Anatomi Tauhid dalam Realita Islam

“Untuk apa hidup?”

Pertanyaan ini sering muncul pada pembahasan-pembahasan keagamaan, terutama ketika membicarakan tentang akidah. Akidah merupakan salah satu ajaran pokok dalam Islam yang membahas tentang keimanan. Sering juga dimaknai sebagai sesuatu yang mengikat dengan meyakininya dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan.

Pembahasan akidah ini merupakan salah satu materi yang diberikan pada acara Latihan Dasar Ikatan (LDI) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Minggu (5/4/2015) di Kaliurang, Sleman, DIY, dengan pemateri Fajar Mahmudi, mahasiswa semester IV Tafsir Hadits Universitas Ahmad Dahlan (UAD).

“Semua makhluk yang diciptakan di muka bumi ini tidak lain untuk beribadah, baik manusia, hewan, tumbuhan, serta makhluk gaib seperti malaikat dan jin. Mereka diciptakan di dunia hanya untuk menjalankan semua perintah Allah. Kewajiban kita sebagai muslim adalah memiliki keyakinan yang kuat akan adanya Allah,” ungkap Fajar.

Akan tetapi, manusia kadang terlena dengan indahnya dunia. Tipisnya iman, lingkungan yang buruk, serta kurangnya pengetahuan agama membuat manusia lupa akan siapa dirinya, dari mana berasal, dan siapa sesungguhnya yang harus disembah. Di sinilah masalah akidah mulai dipertanyakan. Solusinya tak lain adalah meningkatkan tauhid.

Lebih lanjut dipaparkan, dewasa ini perbuatan syirik merajalela. Di antaranya penyembahan berhala, matahari, bahkan umat Islam melakukan syirik tanpa disadari. Budaya yang kental dengan masa belum masuknya Islam di Indonesia, tanpa disadari telah membawa efek buruk. Sebagai contoh, budaya masyarakat yang mengagungkan Nyai Roro Kidul. Tentu perbuatan ini syirik karena menyembah selain Allah.

QS. an-Nisaa’ ayat 48 telah menjelaskan tentang perbuatan syirik, yang sebagian artinya, “Allah tidak akan mengampuni dosa syirik”. “Kita hidup untuk beribadah kepada Allah, dan orang yang syirik akan mendapatkan kutukan dan celakalah hidupnya,” tutupnya. (AKN)