Menanti Kelahiran Perda Penataan PKL

Oleh : Sukardi

Dosen Fakultas Ekonomi UAD

 

Menjamurnya pedagang kaki lima (PKL) di kota besar sampai kota-kota kecil, tidak terkecuali ditingkat kecamatan, kini menjadi persoalan tersendiri di negeri ini. Inilah sebagai konsekuensi dari sistem ekonomi kerakyatan, ekonomi berkembang melalui usaha kecil dan mikro. Bagi yang tidak memiliki lahan tersendiri mereka memanfaatkan trotoar dan lahan umum lainnya sebagai tempat mangkal menjajakan dagangannya. Tentu munculannya PKL menjadi sinyal perkembangan perekonomian rakyat. Di sisi lain terjadi ketidakrapian dan kekumuhan lingkungan. Pada kondisi demikian diperlukan regulasi PKL sehingga lingkungan menjadi lebih tertata, kota  menjadi lebih rapi.

Munculnya PKL akan menjadikan tempat itu ramai sejak pagi hingga larut malam. Mereka berjualan produk yang menjadi kebutuhan masyarakat. Masyarakat tidak harus ke luar daerah  untuk mendapatkan kebutuhannya. Tapi di sisi lain yang lebih penting adalah perkembangan PKL isyarat  perekonomian orang miskin semakin bergeliat.

Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) kemiskinan Indonesia mencapai 11,8 %, jika penduduk Indonesia 240 juta, maka  penduduk miskin di atas 25 juta orang. Penduduk miskin desa banyak  yang mengadu nasib di kota yang justru menambah populasi kemiskinan  kota. Penduduk miskin banyak yang menjadi buruh, tetapi tidak sedikit mereka yang melakukan usaha menjadi pedagang kaki lima. Bagi mereka yang  tidak mempunyai lahan, tak memiliki biaya sewa tempat,  cara yang ditempuh memanfaatkan trotoar atau sejenisnya untuk usaha dengan fasilitas tempat mangkal ala kadarnya.

Jika fasilitas tidak didukung dan penaataan tidak tersedia tempat yang mewadahi untuk PKL, maka yang terjadi lingkungan menjadi kumuh, lapak-lapak tidak rapi, dinding dan atap bangunan dari bahan sederhana yang kadang tidak sedap dipandang mata. Banyaknya PKL yang bermunculan banyak menutup trotoar yang seharusnya menjadi areal pejalan kaki. Tentu hal tersebut menyita jalan sekitar untuk tempat parkir para pengunjung yang berkendaraan. Dari sisi kebersihan dan kesehatan lingkungan kadang kurang diperhatikan. Termasuk para pedagang makanan anak-anak di halaman sekolah, yang sebenarnya menambah kesemrawutan lingkungan dan kurang mendidik. Anak anak makan jajanan sambil berdiri dan jalanan menjadi pemandangan  kurang etis dan membiasakan perilaku yang kurang sopan.

Masyarakat maju tentu berharap semakin berbudaya, penataan lingkungan, kebersihan, penataan kerapihan perlu terus dikembangkan. Dulu  banyak slogan yang dicanangkan: berhati nyaman (bersih, sehat, indah dan nyaman), projo tamansari (produktif,  ijo royo royo, ditata tanam dan asri), bersinar, berseri, beriman, sembada, binangun, dan sebagainya. Semua mengharapkan kesehatan, kerapihan, keindahan.

Membinaan PKL

Seharusnya pengusaha kecil dan mikro tetap dibina, disediakan areal khusus PKL dengan fasilitas bentuk bangunan yang tertata, arealnya dilokalisir, tidak menyebar di sembarang tempat, tidak mengganggu pejalan kaki, tidak menimbulkan munculnya tempat parkir yang mengganggu lalu lintas.

Supaya tidak memancing para PKL menempati sembarang areal, perlu ada daerah larangan mangkal, ada aturan bentuk dan syarat bangunan. Daerah-daerah larangan mangkal PKL dibangun taman dan fasilitas umum lain yang menciptakan keindahan lingkungan. Penertiban dan pembinaan PKL terus dilakukan, sehingga masyarakat memahami konsep penataan dan tata kota yang diinginkan oleh pemerintah.

Jika pemerintah kota Yogyakarta membangun taman dengan pot lahan permanen posisi tinggi di berbagai areal yang dilarang untuk jualan PKL. Maka pemerintah kota Bandung membangun zona merah, melakukan pembinaan dan penataan PKL. Pembeli yang belanja pada PKL di daerah zona merah dikenai denda satu juta rupiah. Lalu Pemda Solo terus melokalisir PKL, diharapkan tahun 2015 tidak ada lagi PKL yang menempati areal terlarang.  Kebijakan-kebijakan itu tentu tidak mudah pelaksanaannya, karena terkait dengan nasib usaha, kepemahaman tata lingkungan. Namun PKL memang membutuhkan santunan bimbingan usahanya. Jika terlambat menata semakin susah melokalisir PKL; kerapihan kota, kenyamanan trotoar dan gangguan parkir sudah tidak bisa menunggu lama lagi untuk penataannya.