Pemicu kejahatan kemanusiaan

Oleh: Wajiran, S.S. , M.A.

(Dosen Fakultas Sastra UAD dan Pemerhati Kebijakan Politik Amerika)


Kejahatan kemanusaan dunia saat ini nampaknya semakin merajalela. Pembunuhan atas nama agama, ras, suku, ekonomi, politik bahkan kemanusiaan itu sendiri. Pembunuhan besar-besaran yang terjadi di Rohingya merupakan sebuah contoh kejahatan kemanusiaan multy interest, dimana latar belakang agama, ras dan bahkan kewilayahan memicu adanya pembasmian etnis tertentu. Di suriah, atas nama kekuasaan dan juga keyakinan melahirkan sebuah huru-hara yang menewaskan demikian banyak orang. Runtuhnya WTC, bom bali, dan bom bunuh diri yang dilarbelakangi agama telah menjadi isu paling santer di era global ini. Ironisnya lagi, atas nama kemanusiaan dan keamanan global, Amerika dan sekutunya justru sering melakukan kejahatan kemanusiaan dengan melakukan invasi militer secara besar-besaran ke negara lain.

Memperhatikan sifat dan sikap menusia yang melakukan pembunuhan dan pembantaian secara massal itu, kita jadi bertanya-tanya apa sebenarnya yang dicari oleh manusia? Jika setiap orang, setiap individu merindukan kedamaian, kesejahteraan dan kemajuan, tetapi justru saling bunuh satu dengan yang lainnya? Hal ini tentu ada yang salah dalam diri manusia itu sendiri.

Dalam makalahnya, Huntington (1993) menyebutkan bahwa di Era Global manusia akan saling memperkuat ikatan kepentingan berdasar pada identitas. Identitas muslim, identitas kristen, identitas komunis dan identitas-identitas lain akan memicu adanya persaingan global yang melahirkan adanya konflik kepentingan. Itu sebabnya perang bukan lagi hanya antar negara, tetapi perang akan terjadi antar kelompok-kelompok peradaban (Mansbach, 2008: 874). Islam seumpamnya, semua pemeluk Islam dimana pun berada akan saling bersatupadu melawan musuh bersama tanpa memandang batas negara. Demikian juga dengan identitas lainnya, mereka akan berlomba-lomba membangun kekuatan mempertahankan atau mengunggulkan identitasnya masing-masing.

Menurut Huntington peradaban manusia (identitas) dibagi dalam delapan kelompok besar; Barat, Konghucu, Jepang, Islam, Hindu, Slavia-Ortodoks, Amerika Latin, dan Afrika. Masing-masing peradaban itu memiliki perbedaan terutama dari sejarah, bahasa, budaya, tradisi dan yang paling penting adalah agama. Perbedaan-perbedaan ini kemudian akan mengkumulasi menjadi sebuah pertarungan sengit antara satu dengan yang lainya, disebabkan adanya perbedaan standar kebaikan atau keberadaban itu sendiri. Komunitas peradaban muslim seumpamanya, selamanya tidak akan pernah bisa menerima peradaban barat yang sekuler dan liberal. Karena di dalam sekulerisme dan liberalisme manusia hidup bebas tanpa kendali dengan syarat tidak mengganggu orang lain, sedangkan di dalam islam agama mengatur segala sendi kehidupan manusia dan setiap individu memiliki tanggungjawab untuk mengingatkan satu sama lainnya. Prinsip ini tentu sangat bertentangan dan akan menimbulkan konflik antar kedua peradaban tersebut. Itu sebabnya sampai kapanpun antara sekulerisme-liberalisme akan melahirkan adanya pertentangan bagi umat islam.

Adanya ketegangan karena perbedaan peradaban tersebut akan mudah tersulut saat ada gesekan kepentingan lain. kepentingan ekonomi, sosial dan politik akan semakin mempermudah adanya permusuhan antar kelompok peradaban tersebut. Itu sebabnya ketegangan karena perbedaan beradaban ini sering dijadikan legitimasi untuk melakukan peperangan. Karena pada dasarnya setiap kebijakan yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain akan berimplikasi pada persoalan ini; yaitu kepentingan politik yang berdampak pada ekonomi, sosial dan bahkan budaya itu sendiri.

Dengan demikian, cara-cara yang diambil negara adidaya dan sekutunya dengan mengintervensi dan mengintimidasi negara-negara lain adalah sebuah kesalahan besar. Tindakkan itu justru akan memancing lahirnya gerakan-gerakan perlawanan baik atas nama kedaulatan suatu negara atau pun identitas keberadaban itu sendiri. Semakin agresif Amerika melakukan gerakan mencampuri urusan negara lain, maka akan semakin banyak juga perlawanan yang dilakukan baik atas nama identitas peradaban atau kedaulatan negara. Karena pada dasarnya setiap negara tidak ingin kedaulatanya diganggu. Apalagi secara terang-terangan orang-orang barat memang sering menunjukan kebencian terhadap umat muslim, hal ini tentu hanya akan menambah persoalan yang semakin sulit.

Peningkatan peranan Lembaga Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah langkah yang paling tepat untuk mengurus keamanan global. Lembaga Internasional harus meningkatkan perannya secara maksimal di dalam menjaga keamanan global. Itu sebabnya saat ada konflik di dalam suatu negara, atau antarnegara, lembaga inilah yang harusnya berperan aktif mendamaikan dan mencari jalan keluar atas segala perselisihan yang terjadi. Dengan catatan, lembaga ini harus memiliki indepensi dan lepas dari kepentingan negara tentu. Jika lembaga PBB bisa berperan maksimal, tentu peperangan dan kejahatan kemanusiaan di dunia ini bisa dikurangi. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Wajiran, S.S. , M.A.

