Puasa dan Pesan Keseimbangan

Hendra Darmawan*)

Puasa adalah ritual publik umat islam dunia. Surat Al-baqoroh ayat 183-187 adalah satu-satunya ayat yang menerangkan tentang ibadah puasa. Nuansa puasa di Indonesia sungguh sangat berbeda dibandingkan dinegara-negara lain. Seakan ibadah puasa adalah puncak spiritualiatas umat islam Indonesia. Semarak penyambutan romadhon sangat nampak mulai dari pemberitaan media, spanduk dan baliho-baliho ucapan selamat berpuasa, ritual padusan jelang bulan romadhon termasuk tradisi ziarah kubur juga ada dalam rangkaian penyambutan romadhon. Bahkan beberapa acara masjid tertentu menggunakan event organizer untuk memeriahkan semua agenda ramadhan. Mulai dari takjil, kajian jelang maghrib, kajian mingguan, bedah buku, talkshow, seminar dan lomba-lomba untuk anak-anak dan remaja dll.

Kita berharap hiruk pikuk itu semua tidak membuat kita lupa akan esensin pembentukan insan muttaqin yang menjadi tujuan utama berpuasa. Ismail Raj’i Al faruqi (2012) mengatakan bahwasanya puasa memiliki dua dimensi pesan yang pertama adalah pengendalian diri termasuk di dalamnya disiplin pribadi, yang kedua adalah kepedulian sosial, dengan merasakan lapar dan dahaga serta nestapa kemiskinan.

Mahmoud M Ayoub (1970) menyitir Qurtubi yang menegaskan asal muasal kata romadhon, yakni romadho yarmudu artinya membakar dengan suhu panas yang sangat tinggi. Dulu puasa selalu jatuh pada musim kemarau/musim panas (between summer and winter) maka ia dinamakan romadhon. Puasa disyariatkan ke semua umat sejak umat nabi Adam samapi nabi muhamamd. Bahkan kaum kristiani melakukan protes untuk menaqmbah 20 hari puasa di luar bulan romadhon karena bulan romadhon datang pada musim panas. Ini awal kritik dan inovasi keagamaan yang dilakukan kaum kristiani.

Semua kitab suci diturunkan pada bulan romadhon, yakni taurat, zabur, injil, shuhuf nabi Ibrahim dan laquran amsing-masing pada tanggal 3, 5, 15, 18, serta 17 ramadhan. Dengan ini kiranya umat islam dapat lebih mantap menjadikan bulan romadhon sungguh bulan yang suci, upaya untuk tazkiyatunnafs/mensucikan diri seyogyanya menjadi perioritas kegiatan ibadah dibulan romadhon.

Makan dan minum yang Alloh halalkan tetapi saat bulan ramadahn tiba ia menjadi haram sejak terbit fadjar sampai terbenam matahair, hubungan suami istri juga demikian. Nampak bahwa kedua hal itu diposisikan untuk melatih jiwa manusia dalam menahan hawa nafsunya.

Makanan adalah kesenangan individu manusia, segala upaya dilakukan hanya untuk semata-mata mendapatkan kenikmatan makan dan minum. Makanan yang dinikmati juga beragam dari yng sangat murah sampai yang mahal sekalipun. Tidak heran dimana-mana berjamuran pusat-pusat kuliner, sampai yang berbintang lima. Manusia sangat dimanjakan hanya semata-mata karena kenimatan yang sesaat. Kenikmatan indinvidu itu harus dikelola dengan baik tidak lantas menuruti hawa nafsu, jika ia dituruti maka hancurlah kehidupan individu.

Hubungan suami istri dilakukan untuk bertujuan melanjutkan kehidupan kelompok, kehidupan bermasyarakat. Maka institusi perkawinan, membuat kehidupan kelompok itu makin mulia, akan jelas siapa bapak dan siapa anaknya. Jangan sampai terjadi seperti akhir-akhir ini ada beberpa bayi yang/ditinggalkan bapak dan  ibunya di dalam kardus ditempatkan di pinggir jalan. Jika itu terjadi sungguh telah menghancurkan kemanusiaan, tidak menghargai kehidupan. Dalam surat Al-baqoroh disebutkan faman ahyannasa, faqod ahyannasa jamian artinya barag siapa yang telah menghidupkan kehidupan seseorang seakan ia telah menghidupkan kemanusiaan semuanya. Begitu juga sebaliknya barang siapa yang membunuh satu jiwa dan alasan yang jelas maka ia telah membunuh kemanusiaan seutuhnya.

Keseimbangan pemenuhan kebutuhan  individu dan kebutuhan syahwati harus dimanaj dengan baik, tidak berlebihan disatu sisi. Sehingga titik kesadaran manusia itu muncul mencerahkan dirinya menjadi manusia yang utuh (insan kamil) tidak split personality.

 

*) Dosen PBI FKIP UAD, Wakil Ketua MPK PWM DIY, Alumni La Trobe University Melbourne.