Mengenal Wika Mahasiswa UAD, Peraih Juara 1 Peksiminas 2016 Kategori Cerpen

 

Wika Gita Wulandari, gadis kelahiran Tidore 2 Desember 1996 menyukai buku sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kecintaannya terhadap buku tidak terlepas dari kebiasaan membaca sang ayah. Semasa kecil Wika tidak begitu tertarik dengan mainan seperti anak-anak sebayanya, ia lebih suka menghabiskan waktu untuk membolak-balik buku milik ayahnya.

“Dulu ketika mau membeli buku kami harus menyeberang ke Ternate. Saya ingat betul bagaimana rasanya saat di atas kapal dan saat berdiri di antara rak-rak di toko buku. Di rumah, saya punya rak buku sendiri. Buku-buku itu merupakan koleksi sejak kecil dan diurutkan sesuai dengan penerbit, ” ungkap Wika.

Masuk jenjang sekolah menengah, putri dari Sigit Pratanda dan Nurlita Marsaoly mulai membaca novel-novel terjemahan. Menurut Wika, novel terjemahan membuatnya bisa mempelajari Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan menambah kosakata baru dengan cepat. Selain membaca, Wika juga mulai melatih keterampilan menulis, khususnya cerpen. Di bangku SMA, gadis yang tidak menyukai pare ini untuk pertama kalinya mengikuti lomba penulisan cerpen.

Kecintaan terhadap sastra ternyata tidak membuatnya ingin menjadi seorang penulis. Wika malahan bercita-cita menjadi seorang peneliti. Setelah lulus dari SMA Sains Averos, Sorong, Papua Barat, ia pernah satu tahun melanjutkan studi di salah satu universitas di Jakarta untuk menekuni bidang penelitian. Tetapi akhirnya memutuskan untuk pindah karena tidak betah dengan keadaan di Jakarta.

“Jakarta panas, saya tidak betah. Apalagi dalam sehari harus berada di laboraturium penelitian selama sepuluh jam. Bosan ditambah panas, jadi ya lebih baik saya pindah, ikut kakak sepupu di Yogyakarta.” kata gadis yang akan berusia dua puluh tahun Desember nanti.

Saat tiba di Yogyakarta Wika langsung mendaftar di Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Di UAD, ia mengambil konsentrasi program studi Biologi. Meski program studi yang dipilih adalah Biologi, Wika tetap menekuni dan terus belajar menulis cerpen.  Ia juga sering ikut perlombaan menulis cerpen.

Ia memperoleh  juara 1 Peksiminas XIII 2016 kategori cerpen yang diselenggarakan di Kendari, Sulawesi Tenggara. Tahun 2012 juara 1 lomba menulis cerpen dengan tema tokoh pelajar season 2. Tahun 2013 juara 2 lomba cerpen mimpi untuk Indonesia. Tahun 2014 juara 2 lomba menulis cerpen remaja Kafapet Unsoed dan unggulan 2 Kategori A lomba menulis cerpen hutan dan lingkungan Perhutani. Tahun 2015 juara 2 lomba blog Gramedia dan nominator 20 cerpen terbaik lomba cerpen nasional Sketsa Unsoed. Tahun 2016 juara 2 lomba cerpen bertema lagu, juara 3 kategori B Perhutani Green Pen, juara 1 lomba cerpen RWC UNY, dan juara 1 lomba cerpen Peksimida.

“Bisa menjuarai Peksimida dan Peksiminas, serta mengharumkan nama UAD adalah kebanggaan tersendiri. Ini salah satu pencapaian yang luar biasa. Setiap tahun saya punya target mendapat satu sertifikat dari ajang perlombaan kepenulisan. Bagi saya target itu menjadi pelecut semangat dalam menulis, ” tuturnya.

Proses yang dilalui Wika sampai bisa menjuarai Peksiminas tidak berlangsung secara instant. Pertama ia harus mengikuti seleksi di lingkup mahasiswa UAD. Kemudian saat telah terpilih ia harus terus mengasah kemampuan menulisnya. Di bawah bimbingan Sule Subaweh yang dipercaya menjadi mentor oleh pihak kampus, Wika harus menulis dua sampai tiga cerpen dalam satu minggu. Setiap beberapa hari sekali juga ada diskusi untuk mengkritisi dan meningkatkan kualitas tulisannya.

Ia sempat merasa stres dan tertekan ketika harus memenuhi target tulisan dalam satu minggu, sebab selain itu ia juga memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas kuliah. Bagi Wika, Sule Subaweh merupakan tipe mentor yang memiliki etos kerja yang luar biasa dan juga disiplin waktu.

“Hal yang paling diingat adalah saat mengikuti Peksimida. Waktu itu lomba dimulai jam delapan pagi dan empat jam kemudian saya bisa menyelesaikan cerpennya. Kemudian saya WhatsApp Mas Sule memberi kabar kalau cerpen sudah dikumpul ke panitia dan saya sudah pulang ke kos. Tetapi dia malah menyuruh balik ke ruang lomba, harus membaca lagi dan merevisi cerpennya sampai waktu lomba selesai, ” ujar Wika sambil tertawa.

Wika memiliki kesan tersendiri ketika mengikuti Peksimida dan Peksiminas. Ia mulai terbiasa dengan kritik yang diberikan oleh seseorang terhadap cerpennya. Sebab selama ini ia tidak begitu banyak memiliki teman yang menyukai sastra. Akan tetapi saat ini, ia memiliki keluarga baru di Yogyakarta yakni kelompok belajar Jejak Imaji (JI). Ia menyarankan bagi mahasiswa UAD yang ingin mendalami bidang literasi untuk bergabung ke Jejak Imaji. Sebab menurut gadis yang menyukai J.K. Rowling ini membaca dan menulis merupakan obat yang manjur ketika sedang mengalami stres.