ROKOK (TIDAK) DILARANG DI INDONESIA

Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan disahkan pada akhir tahun 2012. Banyak pihak yang merasa senang dengan disahkannya PP ini sehingga upaya untuk membebaskan negara ini dari asap rokok dan penyakitnya bisa dilakukan dengan lebih mudah. Seperti kita ketahui bersama bahwa didalam rokok terdapat zat adiktif serta zat berbahaya lainnya yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit jantung, kanker dan gangguan kehamilan. Adanya peraturan ini diharapkan mampu mengurangi penderita penyakit-penyakit tersebut sehingga upaya untuk meningkatkan derajat sehat masyarakat bisa optimal. Sudah banyak negara-negara di dunia yang membuat aturan untuk membatasi ruang gerak rokok di negaranya masing-masing termasuk pembatasan produksi, konsumsi dan impornya.

Undang-undang kesehatan tahun 2009 menyebutkan bahwa zat adiktif yang terkandung dalam tembakau merupakan salah satu zat yang berbahaya yang harus dibatasi peredarannya bahkan dilarang. Salah satu produk tembakau yang saat ini beredar luas di masyarakat yakni rokok. Tingkat konsumsi rokok di Indonesia sangat tinggi, pada tahun 2011 tercatat lebih dari 200 Miliar batang rokok yang dikonsumsi. Jika dirupiahkan mencapai 2 Triliun rupiah lebih yang dibelanjakan masyarakat untuk mengkonsumsi rokok. Angka yang cukup besar, apabila digunakan untuk peningkatan kesehatan tentu akan lebih baik. Lebih ironis lagi, justru masyarakat dalam kategori miskin yang lebih besar konsumsi rokoknya dibanding masyarakat yang lebih mampu secara ekonomi.

Adanya peraturan ini tidak kemudian membuat keberadaan rokok di Indonesia menjadi hilang. Hal ini dikarenakan aturan yang ada dalam peraturan tersebut kurang tegas sehingga masih memungkinkan terjadinya pelanggaran atas peraturan pemerintah tersebut. Seperti aturan anak usia dibawah tujuh belas tahun yang tidak diperbolehkan membeli rokok yang sulit untuk diawasi. Penjual yang masih menjual rokok kepada anak-anak juga tidak ada sanksi tegas atas pelanggaran tersebut dan sulit untuk dibuktikan karena tidak adanya pengawasan. Kelemahan lain dalam peraturan ini yaitu masih adanya celah bagi produsen rokok untuk terus memproduksi rokoknya dalam skala yang cukup besar karena memang tidak ada larangan untuk memproduksi. Peraturan ini juga dirasa cukup menguntungkan bagi industri rokok skala kecil karena tidak ada kewajiban untuk mengukur kadar nikotin serta mencantumkan gambar bahaya merokok. Kalau kita cermati bersama justru ini yang akan menimbulkan dampak negatif cukup besar karena industri kecil rokok tersebar luas di Indonesia. Ini nantinya yang akan menghambat perjuangan para aktifis dalam menekan konsumsi rokok di Indonesia karena tidak akan mengurangi angka konsumsi rokok secara signifikan. Belum lagi tidak semua jenis rokok diatur peredarannya, karena ini hanya berlaku untuk rokok putih saja dan dengan skala besar terutama rokok hasil impor. Akan tetapi untuk rokok jenis kelobot, klembak menyan, cerutu, dan tembakau iris tidak diberlakukan pengujian kadar nikotin serta mencantumkan peringatan bahaya rokok.

Sekali lagi kita diperlihatkan kepada peraturan yang tidak tegas yang dibuat oleh pemerintah. Upaya untuk mengkampanyekan bahaya rokok di negara ini memang mengalami hambatan yang berat. Tentu masih ingat dimana pada saat pengesahan Undang-undang Kesehatan tahun 2009 yang sempat diwarnai insiden hilangnya pasal tembakau yang mengandung zat adiktif yang kasusnya menguap begitu saja. Sebelum disahkannya peraturan ini pun juga mengalami banyak pro dan kontra. Meskipun begitu kita tetap memberi apresiasi kepada pemerintah yang telah mengesahkan peraturan ini. Tentunya ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dan ada pihak yang diuntungkan dengan keberadaan peraturan ini. Perlu ada pengawalan dalam pelaksanaan peraturan ini sehingga upaya untuk menurunkan penyakit akibat merokok bisa tercapai. Semangat mengkampanyekan bahaya merokok harus tetap tersulut dengan adanya peraturan tersebut sehingga peraturan ini perlu dikembangkan kedepannya.

Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan disahkan pada akhir tahun 2012. Banyak pihak yang merasa senang dengan disahkannya PP ini sehingga upaya untuk membebaskan negara ini dari asap rokok dan penyakitnya bisa dilakukan dengan lebih mudah. Seperti kita ketahui bersama bahwa didalam rokok terdapat zat adiktif serta zat berbahaya lainnya yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit jantung, kanker dan gangguan kehamilan. Adanya peraturan ini diharapkan mampu mengurangi penderita penyakit-penyakit tersebut sehingga upaya untuk meningkatkan derajat sehat masyarakat bisa optimal. Sudah banyak negara-negara di dunia yang membuat aturan untuk membatasi ruang gerak rokok di negaranya masing-masing termasuk pembatasan produksi, konsumsi dan impornya.

Undang-undang kesehatan tahun 2009 menyebutkan bahwa zat adiktif yang terkandung dalam tembakau merupakan salah satu zat yang berbahaya yang harus dibatasi peredarannya bahkan dilarang. Salah satu produk tembakau yang saat ini beredar luas di masyarakat yakni rokok. Tingkat konsumsi rokok di Indonesia sangat tinggi, pada tahun 2011 tercatat lebih dari 200 Miliar batang rokok yang dikonsumsi. Jika dirupiahkan mencapai 2 Triliun rupiah lebih yang dibelanjakan masyarakat untuk mengkonsumsi rokok. Angka yang cukup besar, apabila digunakan untuk peningkatan kesehatan tentu akan lebih baik. Lebih ironis lagi, justru masyarakat dalam kategori miskin yang lebih besar konsumsi rokoknya dibanding masyarakat yang lebih mampu secara ekonomi.

Adanya peraturan ini tidak kemudian membuat keberadaan rokok di Indonesia menjadi hilang. Hal ini dikarenakan aturan yang ada dalam peraturan tersebut kurang tegas sehingga masih memungkinkan terjadinya pelanggaran atas peraturan pemerintah tersebut. Seperti aturan anak usia dibawah tujuh belas tahun yang tidak diperbolehkan membeli rokok yang sulit untuk diawasi. Penjual yang masih menjual rokok kepada anak-anak juga tidak ada sanksi tegas atas pelanggaran tersebut dan sulit untuk dibuktikan karena tidak adanya pengawasan. Kelemahan lain dalam peraturan ini yaitu masih adanya celah bagi produsen rokok untuk terus memproduksi rokoknya dalam skala yang cukup besar karena memang tidak ada larangan untuk memproduksi. Peraturan ini juga dirasa cukup menguntungkan bagi industri rokok skala kecil karena tidak ada kewajiban untuk mengukur kadar nikotin serta mencantumkan gambar bahaya merokok. Kalau kita cermati bersama justru ini yang akan menimbulkan dampak negatif cukup besar karena industri kecil rokok tersebar luas di Indonesia. Ini nantinya yang akan menghambat perjuangan para aktifis dalam menekan konsumsi rokok di Indonesia karena tidak akan mengurangi angka konsumsi rokok secara signifikan. Belum lagi tidak semua jenis rokok diatur peredarannya, karena ini hanya berlaku untuk rokok putih saja dan dengan skala besar terutama rokok hasil impor. Akan tetapi untuk rokok jenis kelobot, klembak menyan, cerutu, dan tembakau iris tidak diberlakukan pengujian kadar nikotin serta mencantumkan peringatan bahaya rokok.

Sekali lagi kita diperlihatkan kepada peraturan yang tidak tegas yang dibuat oleh pemerintah. Upaya untuk mengkampanyekan bahaya rokok di negara ini memang mengalami hambatan yang berat. Tentu masih ingat dimana pada saat pengesahan Undang-undang Kesehatan tahun 2009 yang sempat diwarnai insiden hilangnya pasal tembakau yang mengandung zat adiktif yang kasusnya menguap begitu saja. Sebelum disahkannya peraturan ini pun juga mengalami banyak pro dan kontra. Meskipun begitu kita tetap memberi apresiasi kepada pemerintah yang telah mengesahkan peraturan ini. Tentunya ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dan ada pihak yang diuntungkan dengan keberadaan peraturan ini. Perlu ada pengawalan dalam pelaksanaan peraturan ini sehingga upaya untuk menurunkan penyakit akibat merokok bisa tercapai. Semangat mengkampanyekan bahaya merokok harus tetap tersulut dengan adanya peraturan tersebut sehingga peraturan ini perlu dikembangkan kedepannya.