img-20170523-wa0005.jpg

Raih Juara I Monolog: JAB Rekonstruksi Mindset

Faturrahman Ramadhan, sutradara naskah “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” adaptasi Teater Jaringan Anak Bahasa (JAB) yang dipentaskan pada lomba monolog PSM PTM 2017 lalu, mengemukakan bahwa JAB tengah merekonstruksi mindset dalam berlomba.

“Saya rasa, semuanya, teman-teman perlu mengubah mindset dalam menghadapi perlombaan. Memang tidak mudah mempertahankan peringkat juara, tetapi jangan sampai itu membuat alasan mengikuti lomba hanya untuk mendapat juara. PSM PTM 2017 kemarin, mindset kami sudah bukan lagi pulang bawa piala, tapi lebih dari itu, yakni harus menampilkan yang terbaik. Toh, nanti juri dan penonton dapat menilai,” jelasnya.

Dengan mindset tersebut, tim yang digawangi oleh Faturrahman Ramadhan (sutradara), Rizki Ramdani (aktor), Farid Arifin (lighting), Dwi Rahayu (make-up dan kostum), Dodi Ari Wibodo dan Ahmad Fauzi (setting), berhasil meraih peringkat pertama dalam lomba monolog PSM PTM 2017 lalu. Usaha dalam menyuguhkan penampilan terbaik tidak mereka lakukan secara instan.

Persiapan naskah dilakukan dua bulan sebelum perlombaan. Dari ketiga judul yang menjadi pilihan, tim memilih naskah cerpen Kuntowijoyo yang berjudul “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan. Fatur menjelaskan naskah cerpen tersebut adalah naskah yang paling pas dengan kondisi masyarakat saat ini. Sifatnya yang general sangat pas mengingat isu-isu politik dan agama yang sangat sensitif belakangan ini. Hal tersebut coba mereka sisihkan terlebih dahulu.

Selama dua bulan, Teater JAB mengadaptasi dan mematangkan naskah tersebut. Akhirnya, perbedaan naskah cerpen dan monolog terdapat pada sudut pandang yang digunakan.

“Kalau di cerpen itu, seperti Kuntowijoyo yang bercerita. Nah, dalam adaptasi naskah monolog oleh Teater JAB, kami rekonstruksi menjadi seekor anjing yang bercerita dari dunia anjing. Namun, tentu ciri khas Kuntowijoyo tetap dipertahankan,” jelas Fatur.

Selain naskah, aktor monolog yakni Rizki Ramdani, juga dipersiapkan dengan latihan intensif selama kurang lebih dua bulan. Mahasiswa asal Lombok Tengah itu memiliki kesulitan pada intonasi bicaranya yang khas dengan dialek Lombok. Kemudian hal itu disiasati dengan membiasakan berbicara bahasa Jawa dan mendengarkan lagu-lagu Jawa.

“Saya sudah tiga kali pentas bersama JAB. Pertama saat Studi Pentas, berperan sebagai Pak Bongkok dalam naskah “Ulung Para Pemulung”. Kedua, saat pentas naskah “Yang Maha Binatang”, menjadi tokoh si kambing dan yang ketiga menjadi si anjing dalam naskah “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan”. Dalam mendalami karakter yang dimainkan, saya mengadaptasikan karakter-karakter yang pernah saya pelajari ke dalam monolog,” tutur Rizki. (dev)