img_565t1.jpg

Buku Mentari, Ajari Tunanetra Belajar Astronomi

Kemenristekdikti mendanai proposal mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang tergabung dalam salah satu kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M). Tema kegiatan tersebut tentang pembuatan buku Mencerap Tata Surya dengan Gambar Tactile Buatan Sendiri (Mentari), sebagai media edukasi astronomi inklusi.

Keempat mahasiswa itu adalah Ricka Tanzilla, Ratnawati, Putri Maghfirotul Khasanah (Pendidikan Fisika), dan Titi Istinganah Muyassaroh (Ilmu Kesehatan Masyarakat). Mereka didampingi oleh Yudhiakto Pramudya, Ph.D. sebagai dosen pembimbing.

Mempelajari ilmu astronomi identik dengan penggunaan indra pengelihatan. Namun bagi yang mengalami kendala visual (lowvision atau tunanetra total) belajar astronomi menjadi hal yang sukar dilakukan. Berbagai upaya dilakukan oleh ilmuwan untuk membantu tunanetra belajar sains, terutama astronomi.

Belajar astronomi tidak hanya membaca deretan kalimat, tetapi juga memahami bentuk, ukuran, bahkan warna objek langit. Misalnya bentuk-bentuk planet, komet, matahari, beserta strukturnya. Sehingga, media pembelajaran yang digunakan tidak hanya berupa huruf braille, tetapi juga gambar timbul atau tactile.

Gambar tactile bisa diraba oleh tunanetra. Dengan merepresentasikan bentuk dan struktur benda langit pada gambar tactile, tunanetra mendapatkan kesempatan memperoleh informasi yang lebih komprehensif dibandingkan hanya membaca huruf braille.

Ricka dkk. mengajarkan penggunaan buku Mentari sebagai media edukasi astronomi inklusi kepada siswa yang telah dipilih dari SMA 4 Muhammadiyah Yogyakarta.

Siswa tersebut adalah Putri Cikasya Haryodatin dan Andis Purwanto. Keduanya memiliki kendala pengelihatan low-vision. Sebagai teman pendamping Putri dan Andis, ada juga siswa dengan pengelihatan awas untuk membantu keduanya belajar.

Bertempat di gedung kampus 2 UAD unit B, Jl. Pramuka, Ricka dkk. pada hari pertama, Sabtu (6/5/2017), mengajarkan tentang bumi dan matahari, serta mempraktikkan membuat kedua benda angkasa tersebut menjadi gambar tactile. Di hari kedua, Minggu (7/5/2017), mereka mempraktikkan membuat saturnus dan komet.

“Biasanya, pembuatan gambar tactile membutuhkan biaya yang sangat mahal. Jadi kami memanfaatkan barang-barang sederhana, murah, dan yang mudah didapatkan. Misal seperti pasir dan tali,” ungkap Ricka.

Bahan-bahan yang mereka gunakan terinspirasi dari Lina Canas, ilmuwan astronomi dari Portugal yang sekarang bekerja di International Astronomical Union (IAU), khususnya Office of Astronomy Outreach. Ia berhasil mengembangkan media pembelajaran astronomi dengan gambar tactile yang dibuat sendiri.

Menurut Yudhiakto, keunikan strategi pembelajaran ini adalah siswa tunanetra dapat bekerja sama dengan siswa awas untuk membuat gambar tactile. Siswa tunanetra akan mempresentasikan gambar tactile yang sudah dibuat. Sehingga, inklusivitas siswa tampak pada kegiatan ini.

Selain itu, PKM-M ini juga membekali kemampuan siswa dengan pengetahuan tentang wirausaha. Diharapkan mereka dapat memasarkan buku hasil buatannya yang dilengkapi dengan gambar tactile buatan sendiri.

PKM-M Dilaporkan ke IAU

Pendidikan sains khususnya astronomi untuk tunanetra telah mendapat perhatian dari International Astronomical Union (IAU). Pada September 2016 lalu, Yudhiakto Pramudya, Ph.D., pendamping PKM-M Mahasiswa UAD, diundang ke The 3rd Symposium for Universal Design for Astronomy Education di National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ).

Setelah acara tersebut, Yudhiakto resmi tergabung dalam salah satu working group di IAU di bidang Astronomy for Equity and Inclusion. Sehingga, kegiatan PKM-M dari mahasiswa bimbingannya tersebut harus dilaporkan ke working group untuk dicatat sebagai agenda kegiatan anggota. (ard)