Pembuktian Existensialisme: Teater 42 Bangun Tidur di Musim Hujan

Teater 42 universitas ahmad dahlan yogyakarta indonesiaSelasa (29/03), teater 42 Fakultas Sastra Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta menggelar pementasan drama. “Mozaik Bara” begitulah judul naskah yang dipentaskan oleh komunitas Teater 42 di kampus 2 UAD, Jl. Pramuka. Naskah yang disutradarai Ray Mengku Sutentra, diperankan oleh Angga sebagai Hendri I, Dita sebagai Hendri II, Arifah sebagai Hendri III, dan Iqbal sebagai Ada. Pementasan tersebut melibatkan kerabat kerja, yaitu: Ponco “Awan” sebagai pemusik, Nuno “JAB” sebagai Lighting Man, dan Ari “Gomblo” beserta rekan-rekan teater PeBeI dan JAB terlibat sebagai Setting Man.

Pementasan yang dipimpin oleh Bibid (Pimpinan Produksi) tersebut merupakan manifestasi dari filsafat Existensialisme Samuel Beckett. “Sutradara mencoba untuk mencari arti Ada melalui pementasan yang berdurasi hampir satu jam itu. Kami mencoba untuk mengusung aliran Surealis” Ujar Rey sesaat setelah pamentasan usai digelar.

Meskipun hujan mengguyur sejak sore sampai pementasan selesai, semangat pantang menyerah dan gotong royong tampak jelas. Kekeluargaan yang lahir pada pementasan kolaborasi teater UAD di Taman Budaya (TBY) dua hari sebelumnya itu, menunjukkan bahwa Eksistensi para pekerja seni di UAD tidak setegah-setengah dalam beraktivitas “Ada hal yang harus kita catat malam hari ini: seniman kampus 2 UAD sangat kompak. Ini adalah pemandangan yang harus kita jaga dan lestarikan” papar Dinar “Saka” yang merupakan salah satu dedengkot teater PeBeI di saat evaluasi.

Pementasan malam itu tidak hanya menyedot para pelaku seni kampus yang menjamur di Jogja, tetapi juga dihadiri oleh beberapa alumni teater 42, (baik yang masih dan menetap di Jogja, bahkan ada yang sengaja datang dari Balikpapan). “Sutradarane iki, Edan!” ungkap Hari Leo AER yang datang sebagai perwakilan SPS (Studio Pertunjukan Sastra) Yogyakarta.

“Salut buat kawan-kawan 42. Setelah lama tidur, bangun di musim hujan. Padahal hujan-hujan kan nyaman dibuat untuk kemulan. Eh, iki malah dipakai untuk pentas. Ajaib. Asyik lah pokoknya.” Papar Iqbal “siepiet”, salah satu perwakilan dari teater JAB. (IHS)

 

Teater 42 universitas ahmad dahlan yogyakarta indonesiaSelasa (29/03), teater 42 Fakultas Sastra Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta menggelar pementasan drama. “Mozaik Bara” begitulah judul naskah yang dipentaskan oleh komunitas Teater 42 di kampus 2 UAD, Jl. Pramuka. Naskah yang disutradarai Ray Mengku Sutentra, diperankan oleh Angga sebagai Hendri I, Dita sebagai Hendri II, Arifah sebagai Hendri III, dan Iqbal sebagai Ada. Pementasan tersebut melibatkan kerabat kerja, yaitu: Ponco “Awan” sebagai pemusik, Nuno “JAB” sebagai Lighting Man, dan Ari “Gomblo” beserta rekan-rekan teater PeBeI dan JAB terlibat sebagai Setting Man.

Pementasan yang dipimpin oleh Bibid (Pimpinan Produksi) tersebut merupakan manifestasi dari filsafat Existensialisme Samuel Beckett. “Sutradara mencoba untuk mencari arti Ada melalui pementasan yang berdurasi hampir satu jam itu. Kami mencoba untuk mengusung aliran Surealis” Ujar Rey sesaat setelah pamentasan usai digelar.

Meskipun hujan mengguyur sejak sore sampai pementasan selesai, semangat pantang menyerah dan gotong royong tampak jelas. Kekeluargaan yang lahir pada pementasan kolaborasi teater UAD di Taman Budaya (TBY) dua hari sebelumnya itu, menunjukkan bahwa Eksistensi para pekerja seni di UAD tidak setegah-setengah dalam beraktivitas “Ada hal yang harus kita catat malam hari ini: seniman kampus 2 UAD sangat kompak. Ini adalah pemandangan yang harus kita jaga dan lestarikan” papar Dinar “Saka” yang merupakan salah satu dedengkot teater PeBeI di saat evaluasi.

Pementasan malam itu tidak hanya menyedot para pelaku seni kampus yang menjamur di Jogja, tetapi juga dihadiri oleh beberapa alumni teater 42, (baik yang masih dan menetap di Jogja, bahkan ada yang sengaja datang dari Balikpapan). “Sutradarane iki, Edan!” ungkap Hari Leo AER yang datang sebagai perwakilan SPS (Studio Pertunjukan Sastra) Yogyakarta.

“Salut buat kawan-kawan 42. Setelah lama tidur, bangun di musim hujan. Padahal hujan-hujan kan nyaman dibuat untuk kemulan. Eh, iki malah dipakai untuk pentas. Ajaib. Asyik lah pokoknya.” Papar Iqbal “siepiet”, salah satu perwakilan dari teater JAB. (IHS)