Kustati Nurul Hidayah: Lulusan UAD Wajib Transfer Ilmu

“Yang paling utama tujuan saya adalah transfer ilmu,” ujarnya mantap.

Kustati Nurul Hidayah, S.S., alumnus Fakultas Sastra, Budaya, dan Ilmu Komunikasi (FSBK) Prodi Sastra Inggris Universitas Ahmad Dahlan (UAD)tersebut beberapa kali sempat mengurai senyum di sela-sela wawancara. Gadis kelahiran Bima, 23 tahun lalu itu dijadwalkan berangkat ke Thailand Selatan pada 27 April 2017 mendatang. Melalui program Alumni Mengajar ke Luar Negeri yang diselenggarakan oleh Kantor Urusan Internasional (KUI) UAD, Nurul akan mengajar di Anuban Sattun School, Thailand Selatan.

“Sebagai mahasiswa fresh graduate, saya merasa perlu untuk menyalurkan ilmu yang saya dapat selama kuliah. Sekaligus untuk mengukur kemampuan. Saya ingin lihat sejauh apa kemampuan saya dan ilmu yang saya dapat selama kuliah.”

Nurul menjelaskan, kesempatan ini ia dapatkan karena rekomendasi dari pihak Fakultas FSBK. Setelah rekomendasi dari fakultas, kemudian ia mendaftar ke KUI untuk mengikuti seleksi. Saat dinyatakan lolos seleksi, ia mengaku sangat senang sekaligus takut.

“Lebih ke pikiran, apakah saya sanggup mengemban tanggung jawab yang sangat besar ini? Karena saya bukan hanya membawa nama sendiri, tetapi juga membawa nama UAD, bahkan Indonesia. Tapi saya yakin pasti bisa,” jelasnya ketika ditanya perihal ketakutan sebelum berangkat ke luar negeri.

Ia mengaku masih ada keraguan dalam hal teknis, seperti administrasi ketika menjadi guru. Sebagai mahasiswa sastra murni, ia tidak mempelajari silabus atau RPP dan administrasi sejenis yang diperlukan seorang guru. Tetapi, itu tidak menyurutkan tekadnya.

“Hal-hal teknis semacam itu bisa dipelajari, yang penting bukan tingkah laku atau manner. Soal adaptasi saya tidak takut, karena pada dasarnya manusia akan menyesuaikan diri,” jelas Nurul.

Walaupun tidak mendapatkan matakuliah tentang pengajaran dan pendidikan, ia yang pernah tergabung dalam Tenaga Muda Ahmad Dahlan memiliki pengalaman mengajar selama tiga bulan. Nurul bersama kawan-kawan mengajar di balai desa daerah belakang terminal Giwangan. Siswa-siswa yang diampu kebanyakan adalah anak broken home dan putus sekolah.

“Mengajar di rumah belajar seperti itu lebih sulit, saya kira. Sebab, kami bukan cuma mengajar pelajaran, tetapi juga sopan santun dan memberikan motivasi, manajemen kelasnya juga lebih sulit daripada di sekolah biasa. Apalagi anak-anaknya banyak yang tidak mau belajar karena merasa sudah kehilangan harapan,” terang Nurul.

Selain tergabung dalam Tenaga Muda Ahmad Dahlan, pengagum sastrawan klasik Jane Austen tersebut juga pernah tergabung dalam sebuah komunitas menulis bernama rewords. Dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ia pun pernah menjabat sebagai sekretaris umum bidang keilmuan, kepala bidang kader, dan kepala bidang organisasi

Nurul mengaku, meskipun mengambil jurusan sastra murni, ia tidak asing dengan proses belajar-mengajar. Apalagi ia dibesarkan oleh kedua orang tua yang berprofesi sebagai guru. Ia paham betul ketika kedua orang tuanya pulang ke rumah dengan membawa sejuta cerita tentang anak-anak didiknya di sekolah. Itulah yang membuatnya berkeyakinan bahwa guru adalah pekerjaan yang paling mulia. (dev)