Our commitment is supported by all campus elements including lecturers, students, and administrative staffs. One of its realization is by developing hydroponic planting,’ said Dr. Trikinasih Handayani, M.Si., the Dean of Teacher Training and Education Faculty of Ahmad Dahlan University (FKIP-UAD) in her speech at a training of Developing Planting System by Means of Hydroponic at campus V, Wirosaban on Saturday (23/4/2016).

She said that the limited land is not a problem to create a green and lovely campus. UAD has declared green campus programs and to realize the programs at its 55th anniversary, UAD planted Qurani plants i.e. plants mentioned in Holly Qur’an. 

The training program began with theory and practice of hydroponic planting method. This method can be applied to plant spinach, kale, lettuce, bulbs, and other taproot plants. After having theory, the training program was continued by planting practice around the mosque walls at Campus V UAD.

Public relation of FKIP-UAD, Dholina Inang Pambudi, M.Pd. said that this event was managed by Amir Syarifudin, a hydroponic practitioner and followed by 50 participants including lecturers, students and staffs. Moreover, this program also received a positive response from the Head of Department of Primary School Teacher Education, Dra. Sri Tutur Martaningsih M.Pd.   

A day before, on Friday  (22/4/2016), all participants joined the Earth Day celebration through campaigning Campus V to be free from smoke either from cigarettes or from vehicles.

Peringati Hari Bumi FKIP UAD Adakan Pelatihan Menanam Hidroponik

 “Kami memiliki komitmen terhadap lingkungan hidup sekaligus mewujudkan kampus hijau. Komitmen tersebut harus didukung semua pihak, baik dosen, mahasiswa, dan karyawan. Salah satunya, diwujudkan dalam menanam dengan hidroponik,” kata Dr. Trikinasih Handayani, M.Si.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Keguruan Universitas Ahmad Dahlan (FKIP-UAD) tersebut memberi sambutan pada pelatihan “Pengembangan Teknik Menanam Menggunakan Model Hidroponik” di kampus V, Wirosaban, Sabtu (23/4/2016).

Lahan yang terbatas, lanjutnya, tidak menghalangi kampus tetap hijau dan asri. UAD sendiri sudah mencanangkan kampus hijau. Untuk mewujudkan hal tersebut, saat Milad ke-55, UAD menanam tanaman Qurani di kampus IV, yaitu tanaman yang disebutkan dalam al-Qur’an.

Pada kesempatan itu, pelatihan diawali dengan teori dan praktik menanam dengan hidroponik. Penerapan hidroponik ini bisa untuk bayam, kangkung, selada, umbi, dan sebagainya, selain tanaman akar tunggang.

Setelah mendapatkan teori, kemudian berlanjut dipraktikkan di sekitar tembok masjid kampus V UAD.

Humas FKIP-UAD, Dholina Inang Pambudi, M.Pd. mengatakan, kegiatan yang diikuti 50 orang yang terdiri atas dosen, mahasiswa, dan karyawan ini menghadirkan narasumber Amir Syarifudin selaku praktisi hidroponik). Acara ini  juga mendapatkan respons dari Dra. Sri Tutur Martaningsih M.Pd. selaku Kaprodi PGSD UAD.

Sebelumnya, pada (22/4/2016) lalu, mereka turut berpartisipasi dalam peringatan “Hari Bumi” melalui gerakan “Kampus 5 Bebas Asap”. Selain asap rokok, mereka juga mematikan semua kendaraan yang akan masuk ke dalam kampus. 

 

FKM UAD Selenggarakan Seminar Internasional Penyakit Tidak Menular

Beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit tidak menular. Salah satu meningkatnya kasus ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat. Sehingga penyakit seperti kanker, diabetes mellitus, maupun  penyakit tidak menular lainnya meningkat. Untuk menyikapi meningkatnya jumlah kejadian penyakit tidak menular ini, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan (FKM-UAD) mengadakan seminar internasional dengan tema “Isu-isu Mengenai Penyakit Tidak Menular”. Seminar ini akan diselenggarakan pada (25-26/5/2016) di Hotel Cavinton Yogyakarta.