(Dosen Fakultas Sastra UAD dan Pemerhati Kebijakan Politik Amerika)


Kejahatan kemanusaan dunia saat ini nampaknya semakin merajalela. Pembunuhan atas nama agama, ras, suku, ekonomi, politik bahkan kemanusiaan itu sendiri. Pembunuhan besar-besaran yang terjadi di Rohingya merupakan sebuah contoh kejahatan kemanusiaan multy interest, dimana latar belakang agama, ras dan bahkan kewilayahan memicu adanya pembasmian etnis tertentu. Di suriah, atas nama kekuasaan dan juga keyakinan melahirkan sebuah huru-hara yang menewaskan demikian banyak orang. Runtuhnya WTC, bom bali, dan bom bunuh diri yang dilarbelakangi agama telah menjadi isu paling santer di era global ini. Ironisnya lagi, atas nama kemanusiaan dan keamanan global, Amerika dan sekutunya justru sering melakukan kejahatan kemanusiaan dengan melakukan invasi militer secara besar-besaran ke negara lain.

Memperhatikan sifat dan sikap menusia yang melakukan pembunuhan dan pembantaian secara massal itu, kita jadi bertanya-tanya apa sebenarnya yang dicari oleh manusia? Jika setiap orang, setiap individu merindukan kedamaian, kesejahteraan dan kemajuan, tetapi justru saling bunuh satu dengan yang lainnya? Hal ini tentu ada yang salah dalam diri manusia itu sendiri.

Dalam makalahnya, Huntington (1993) menyebutkan bahwa di Era Global manusia akan saling memperkuat ikatan kepentingan berdasar pada identitas. Identitas muslim, identitas kristen, identitas komunis dan identitas-identitas lain akan memicu adanya persaingan global yang melahirkan adanya konflik kepentingan. Itu sebabnya perang bukan lagi hanya antar negara, tetapi perang akan terjadi antar kelompok-kelompok peradaban (Mansbach, 2008: 874). Islam seumpamnya, semua pemeluk Islam dimana pun berada akan saling bersatupadu melawan musuh bersama tanpa memandang batas negara. Demikian juga dengan identitas lainnya, mereka akan berlomba-lomba membangun kekuatan mempertahankan atau mengunggulkan identitasnya masing-masing.

Menurut Huntington peradaban manusia (identitas) dibagi dalam delapan kelompok besar; Barat, Konghucu, Jepang, Islam, Hindu, Slavia-Ortodoks, Amerika Latin, dan Afrika. Masing-masing peradaban itu memiliki perbedaan terutama dari sejarah, bahasa, budaya, tradisi dan yang paling penting adalah agama. Perbedaan-perbedaan ini kemudian akan mengkumulasi menjadi sebuah pertarungan sengit antara satu dengan yang lainya, disebabkan adanya perbedaan standar kebaikan atau keberadaban itu sendiri. Komunitas peradaban muslim seumpamanya, selamanya tidak akan pernah bisa menerima peradaban barat yang sekuler dan liberal. Karena di dalam sekulerisme dan liberalisme manusia hidup bebas tanpa kendali dengan syarat tidak mengganggu orang lain, sedangkan di dalam islam agama mengatur segala sendi kehidupan manusia dan setiap individu memiliki tanggungjawab untuk mengingatkan satu sama lainnya. Prinsip ini tentu sangat bertentangan dan akan menimbulkan konflik antar kedua peradaban tersebut. Itu sebabnya sampai kapanpun antara sekulerisme-liberalisme akan melahirkan adanya pertentangan bagi umat islam.

Adanya ketegangan karena perbedaan peradaban tersebut akan mudah tersulut saat ada gesekan kepentingan lain. kepentingan ekonomi, sosial dan politik akan semakin mempermudah adanya permusuhan antar kelompok peradaban tersebut. Itu sebabnya ketegangan karena perbedaan beradaban ini sering dijadikan legitimasi untuk melakukan peperangan. Karena pada dasarnya setiap kebijakan yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain akan berimplikasi pada persoalan ini; yaitu kepentingan politik yang berdampak pada ekonomi, sosial dan bahkan budaya itu sendiri.

Dengan demikian, cara-cara yang diambil negara adidaya dan sekutunya dengan mengintervensi dan mengintimidasi negara-negara lain adalah sebuah kesalahan besar. Tindakkan itu justru akan memancing lahirnya gerakan-gerakan perlawanan baik atas nama kedaulatan suatu negara atau pun identitas keberadaban itu sendiri. Semakin agresif Amerika melakukan gerakan mencampuri urusan negara lain, maka akan semakin banyak juga perlawanan yang dilakukan baik atas nama identitas peradaban atau kedaulatan negara. Karena pada dasarnya setiap negara tidak ingin kedaulatanya diganggu. Apalagi secara terang-terangan orang-orang barat memang sering menunjukan kebencian terhadap umat muslim, hal ini tentu hanya akan menambah persoalan yang semakin sulit.

Peningkatan peranan Lembaga Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah langkah yang paling tepat untuk mengurus keamanan global. Lembaga Internasional harus meningkatkan perannya secara maksimal di dalam menjaga keamanan global. Itu sebabnya saat ada konflik di dalam suatu negara, atau antarnegara, lembaga inilah yang harusnya berperan aktif mendamaikan dan mencari jalan keluar atas segala perselisihan yang terjadi. Dengan catatan, lembaga ini harus memiliki indepensi dan lepas dari kepentingan negara tentu. Jika lembaga PBB bisa berperan maksimal, tentu peperangan dan kejahatan kemanusiaan di dunia ini bisa dikurangi. Wallahu a’lam bishawab.