Prof. Dr. Suharsimi Arikunto: Supervisi Pendidikan Belum Sesuai Harapan

Senin (9/9/2013), program studi S2 Manajemen Pendidikan (MP) UAD menyelenggarakan kuliah perdana di ruang sidang Kampus I. Kuliah bertemakan “Supervisi dan Perbaikan Kinerja Mutu Pendidikan”. Hadir sebagai pemateri Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, pakar pendidikan yang juga dosen S2 MP UAD dan Susi Anto, M.Pd. sebagai wakil Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) DIY. Kuliah perdana diikuti oleh 13 dosen dan 67 mahasiswa, diantaranya 20 mahasiswa baru dan 3 mahasiswa asing.

Supervisi merupakan kegiatan pengawasan, bukan untuk mencari kesalahan namun mengandung unsur pembinaan agar kekurangan yang ada dapat diperbaiki. Supervisi bukan semata-mata melihat hal yang salah tapi juga untuk menunjukkan hal-hal yang harus diperbaiki. Secara umum, pembinaan merupakan bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan. Lebih khusus lagi, peningkatan mutu mengajar dan belajar.

Suharsimi menyampaikan tentang model supervisi klinis. Supervisi dianalogikan dengan klinik dalam bidang kedokteran. Ia mencontohkan, orang sakit datang ke klinik atas kemauan sendiri, tidak ada dokter meminta pasien untuk berobat ke klinik. Demikian pula guru. Guru yang menghadapi permasalah diharapkan datang ke pengawas untuk dibimbing sehingga pengawas dapat memberikan bantuan sesuai yang dibutuhkan oleh guru tersebut.

Model supervisi klinis berikutnya dicontohkan dengan pasien yang didiagnosa berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil laboratorium tersebut akan menunjukkan jenis penyakit. Demikian halnya, pengawas mengumpulkan data dari laboratorium supervisi dengan mengambil informasi tentang guru melalui kunjungan kelas, wawancara dengan siswa, mengamati kegiatan, mencermati dokumen, dan diskusi terfokus.

Kenyataannya, masih banyak guru yang tidak datang ke pengawas. Hal ini disebabkan pengawas lebih sering menempatkan diri sebagai sosok yang menakutkan karena kedudukannya yang lebih tinggi. Banyak guru merasa khawatir dengan kekurangan yang dimiliki. Bahkan, menyembunyikan masalah agar tidak diketahui pengawas. Selain itu, jumlah pertemuan antara pengawas dan guru terbatas karena pengawas jarang datang ke sekolah.

Berbagai hasil penelitian, pengamatan, dan pengalaman menyatakan bahwa supervisi pendidikan belum sesuai dengan harapan dan tujuan diselenggarakannya program. Susi Anto mengatakan, “Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas belum berhasil. Supervisi tidak maksimal, kehilangan ruhnya.” Supervisi yang dilakukan tidak menghasilkan informasi dan data yang sebenarnya. “Jarang dilakukan inspeksi secara mendadak, apalagi diam-diam. Lazimnya, sudah ada pemberitahuan terlebih dahulu satu hari sebelumnya,” tambah Susi Anto.

Susi Anto mencontohkan keberhasilan supervisi di SMP N 4 Pakem, Sleman. Kepala Sekolah melakukan pengawasan secara intens, berkomunikasi baik dengan pengawas, serta menjaga hubungan baik dengan guru dan murid. Pembinaan dan pendampingan juga dilakukan bagi guru-guru yang masih memiliki kekurangan dalam mengajar sehingga dapat meningkatkan berbagai prestasi sekolah tersebut. Salah satunya, menjadi sekolah dengan nilai Ujian Nasional (UN) tertinggi di DIY. Cerita tersebut seperti membuktikan ungkapan Suharsimi, “Supervisi pendidikan yang baik dan benar akan meningkatkan mutu pendidikan.” (dan’s)