Pastron UAD: Sinergi Astronomi dengan Budaya Nusantara

 

Pusat Studi Astronomi (Pastron) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta telah mengadakan Seminar Astronomi dan Budaya (Sindara) pada (30/5/2015) di auditorium kampus III.

Yudhiakto Pramudya selaku ketua panitia Sindara 2015 mengatakan, “Seminar ini selain bertujuan sebagai wadah diskusi peneliti astronomi dalam budaya, juga sebagai wahana untuk dokumentasi kekayaan dan kearifan lokal nusantara yang berkaitan dengan astronomi.”

Penentuan musim tanam padi, penentuan arah dengan menggunakan rasi bintang, kalender, dan bahkan beberapa pembangunan situs bersejarah yang berlatar belakang astronomi, merupakan beberapa contoh bahwa kekayaan bangsa Indonesia dalam bidang astronomi yang berkaitan dengan budaya lokal sangatlah banyak dan beragam. Sayangnya, tidak banyak publikasi hasil penelitian yang diketahui oleh publik mengenai hal tersebut. Sindara adalah ajang yang tepat untuk publikasi dan dokumentasi mengenai itu.

Hadir sebagai keynote speaker adalah Prof. Dr. Bambang Hidayat dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Ia merupakan salah satu pioneer yang sangat mumpuni di bidang astronomi di Indonesia. Selain itu, ada pula Drs. Bambang Budi Utomo (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), Drs. Widya Sawitar (Planetarium dan Observatorium Jakarta), dan Drs. Sriyatin Shodiq, S.H., M.A. (PP Muhammadiyah) yang menjadi pembicara utama lainnya.

Tak ketinggalan, Prof. Wayne Orchiston dari National Astronomical Research Institute of Thailand (NARIT) berkenan untuk membagikan pengetahuannya tentang astronomi dan budaya di Indonesia. Paduan antara ilmu astronomi, arkeologi, pengamatan, dan penelitian antariksa, serta kajian astronomi Islam membuat seminar ini menjadi sangat menarik.

Sindara memberikan wadah bagi para peneliti senior, muda, juga praktisi astronomi budaya berbagi pengetahuan dan hasil penelitiannya. Judul makalah yang beragam tidak hanya tentang budaya di pulau Jawa, tetapi juga di Pulau Lombok, bahkan dari Malaysia. Hal tersebut menambah beragamnya kekayaan dan kearifan lokal yang akan dikaji. Namun, tentunya masih banyak budaya di daerah lain yang belum tercakup, begitu pula analisis yang masih perlu dilakukan dari berbagai disiplin ilmu yang lebih beragam. Untuk itulah, Sindara diharapkan dapat menjadi forum untuk merumuskan langkah strategis pelaksanaan penelitian di bidang astronomi dalam budaya secara berkelanjutan.

Di samping itu, astronomi dan budaya tidak lepas dari pemahaman dan cara pandang masyarakat tentang peristiwa astronomi. Salah satu fenomena astronomi yang akan dilihat di Indonesia adalah gerhana matahari total pada 9 Maret 2016. Astronom internasional dan nasional telah bergerak untuk melaksanakan pengamatan di beberapa daerah di Indonesia.

Hal ini menarik untuk dikaji tentang kearifan lokal yang berkaitan dengan gerhana matahari. Tidak dipungkiri, beberapa masyarakat masih belum tahu tentang penyebab gerhana matahari, begitu pula cara mengamatinya. Sindara menjadi salah satu wahana edukasi bagi masyarakat, pelajar, dan mahasiswa tentang betapa menariknya astronomi dan antariksa disinergikan dengan pemahaman terhadap budaya nusantara.