Puasa Itu Menyehatkan

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

 

Apa hubungan WHO (World Health Organisation)—salah satu lembaga di bawah United Nations (Perserikatan Bangsa-bangsa/PBB)—dengan ibadah puasa? Secara kasat mata, hubungan di antara keduanya jelas tidak ada. Namun, dalam salah satu rumusan WHO yang terkait dengan kesehatan psikis, ibadah puasa memiliki peran yang cukup penting. Menurut WHO, seorang manusia dinyatakan sehat psikis apabila memenuhi delapan syarat.

Kedelapan syarat itu adalah (1) dapat menyesuaikan pada kenyataan secara konstruktif meskipun kenyataan itu buruk, (2) dapat memperoleh kepuasan dari perjuangan, (3) merasa lebih puas memberi daripada menerima, (4) bebas dari rasa tegang dan cemas, (5) dapat berhubungan dengan lingkungan secara tolong-menolong dan saling memuaskan, (6) dapat menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran di hari belakang.

Kemudian (7) dapat menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian secara kreatif dan konstruktif, dan (8) mempunyai daya kasih sayang yang besar di samping mempunyai keinginan untuk disayangi. Kesemua syarat itu agaknya bisa dipenuhi dengan berpuasa secara baik dan benar. Melalui puasa, kita, umat Muslim, diajarkan untuk memberikan kasih sayang, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Contoh sederhana, pemberian ta’jil atau hidangan berbuka puasa di masjid atau mushola bagi seluruh jamaah. Bagi pemberi ta’jil, kepuasan batin dapat terpenuhi dengan memberikan ta’jil kepada mereka yang berpuasa dan hendak berbuka di waktu yang tepat. Sebaliknya, bagi penerima ta’jil, kepuasan batin dapat terpenuhi dengan menerima ta’jil secara “apa adanya”. Dengan demikian, baik bagi pemberi maupun penerima ta’jil sama-sama berpuas diri.

Selain itu, dengan berpuasa, kita menjadi lebih tenang dan terjaga dari hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa. Biasanya kita suka ngobrol ngalor-ngidul dan mungkin membicarakan aib orang lain; pada saat puasa kita justru mengurangi dan menggantinya dengan kegiatan-kegiatan yang bernilai ibadah, seperti tilawah, dzikir, membaca buku-buku agama, dsb. Ketenangan merupakan kebutuhan rohani yang perlu kita cukupi selama hidup ini.

Di samping ketenangan, melalui puasa, kita dididik untuk memiliki sikap kecukupan diri (qanaah) atas rezki yang diberikan oleh Allah swt. Hemat saya, sikap qanaah itu penting, mengingat arus kehidupan kita saat ini cenderung diukur dari segi kebendaan atau materi. Adalah salah apabila kita berpandangan bahwa orang kaya itu memiliki rumah mewah dan harta banyak. Sebab, kemewahan harta tidak menjadi jaminan hidup orang itu bahagia.

Pungkasnya, puasa memiliki peran penting bagi kesehatan psikis kita yang secara ikhlas menjalaninya. Dengan berpuasa, kita pun dapat meraih kebahagiaan sejati guna meraih ridho-Nya. Menurut sebuah hadis, kebahagiaan orang yang berpuasa itu terletak pada dua hal, yaitu saat berbuka puasa dan berdoa kepada Ilahi Robbi. Dengan doa yang disertai puasa, kelak kebutuhan rohani seorang Muslim dapat terpenuhi secara maksimal. Semoga itu yang terwujud![]