Pelaksanaan dan Hasil Interprofessional Education

Interprofessional Education (IPE) diselenggarakan sebagai kerja sama antara Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dengan University of the Philippines (UOP). IPE sangat dibutuhkan di dunia kerja, khususnya untuk tenaga-tenaga kesehatan yang dalam hal ini titik tangkapnya adalah untuk pelayanan pasien.

Pelaksanaan IPE di UAD diikuti oleh 18 mahasiswa yang terdiri atas mahasiswa Farmasi dan Kesehatan Masyarakat. Sedangkan di UOP diikuti oleh 15 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa Kedokteran, Farmasi, Pekerja Sosial, dan Perawat.

Di Indonesia lokasi penelitiannya berada di Dusun Titang, Desa Sumberagung, Kabupaten Bantul, dengan kurun waktu 14 minggu. Sementara di Filipina lokasinya berada di daerah Cavite selama kurun waktu 6 minggu.

“Sebelum terjun ke lapangan, mereka diwajibkan mengisi form pre-test untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa mengenai IPE,” terang Dr. Dyah Aryani Perwitasari, M.Si.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Farmasi UAD.

Setelah proses penerjunan berlangsung, mahasiswa harus berkolaborasi dengan rekan satu tim, berinteraksi dengan masyarakat, mencari permasalahan, kemudian berdiskusi dengan dosen pembimbing untuk mencari dan memberikan solusi kepada masyarakat.

Tahap akhir dari pelaksanaan IPE adalah pengadaan post-test untuk mengetahui kompetensi kolaborasi mahasiswa dengan rekan dari tenaga medis dan tenaga kesehatan yang lain. Hasilnya, para mahasiswa di kedua universitas baik di Indonesia maupun di Filipina, setuju bahwa mereka harus meningkatkan kompetensi dan harus bisa bekerja sama dengan tenaga kesehatan yang lain, baik sebagai individual maupun sebagai profesional.

“Istilahnya, kerja sama individual dan kerja sama profesional harus bisa diintegrasikan. Harus bisa bekerja sama dengan pihak lain,” tambah perempuan kelahiran Semarang ini.

Ada perbedaan hasil antara pre-test dan post-test yang sudah dilakukan di UAD dan di UOP. Setelah melakukan IPE, kepercayaan diri mahasiswa UOP lebih besar (meningkat) sebagai tenaga profesional. Ada sikap saling menghargai antartenaga kesehatan yang lain.

Hal ini agaknya berbeda dengan yang terjadi di UAD, mahasiswa belum bisa berkolaborasi secara maksimal. Tingkat kepercayaan antarmahasiswa belum terbangun dengan baik. Menurut Dyah, terjadinya perbedaan ini harus dilacak, dicari permasalahannya, dan harus segera dicarikan solusi terbaik.

“Dengan waktu yang singkat yakni sekitar 6 minggu, dan lebih kompleks perbedaan profesinya, mereka bisa saling menghargai. Sedangkan di Indonesia dengan jangka waktu yang cukup panjang yakni sekitar 14 minggu dengan 2 jenis tenaga kesehatan, belum bisa menghargai dan bekerja sama dengan maksimal. Belum bisa berkolaborasi secara penuh. Kami harus segera mencari permasalahan dan menemukan solusinya,” tegas Dyah.

Memang, sebelum terjun ke lapangan, mahasiswa UOP mendapat perkuliahan jangka panjang terkait dengan IPE. Sedangkan di Indonesia perkuliahannya terlalu singkat dan minim persiapan, sehingga mahasiswa belum begitu memahami IPE.

Dyah merencanakan pelaksanaan IPE yang kedua dengan desain yang lain. Menurut penuturannya, belum ada diskusi lebih lanjut dengan pihak di Filipina. Ia berharap nantinya IPE di UAD bisa menambah dari mahasiswa kedokteran. (ard)