Pada seminar kali ini, FKM UAD mendatangkan berapa narasumber ahli di bidang tersebut. Sebagai pembicara utama yaitu Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti yang saat ini menjabat sebagai Dirjen SDM Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Narasumber yang lain yaitu Prof. Bhisma Murti, Ph.D. dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof. Lu Guo Dong, Ph.D. dari Guangxi Medical University Tiongkok, Prof. Supannee Promthet dari Khon Kaen University Thailand, dan Ciptasari Prabawanti, Ph.D. selaku peneliti dari The Science of Improving Lives USA.

Humas FKM UAD, Ahmad Ahid Mudayana, SKM.,MPH. mengatakan, seminar ini diharapkan dapat mengetahui secara lebih jelas perkembangan isu penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular yang selama ini diketahui masyarakat hanya untuk golongan menengah ke atas. Namun, pada perkembangannya penyakit tersebut saat ini juga banyak diderita oleh masyarakat golongan bawah. Di era program BPJS Kesehatan, sudah seharusnya perubahan tren itu menjadi perhatian lebih.

Menurut Ahid, dampak yang diakibatkan dari penyakit ini sangat banyak, tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga dari sisi ekonomi. Penyakit tidak menular membutuhkan biaya besar dalam proses penyembuhannya, tentu hal ini berdampak pada kemampuan ekonomi masyarakat, juga pemerintah.

“Jika penyakit ini tidak dicegah penyebarannya tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan secara finansial. Masyarakat akan semakin sulit untuk mandiri karena terhimpit ekonomi yang sulit. Sedang pemerintah juga harus siap menyediakan anggaran yang besar untuk menanggung biaya BPJS Kesehatan bagi masyarakat miskin. Maka dari itu, seminar internasional ini sangat penting untuk dilakukan. Sehingga dapat mencari solusi untuk mencegah peredaran penyakit tidak menular tersebut,” terangnya saat ditemui, Senin (25/4/2016)

 

FKM UAD conducts an International Seminar of Non-Communicable Disease

For the last few years, there has been an increasing number of patients with non-communicable diseases like cancer and diabetes mellitus. One of the causes is the changes of people’s lifestyles. Addressing this issue, Public Health Faculty of Ahmad Dahlan University (FKM UAD) is going to conduct an International Seminar with the theme “Issues of Non-Communicable Diseases” (25-26/5/2016) at Cavinton Hotel, Yogyakarta. 

In the seminar, FKM UAD is inviting some experts. The keynote speaker is Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti from Human Resources Directorate General of Research, Technology and Higher Education Ministry. Other speakers are Prof. Bhisma Murti, Ph.D. from Sebelas Maret University Surakarta, Prof. Lu Guo Dong, Ph.D from Guangxi Medical University China, Prof. Supannee Promthet fromKhon Kaen University, Thailand and Ciptasari Prabawanti, Ph.D., a researcher from The Science of Improving Lives USA.

Public Relation of FKM UAD, Ahmad Ahid Mudayana, SKM.,MPH. said that this seminar is aimed to give clear information about the increase of non-communicable diseases issues. To note, this kind of diseases is so far prevalent among middle to high classes but now, they also attack lower classes. The national health insurance from National Social Security Agency (BPJS) should be alert for this tendency.

According to Ahid, non-communicable diseases have extensive effects, not only related to health but also to people’s economy. The healing from these diseases requires more money than those of communicable diseases so that it affect the people’s as well as government economy.

‘If the spread of these diseases is not prevented, it will cause financial problem. It will be difficult for the society to be independent financially it spends more of their expenses. The government has also to provide big amount of budget to fund the BPJS cost for the poor society. Therefore, this seminar is important to find solutions toward the spread of non-communicable diseases, he said, on Monday (25/4/2016)