wayang_uad_2016.jpg

Mengakar Kembali Pada Tradisi dan Budaya

Pergelaran wayang kulit yang diadakan di halaman kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) merupakan acara tasyakuran memperingati Milad ke-55 UAD.

Acara yang digelar pada Sabtu, (26/12/2015), ini mengangkat lakon “Bangun Pura Kencana”.

Bangun berarti membangun, Pura berarti bangunan, dan Kencana berarti emas. Jika diartikan maka membangun bangunan yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dalam lingkup khusus, harapannya setelah dibangun kampus IV akan menjadi kampus emas yang bisa dibanggakan oleh UAD,” ujar Dr. Kasiyarno M. Hum. selaku Rektor UAD.

Pembangunan dan perkembangan kampus-kampus UAD diharapkan diikuti juga dengan perkembangan intelektualitas dari mahasiswanya.

Penataan panggung dan kursi penonton sengaja dikonsep depan panggung khusus masyarakat umum, dan di sebelah panggung untuk pejabat kampus. Hal ini dilakukan karena acara ini bukan hanya milik UAD, tetapi juga masyarakat umum.

“Dalang Ki Seno Nugoho sudah tiga kali mengisi acara wayangan di UAD. Dalang kondang ini merupakan dalang internasional dan sudah berkeliling di Suriname, Belanda, dan Australia. Kapasitasnya tidak perlu diragukan lagi,” lanjutnya saat mengisi sambutan sebelum acara dimulai.

Tamu-tamu undangan dari luar negeri juga datang, seperti dari Malaysia dan Australia.

Aryo Hall salah satu penonton yang berasal dari Australia mengatakan sangat senang dengan adanya acara wayangan.

“Saya sangat suka dengan budaya Indonesia, seperti wayang dan karawitan. Tetapi saya lebih suka terhadap karawitan, karena dasar musiknya berbeda dengan musik modern,” ujar mahasiswa ISI ini.

Ia mendapat informasi adanya acara wayang ini dari ayahnya, Aaron Hall, karena ayahnya juga salah satu pecinta wayang dari Australia.

“Ketika mempelajari karawitan, saya harus benar-benar mendengarkan semua instrumen musik dan harus bisa menyatu dengan alat musik yang lain. Saya berharap acara wayangan di UAD ini bisa menjadi contoh untuk masyarakat luas, bahwa budaya asli harus terus dilestarikan,” imbuh pria berumur 19 tahun ini.

Cipto selaku penonton dari Banguntapan, Bantul mengatakan bahwa dengan adanya acara wayangan ini, UAD bisa terus menjadi kampus yang maju dalam pembangunan gedung dan pendidikan mahasiswanya.

“Cerita wayang itu kan merupakan penggambaran perilaku manusia. Jadi dengan menonton wayang saya banyak belajar tentang kehidupan. Saya sudah menyukai wayang sejak usia 10 tahun,” timpal penonton lainnya, Suharyanto.

Ia mendapatkan informasi adanya acara wayang dari tetangganya yang merupakan karyawan UAD. Ia juga berharap ke depan UAD semakin berkualitas dan sering menyelenggarakan acara kebudayaan.

Hal senada juga dikatakan oleh Eko yang merupakan penjual wayang dari Imogiri. Menurutnya, setiap tokoh dalam wayang menggambarkan watak manusia yang berbeda-beda, ada yang baik dan ada yang jahat. Ia berharap acara budaya semacam ini terus dilestarikan, agar budaya asli Indonesia tidak punah dan membantu pengrajin wayang.

Acara yang dihadiri ratusan orang tersebut membuktikan antusias masyarakat terhadap kesenian wayang masih cukup tinggi. (Ard)