Pemimpin Generik Organik Di Era Mabuk Demokrasi

Panji Hidayat, M.Pd

Dosen UAD

 

Demokrasi melahirkan pemimpin yang ingin memimpin negeri yang indah ini, namun banyak pemimpin yang belum mempunyai jiwa kepemimpinan karena di era demokrasi ini pemimpin pemenang pemilu sangat tendensius dan kebijakannya selalu afiliatif dengan partai pengusungnya sehingga banyak sekali ironi yang menyebabkan pemerintahan ini berjalan tersendat. Demokrasi yang diidam-idamkan ini bak jauh panggang dari api (mabuk demokrasi) karena hanya melihat suara mayoritas daripada minoritas yang berkualitas, sehingga opini yang dibangun adalah pemimpin yang dipilih masyarakat langsung dan masyarakat mempercayakannya untuk menjadi pemimpin meskipun dia menjadi pemimpin transaksional pada sejumlah elit politik atau pengaruh pihak asing. Perlu diingat pula pesta akbar lima tahunan sekali ini menelan biaya yang sangat tinggi yang yang finalnya justru APBN negara semakin membengkak. Sehingga hutang semakin menumpuk dan menumpuk yang justru negara ini akan limbung, terpuruk, serta kemungkinan akan bangkrut total. Untuk itulah marilah Indonesia memilih 2014 mampu meminang pemimpin yang mampu menyelamatkan bangsa ini.   

Seorang pemimpin yang ideal haruslah seorang yang mempunyai kapabilitas dan profesionalitas agar dapat memimpin dengan manajemen dan sistem yang baik. Pemimpin yang negarawan lahir dari masyarakat yang cerdas. Pemimpin yang negarawan berpikir untuk generasi bangsa selanjutnya, tetapi pemimpin pemenang pemilu berpikir untuk pemenangan partai politiknya Masyarakat yang cerdas secara politik tidak harus menempuh pendidikan tinggi. Masyarakat yang cerdas secara politik bisa cukup dengan dibangun rasionalitas politiknya. Masyarakat yang cerdas politik bisa cukup dengan dibangun kesadaran politiknya. Dengan modal rasionalitas dan kesadaran politik inilah, masyarakat akan mampu memilih pemimpin sejati. Selama proses demokrasi berlangsung yang terjadi justru pembodohan dan pendangkalan kesadaran politik masyarakat. Elite politik mengajarkan masyarakat dengan politik uang, mendidik masyarakat dengan pragmatisme dan oportunisme, mengajarkan masyarakat berperilaku korup dan bertindak amoral, membangun politik devide et impera varian baru. Dari itulah saatnya dimunculkan pemimpin generik organik untuk mengatasi bangsa yang sedang krisis kepemimpinan ini.

Pemimpin adalah laksana obat yang dapat menyembuhkan borok-borok kumulatif di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini dan mampu menyadarkan masyarakat dari mabuk berat demokrasi. Pemimpin generik adalah pemimpin yang mempunyai kemampuan sama dari pemimpin yang lain terutama (shidiq, amanah, tabliq, dan fathonah), berpenampilan biasa, sederhana, dan bersahaja, diterima oleh masyarakat dari lapisan atas sampai bawah (dikenal masyarakat karena komunikasi yang baik), mempunyai kemampuan dalam memimpin dan berwawasan luas, mampu menyelesaikan masalah jangka pendek dan panjang. Sedangkan pemimpin organik adalah pemimpin asli pribumi yang ingin memperbaiki bangsanya sendiri karena dikehendaki oleh masyarakat dengan endegenous knowledgenya,tidak afiliatif pada kepentingan satu partai atau non partai, belum terkontaminasi elit politik dan tidak berpolitik praktis, mempunyai kualitas asli personality bukan hanya pencitraan, serta selalu memberi manfaat dan nasehat dari setiap perilakunya.

Pemimpin generik organik inilah yang perlu digali melalui pendidikan dengan melihat historis yang sudah berlalu demi kebangkitan Indonesia agar tidak semakin luluh lantak dan ditelan bumi atau hanya menjadi sejarah dunia bahwa Indonesia pernah ada dalam peta dunia. Untuk menciptakan itu semua ayo para elit politik, janganlah terus berperang opini atau menciptakan konflik berkepanjangan sementara pihak luar menertawakan. Janganlah menjadi musuh bangsa sendiri marilah bersatu wujudkan negara Baldatun Toyyibun wa Rabbun Ghafur yang kita cita-citakan bersama bukan merebut kekuasaan semata dengan menghalalkan segala cara. Ingatlah bahwa kepemimpinan adalah sebuah amanah yang tanggung jawabnya bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada Allah, Sang Maha Pencipta.