Moral Keluarga Citra Bangsa

Panji Hidayat,

UAD Yogyakarta

 

Tergesernya imperalisme kultural atas pengaruh dampak negatif dari globalisasi menjadikan masyarakat terhipnotis oleh perkembangan tanpa adanya benteng kultural. Masyarakat yang tidak mempunyai kemampuan untuk memfilter budaya-budaya global yang masuk, dengan sendirinya budaya global tersebut menggeser nilai-nilai budaya lokal yang sudah tentu tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian masyarakat. Akhirnya akan menimbulkan cultureshock (guncangan budaya).

Hal tersebut bisa terlihat dari fakta di lapangan yang menghiasai wajah media di Indonesia. Misalnya saja kasus freesex, pemerkosaan, pembunuhan, pelecehan dan kekerasan seksual, hamil di luar nikah, pembuangan dan penjualan bayi, serta maraknya kasus perceraian dalam rumah tangga. Di samping itu mahasiswa dan masyarakat mudah tersulut emosi dengan sering melakukan demo anarkhis yang kadang berakhir dengan tawuran.

Maraknya kasus kriminal tersebut mengindikasikan bahwa citra kepribadian timur mulai luntur. Generasi anak sekarang mudah merasa kesepian dan pemurung, lebih beringas, kurang memiliki etika, mudah cemas, gugup, dan lebih impulsif. Maka dari itu kita perlu mencari akar permasalahannya sebelum terlanjur rusak karena treatment kuratif lebih sulit daripada melakukan tindakan preventif.

 

Membangun Keluarga

Salah satu faktor untuk membangun moral adalah pendidikan keluarga. Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat. Masyarakat adalah unit yang membentuk negara. Oleh karena itu, keluarga sangat berperan penting dalam pembentukan moral individu. Moral merupakan kunci bagi sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga, pendidikan moral sejak usia dini sangat penting. Apabila pendidikan di keluarga sudah bermasalah maka akan terjadi permasalahan yang berkepanjangan yang menghancurkan nilai luhur yang terkandung dalam keluarga. Padahal semestinya masalah tersebut tidak akan terjadi apabila keluarga melakukan fungsinya dengan benar.

Fungsi psikologis keluarga adalah memberikan perhatian di antara anggota keluarga, memberikan pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga. Sebenarnya, apabila keluarga melakukan fungsinya dengan baik, maka semua masalah yang terkait dengan krisis karakter akan terselesaikan. Namun, keluarga seringkali melewatkan begitu saja fase kritis dalam pembentukan sikap moral anak. Kadangkala orang tua tidak memikirkan bagaimana perkembangan moral anaknya sehingga tidak terlalu fokus dalam membentuk moral anak agar menjadi seorang pribadi yang berkualitas di masa yang akan datang.

Keluarga adalah benteng moral yang mampu menahan pengaruh negatif globalisasi. Oleh karena itu, seluruh keluarga Indonesia harus mempunyai kesadaran untuk membentuk moral bangsa dan kembali ke fitrah sebagai institusi yang menyenangkan, tempat menaburkan dan membumikan nilai-nilai akhlakul karimah, etika, kasih sayang, dan nilai-nilai luhur lainnya. Citra bangsa tidak muncul dengan sendirinya tetapi dibangun dari masyarakatnya sendiri. Kesadaran keluarga dalam membangun moral sangatlah urgen, bukan hanya sekadar mempunyai anak dan tidak mengasuhnya dengan benar, sehingga akan menjadi beban masyarakat yang akhirnya juga menjadi beban negara.

Pendidikan moral perlu ditekankan pada setiap keluarga agar anak-anak yang dilahirkan nanti menjadi anak yang saleh, berbakti kepada orang tua, agama, nusa, dan bangsa serta selalu bermanfaat bagi orang lain di manapun anak tersebut berada. Oleh karena itu jika semua moral keluarga baik maka harumlah citra bangsa ini. Namun begitu perlu dicarikan solusi agar pendidikan di Indonesia dapat membentuk moral adiluhung yang dapat mencerminkan citra bangsa yang berkepribadian luhur.

Kaum muda harus berani introspeksi untuk mengambil posisi dalam membuat sejarah baru. Sangat disesalkan karena bangsa yang terbelakang umumnya merupakan bangsa yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah. Untuk itu perlulah kiranya pemuda untuk melakukan introspeksi bahwa bangsa yang maju, besar, dan beradab, tidak ditentukan oleh kekayaan alam sebuah bangsa akan tetapi moral diperlukan dalam pengelolaan sumber daya alam yang melimpah ini.

Tua mudanya usia bangsa tidak menjadi garansi untuk maju, tetapi diperlukan perubahan besar generasi muda itu sendiri. Besar, maju, dan bermartabatnya suatu bangsa bukanlah soal nasib. Tetapi, upaya pantang menyerah dan kerja keras demi tercapainya cita-cita bangsa untuk menjadi bangsa besar, maju, dan bermartabat tidak harus meninggalkan kebudayaan ketimurannya yang santun. Tidak ada kata terlambat untuk menjadi bangsa yang besar, asal tidak berpangku tangan dan bertopang pada dagu.

Bangsa yang besar tidaklah gratis dan menunggu turun dari langit tetapi perlu peran pemuda untuk meneruskan estafet kepemimpinan yang bersih. Pemuda adalah harapan, ditangan merekalah putih, merah, hijaunya nasib bangsa dipertaruhkan. Oleh karena itu, pemuda harus bangkit membangun citra bangsa dan berani memegang kepemimpinan dalam segala lini kehidupan.