Pekerja Seni UAD Pentas di Pendopo Plaza Ambarukmo

KOLABORASI DENGAN SULING BAMBU NUSANTARA

Minggu, 1 Juli 2012 – Burhan “Pantura”, salah satu Pekerja Seni Universitas Ahmad Dahlan (UAD), bersama dengan Komunitas Suling Bambu Nusantara mengggelar pertunjukan Kolaborasi Musik Bambu Nusantara di Pendopo Ambarukmo, Timur Ambarukmo Plaza Yogyakarta. Pertunjukan yang bertujuan untuk melestarikan dan mengenalkan alat musik nusantara ini dihadiri ratusan penonton.

“Saya sangat beryukur bisa ikut andil dalam mengenalkan kebudayaan suling dan angklung. Bagi saya, berkesenian tidak harus terjebak dan terjerembab dalam konsentrasi berfikir yang sempit. Belakangan, banyak sekali pekerja seni atau kelompok seni (pertunjukan, sastra, musik, dll) di kampus maupun masyarakat luas – yang terjebak dalam konsep berkesenian yang keliru. Mereka sibuk dengan romantisme dirinya ataupun kelompoknya sendiri. Kalau sudah semacam itu, bagi saya, perkembangan kesenian akan lambat. Usaha untuk memasyarakatkan kesenianpun tidak akan tumbuh secara baik.” tegas Burhan dari Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) UAD yang juga aktif menjadi pendamping proses di beberapa pos kesenian kampus dan sekolah di Yogyakarta.

Pertunjukan yang didukung oleh Royal Ambarukmo, Aras Asri, Radio Anak Jogja, Ramai, dan Pocari Sweat ini berjalan khidmat.

“Ini adalah usaha nyata kami dalam menumbuhkembangkan kebudayaan dan tradisi musik Indonesia. Kami tidak ingin berhenti pada kalimat “Melestarikan”. Sebab, bagi kami melestarikan kurang efisien (sama dengan memuseumkan). Bagi kami lebih tepat dengan mengajarkannya kepada semua kalangan (di antaranya: ibu rumah tangga, tukang becak, pekerja laundry, PNS, mahasiswa dan pelajar), Alhamdulillah, sejak berdirinya pada 20 Mei 2004 silam, berawal dari 5 orang, sekarang komunitas ini memiliki 1.873 anggota yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Kami berharap, usaha ini mampu meberikan energi yang positif bagi tumbuh kembangnya budaya kita,” papar Agus Pathub, pendiri dan Pembina Komunitas Suling Bambu Nusantara dan Komunitas Angklung Yogyakarta.

“Ini adalah pertunjukan tunggal pertama kami. Harapannya, dengan digelarnya pertunjukan ini, masyarakat dapat lebih mengenal alat musik bambu dan angklung. Tidak hanya sekedar tahu. Kami menunggu partisipasi masyarakat luas yang ingin ikut serta dalam komunitas kami. Mereka bisa bergabung dalam latihan rutin kami, tiap Sabtu di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), dan Senin di pendopo ini. Jam 4 sampai jam 6 sore,” ujar Wiwir Endri, salah satu panitia kegiatan tersebut. (IHS)

KOLABORASI DENGAN SULING BAMBU NUSANTARA

Minggu, 1 Juli 2012 – Burhan “Pantura”, salah satu Pekerja Seni Universitas Ahmad Dahlan (UAD), bersama dengan Komunitas Suling Bambu Nusantara mengggelar pertunjukan Kolaborasi Musik Bambu Nusantara di Pendopo Ambarukmo, Timur Ambarukmo Plaza Yogyakarta. Pertunjukan yang bertujuan untuk melestarikan dan mengenalkan alat musik nusantara ini dihadiri ratusan penonton.

“Saya sangat beryukur bisa ikut andil dalam mengenalkan kebudayaan suling dan angklung. Bagi saya, berkesenian tidak harus terjebak dan terjerembab dalam konsentrasi berfikir yang sempit. Belakangan, banyak sekali pekerja seni atau kelompok seni (pertunjukan, sastra, musik, dll) di kampus maupun masyarakat luas – yang terjebak dalam konsep berkesenian yang keliru. Mereka sibuk dengan romantisme dirinya ataupun kelompoknya sendiri. Kalau sudah semacam itu, bagi saya, perkembangan kesenian akan lambat. Usaha untuk memasyarakatkan kesenianpun tidak akan tumbuh secara baik.” tegas Burhan dari Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) UAD yang juga aktif menjadi pendamping proses di beberapa pos kesenian kampus dan sekolah di Yogyakarta.

Pertunjukan yang didukung oleh Royal Ambarukmo, Aras Asri, Radio Anak Jogja, Ramai, dan Pocari Sweat ini berjalan khidmat.

“Ini adalah usaha nyata kami dalam menumbuhkembangkan kebudayaan dan tradisi musik Indonesia. Kami tidak ingin berhenti pada kalimat “Melestarikan”. Sebab, bagi kami melestarikan kurang efisien (sama dengan memuseumkan). Bagi kami lebih tepat dengan mengajarkannya kepada semua kalangan (di antaranya: ibu rumah tangga, tukang becak, pekerja laundry, PNS, mahasiswa dan pelajar), Alhamdulillah, sejak berdirinya pada 20 Mei 2004 silam, berawal dari 5 orang, sekarang komunitas ini memiliki 1.873 anggota yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Kami berharap, usaha ini mampu meberikan energi yang positif bagi tumbuh kembangnya budaya kita,” papar Agus Pathub, pendiri dan Pembina Komunitas Suling Bambu Nusantara dan Komunitas Angklung Yogyakarta.

“Ini adalah pertunjukan tunggal pertama kami. Harapannya, dengan digelarnya pertunjukan ini, masyarakat dapat lebih mengenal alat musik bambu dan angklung. Tidak hanya sekedar tahu. Kami menunggu partisipasi masyarakat luas yang ingin ikut serta dalam komunitas kami. Mereka bisa bergabung dalam latihan rutin kami, tiap Sabtu di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), dan Senin di pendopo ini. Jam 4 sampai jam 6 sore,” ujar Wiwir Endri, salah satu panitia kegiatan tersebut. (IHS)