Bagaimana Usah Kecil Menengah Yogyakarta Menentukan Harga Jual?

“Faktor-Faktor yang Menjadi Pertimbangan Pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM)  di Kota Yogyakarta dalam Pengambilan Keputusan Menentukan Harga Jual.”

Begitulah tema yang diangkat oleh Nugraheni Rintasari, S.E., M.Sc., dosen tetap Program Studi Akuntansi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), pada tahun 2013 dalam penelitiannya.

Menurutnya, untuk menentukan harga jual, paling besar dipengaruhi oleh harga pokok penjualan yang terdiri atas harga pokok produksi. Di dalamnya sudah tercakup biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead, biaya pemasaran, dan biaya administrasi. Namun dalam praktiknya, banyak faktor yang juga dipertimbangkan oleh pelaku usaha dalam menentukan harga jual. Faktor lain tersebut yang menjadi fokus penelitian ini.

Penelitian dilakukan dengan metode survei kepada 356 responden. Data responden pada awalnya diperoleh dari situs www.umkm.jogjakota.go.id. Dalam situs tersebut, di kota Yogyakarta, jumlah pelaku UMKM menurut data mutakhir tahun 2010 adalah 4.596 dengan komposisi 2.740 industri mikro, 1.481 industri kecil, dan 372 industri menengah.

“Survei dilakukan kepada 356 responden dengan harapan mewakili seluruh populasi yang ada. Metode yang dilakukan adalah mendatangi responden dengan membawa blanko kuesioner kemudian responden diberi dua pilihan apakah mengisi sendiri atau diisikan kuesionernya berdasarkan jawaban responden,” terang Nugraheni.

Data pada situs tersebut, banyak yang berbeda di lapangan. Artinya, banyak pelaku UKM yang namanya tercatat tetapi setelah dicari tidak ada sehingga peneliti memutuskan untuk mendatangi responden yang ada di 14 kecamatan kota Yogyakarta. Responden terbanyak berasal dari kecamatan Gedongtengen, yaitu sebanyak 12,07%.  Keseluruhan pelaku UKM di kota Yogyakarta dibagi menjadi lima bidang, yaitu kerajinan dan umum, kimia dan bangunan, logam dan elektonika, pengelolaan pangan, serta sandang dan kulit. Responden paling banyak berasal dari bidang pengelolaan pangan.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku UKM di kota Yogyakarta mempertimbangkan informasi biaya, waktu pembelian, kedekatan emosional, resiko produk, dan naluri bisnis untuk menetapkan harga jual,” lanjut Nugraheni.

Ia menegaskan, ada lebih dari 50% responden telah mengetahui maksud biaya produksi, biaya bahan baku pembuatan produk, biaya overhead, dan besarnya keuntungan. Bahkan, 71% telah melakukan pencatatan keuangan sederhana.

Dari hasil penelitian tersebut, Nugraheni juga menjelaskan bahwa 16% pelaku UKM menurunkan harga untuk pembeli pertama dan hanya 10% pelaku UKM yang mau menurunkan harga ketika stok tinggal sedikit. Untuk kedekatan emosional, 30% pelaku UKM menurunkan harga jika pembeli masih saudara, 20% jika pembeli adalah tetangga, dan 17% menaikkan harga jika pembeli adalah orang asing.

Katanya, hasil lain menunjukkan bahwa 36% pelaku UKM menurunkan harga jika produk terancam rusak atau kedaluwarsa, membedakan harga jika masih baru dengan yang sudah lewat beberapa waktu, dan untuk produk yang memiliki garansi menjadi lebih mahal. Selain itu, 34% pelaku UKM menggunakan naluri bisnis dalam bertransaksi. Naluri bisnis yang dimaksud adalah menggunakan kata hati jika melayani pembeli bahkan tanpa perhitungan. Misalnya, jika pembeli ramah, tidak banyak menawar, harga bisa diturunkan. (Dok)