img_1461.jpg

Gagal Itu Biasa! Bangkit dari Kegagalan, Itu yang Luar Biasa!

Pondok pesantren mempunyai sebuah tradisi yang dinamakan “masa pengabdian”. Masa ini merupakan sebuah bentuk ungkapan terima kasih seorang santri kepada pondoknya. Salah satu santri yang menjalaninya adalah Fajar Mahmudi.

Fajar merupakan salah satu calon wisudawan terbaik Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Dia akan diwisuda pada 1 April 2017 mendatang dengan Indeks Prestasi Kumuluatif (IPK) 3,97. Selain itu, Fajar juga dikenal sebagai Hafiz al-Qur’an.

Sebelum masuk UAD, Fajar telah mondok di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Ketika lulus dari sana, ia melanjutkan studi ke Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Saat itulah bertepatan dengan masa pengabdiannya untuk pondok pesantren. Fajar mengabdi dan dipercaya menjadi supervisor di sebuah pabrik roti besar. Dari penuturannya, omzet pabrik itu sampai ratusan juta per bulan.

“Saya mengurus pabrik, mengajar dari pukul 07.00 sampai 13.00 WIB, sorenya kuliah, malamnya mengajar lagi di pondok. Saya jadi seperti robot, belum lagi kalau ada tugas kuliah, dan jam 3 pagi harus bangun lagi. Dari ketiganya, memungkinkan ada yang kalah, dan saat itu yang kalah kuliah saya. Entah tenaga habis atau dosen saya di kampus ISID galak-galak,” ujar Fajar bercanda.

Bahasa pengantar kuliahnya pada saat itu menggunakan bahasa Mesir. Dia merasa cukup kesulitan ketika harus memelajari beberapa mata kuliah. Tetapi, menurutnya, rendahnya IPK yang didapat bukan karena faktor tersebut, melainkan karena lelah. Saat itu juga, kemudian dia berpikir untuk mencari tempat menepi dan belajar mengaji.

Fajar mengetahui di PPTA Harun Asy-Syafi’i dan UAD berkat bantuan googling. “Saya masuk UAD dengan ijazah yang sudah basi. Kalau ke universitas negeri, batas maksimal kan dua tahun, sedangkan ijazah saya sudah masuk tahun ketiga. Waktu itu juga, ijazah saya masih menggunakan bahasa Arab dan belum diterjemahkan.”

Setelah memutuskan menetap di Yogyakarta,  Fajar mengambil konsekuensi keluar Pondok Modern Darussalam Gontor melalui perizinan yang cukup rumit. Dia menyampaikan secara baik-baik kepada pengurus pondok perihal keinginannya. Dia juga memutuskan keluar dari ISID.

Di UAD, Fajar mengambil kuliah reguler, membiayai kuliah dari hasil mengajar di beberapa tempat dan mengisi majelis kajian agama.

Alhamdulillah, orang tua saya masih sayang, mereka masih mengirim walau saya tidak meminta.”

Putra dari H. Sa’aduddin dan Hj. Mukarramah ini pernah mendapat beasiswa dari UAD ketika semester 2 dan beasiswa Kementerian Agama (KEMENAG) kategori Hafiz al-Qur’an 15 juz.

Terkait dengan pembelajaran di kampus, Fajar selalu fokus pada materi yang diterangkan dosen, menganalisa yang disampaikan. Jika ada beberapa materi yang diulang-ulang, maka menurutnya itu penting dan harus diingat. Dia belajar dengan cara mengumpulkan materi dan meringkasnya serta tidak pernah belajar sampai suntuk. Kemudian, dia menandai materi penting dan sekiranya akan keluar saat ujian.

Laki-laki yang pernah belajar di Cordoba Academy, Ilmu Riwayat Hadis, Cyberjaya, Malaysia ini mengaku tidak begitu sering membaca buku. Tetapi, dia selalu membaca melebihi apa yang disarankan oleh dosen di mata kuliah. Banyak referensinya dari bahasa Arab dan bahasa Inggris, karena dia menguasai kedua bahasa tersebut. Sekarang, Fajar sedang memelajari bahasa Turki dan memiliki keinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri.

“Saya banyak belajar dari bahasa Arab dan bahasa Inggris, sehingga pemahaman saya terhadap bahasa Indonesia tidak begitu bagus. Mungkin ini yang menjadi salah satu penyebab IPK saya tidak sempurna, karena mata kuliah bahasa Indonseia saya dapat nilai B,” jelas Fajar.

Ketika di pondok, setiap dua minggu dia harus belajar menggunakan bahasa Arab dan dua minggu berikutnya menggunakan bahasa Inggris. (ard)