Betapa Lemahnya Modern saat Lokalitas Diangkat

 

“Gaya bercerita Ninduparas dalam kumpulan cerpen keduanya ini menunjukkan kekhasannya sebagai cerpenis yang tekun dan piawai menggarap tema magis dalam latar etnografis dengan alur yang mistis. Benda-benda yang menjadi latar cerita. Dan ini tampak pada ketertibannya menyusun kata, yang membaurkan, mencampurkan, dan meleburkan anatar yang tradisional—bahasa daerah—dan modern—bahasa nasional,” ucap Asef Saeful Anwar saat membedah kumpulan cerpen Penanggung Tiga Butir Lada Hitam di Dalam Pusar karya Niduparas Erlang di auditorium kampus I Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Senin (22/21/2015).

Hasilnya, kata Asef, sebuah deskripsi yang menunjukkan betapa lemahnya modernitas tanpa pijakan pada tradisi yang kuat. Begitulah kelihaian Ninduparas.

Meskipun begitu, kumpulan cerpen pemenang Siwa Nataraja Award ini juga ada beberapa catatan yang harus diperhatikan. Menurut Asef, kelemahan kumpulan cerpen Ninduparas—kumpulan cerpen, bukan cerpennya—sering kali tidak memerhatikan cara cerpen-cerpen pengisinya memiliki persamaan. Bahkan, kadang pengulangan, uakni deskripsi sebuah peristiwa atau kejadian.

Acara yang di adakan oleh Teater JAB juga bekerja sama dengan KOMODO BOOKS & JURNAL SAJAK ini berlangsung sangat meriah. Selain kumpulan cerpen tersebut, juga dibedah buku kumpulan puisi Taneyan karya Mahwi Airtawar yang dibahas Evi Idawati.

Diskusi semakin meria dengan adanya pembacaan puisi, cerpen, juga musikalisasi puisi Teater JAB.