Membaca Tenaga Kerja Asing di Indonesia

 

“Dengan adanya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), dari sisi ketenagakerjaan, selain menciptakan ancaman, juga membuka peluang usaha dan peluang pekerjaan. Karenanya, penting bagi pemerintah dan semua pihak untuk menyiapkan program-program jangka pendek guna meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia,” kata Ani Muttaqiyathun, S.E.,M.Si. selaku Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta saat mengisi acara di Radio Sonora Jogjakarta, Kamis (18/08/2016).

Hal ini, lanjut Ani, dapat difokuskan pada kebijakan penguatan sumber daya manusia pada sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan bukan hanya persiapan sebagai buruh di usaha skala besar. Melalui program penciptaan entrepreneurship di sektor UMKM, Indonesia akan tetap menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Jumlah wirausahawan nasional baru sekitar 0,18 persen dari total jumlah penduduk. Sementara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan, Indonesia memerlukan jumlah pengusaha lebih dari 2 persen atau sekitar 4 juta orang.

Awal tahun ini, banyak media mengabarkan bahwa ada ribuan Tenaga Kerja Asing (TKA) masuk ke Indonesia. Hal ini dibenarkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Namun, ia berdalih bahwa jumlah mereka ini kurang dari 0,1 persen dari jumlah total buruh total Indonesia (dengan angkatan kerja sekitar 129 juta). Rata-rata per tahun angkanya berkisar sekitar 70 ribu orang. Jenis jabatan para TKA pada umumnya adalah profesional, direksi, manajer, advisor/konsultan, komisaris, teknisi ahli, dan supervisor ahli.

Dalam Permenakertrans No. 12 tahun 2013 disebutkan antara lain; pemberi kerja bagi TKA harus perusahaan yang berbadan hukum; jenis pekerjaan yang diperkenankan hanya ada empat jenis pekerjaan sementara, yaitu pemasangan mesin, elektrikal, layanan purna jual, dan produk dalam masa penjajakan usaha; serta TKA harus bisa menunjukkan sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman di bidang tersebut minimal lima tahun.

Berdasarkan MRA (Mutual Recognition Arrangement) yang sudah dilakukan negara-negara ASEAN, profesi yang disepakati hanya 8 profesi saja. Jabatannya juga spesifik dan tidak umum, serta hanya diperbolehkan bagi pekerja asing terdidik yang mempunyai ketrampilan (skill) khusus dan profesional. Adapun 8 profesi profesional itu adalah insinyur, perawat, arsitek, tenaga survei, akuntan, praktisi medis, dokter gigi, dan tenaga pariwisata.

TKA yang bisa masuk ke Indonesia dalam kerangka MEA, juga bukan TKA sembarang. Mereka harus tetap mengikuti peraturan ketenagakerjaan. Ini terkait soal MRA, sehingga ada pemahaman sama tentang kompetensi.

“Intinya, seseorang yang dianggap memiliki skill di negara kita, maka juga dianggap sama atau setara di negara lain,” pungkasnya. (dok)