Soeparno S. Adhy: Seni Menjadi Ladang Dakwah

 

Forum Apresiasi Sastra (FAS) ke-42 yang diadakan pada Rabu (7/1/2015) di hall kampus II Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dihadiri oleh beberapa seniman besar. Di antaranya Soeparno S. Adhy, salah satu Redaktur Kedaulatan Rakyat (KR).

Laki-laki yang pernah menjadi anggota Majelis Perpustakaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah ini berbicara tentang hubungan seni dan Muhammadiyah. Ditanya mengenai perhatian Muhammadiyah kepada seni, ia menjawab, “Saya kira secara organisatoris, Muhammadiyah memberikan perhatian kepada seni. Tetapi, anggotanya ada yang alergi terhadap kesenian.”

Menurutnya, dulu beberapa anggota Muhammadiyah masih menganggap bahwa seni bertolak belakang dengan agama. Namun seiring berjalannya waktu dan masyarakat yang semakin cerdas, hal ini dipandang sebagai cara untuk berdakwah.

Muhammadiyah lebih cenderung mengembangkan  kesenian dan kebudayaan yang kontemporer serta pop. Sementara dalam bidang seni tradisional, kurang diperhatikan. Kesenian seperti kethoprak dan macapat mulai ditinggalkan. Hal itu sangat disayangkan. Seharusnya dapat dikembangkan dengan modifikasi, pikiran, serta alur anak muda.

Selama ini, Muhammadiyah memiliki Lembaga Seni Budaya Olahraga (LSBO). Fungsi LSBO adalah untuk mewadahi seniman Muhammadiyah yang cukup banyak. Sebelum ada LSBO, mereka terpencar. Ada yang di Himpunan Seniman Budayawan Islam (HSBI) dan ada yang di organisasi lain. “Sebelum bergabung dengan LSBO, saya bergabung dengan kelompok drama yang dimiliki Madrasah Mu’alimat,” ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, Muhammadiyah harus terus mengembangkan seni untuk berdakwah. Seniman dan sastrawan Muhammadiyah sangat banyak. Misalnya Taufik Ismail, Abdul Hadi W., dan sutradara terkenal seperti Hanung Bramantyo. Melihat hal itu, seni dapat dijadikan ladang dakwah yang sangat subur.

Lelaki yang telah 42 tahun menjadi wartawan ini menyampaikan harapannya mengenai seni dan Muhammadiyah. “Saya kira, harus diperdayakan seni di dalam Muhammadiyah. Tujuannya untuk menggencarkan kegiatan dakwah. Jadi, dakwah tidak hanya dilakukan dengan ceramah, tidak hanya dilakukan oleh para dai, tetapi dapat juga menggunakan seni.” (Rh)