Seberapa Majukah Publikasi Riset Di Indonesia?

Triantoro Safaria, PhD. Psi.

Pengajar di Pascasarjana Psikologi

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

 

Indonesia memiliki lebih dari 1000 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh pelosok negeri,  baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Peran pendidikan tinggi sangat penting bagi mempercepat kemajuan suatu bangsa. Inovasi, gagasan-gagasan cemerlang, perilaku kecendikiawanan menjadi salah satu sumbangan besar pendidikan tinggi bagi kemajuan bangsa. Universitas sebagai salah satu tipe perguruan tinggi merupakan pusat dari creation, preservation and dissemination of knowledge. Creation merujuk pada peran universitas sebagai tempat pengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya menghasilkan teori-teori baru, inovasi-inovasi teknologi dan kemanusiaan. Preservation merujuk pada universitas  harus menjadi tempat penyemaian dan pelestarian ilmu pengetahuan melalui diantaranya menghasilkan sarjana-sarjana yang mumpuni, yang mampu mengembangkan dan melestarikan tradisi ilmiah di lingkungannya. Dessimination of knowledge merujuk pada peran universitas sebagai tempat pertukaran dan penyebaran ilmu pengetahuan. Hal ini dicapai melalui kegiatan penelitian dan pengajaran, diskusi ilmiah, seminar, publikasi ilmiah dan konferensi. Sehingga ketiga filosofi di atas perlu menjadi dasar dari eksistensi dan menjadi tujuan tertinggi sebuah universitas dan sivitas akademik di dalamnya.

            Kenyataan yang ada menunjukkan hal yang mengecewakan, jika dibandingkan dengan banyaknya jumlah peguruan tinggi yang berdiri di bumi pertiwi. Produk  berupa publikasi ilmiah masih menjadi kendala besar bagi sebagain besar perguruan tinggi di Indonesia. Pada hal, publikasi ilmiah merupakan unsur paling penting yang mencirikan sebuah perguruan tinggi yang berkualitas. Publikasi ilmiah ini dapat menjadi indikator penting dalam menilai apakah sebuah Negara memiliki pendidikan tinggi yang maju. Publikasi ilmiah ini tampaknya masih menjadi masalah besar bagi banyak dosen, peneliti, dan mahasiswa di Indonesia.

            Data tahun 2014 dari Scimago, menunjukkan posisi Indonesia yang mengecewakan dibandingkan dengan Negara Asia lainnya. Data di Scimago menunjukkan Indonesia  memiliki 113 artikel yang terindex di Scopus, dengan H-index 16, sehingga menduduki rangking ke 11 dibawah Philipina yang memiliki 114 artikel dengan H-index 17 di rangking ke 10. Sementara Thailand memiliki 290 artikel, dengan H-index 18, menduduki rangking ke 9. Kita masih kalah jauh dengan Malaysia yang memiliki  854 artikel terindex di Scopus, dengan H-index 19, menduduki rangking ke 8.  Posisi ke 7 ditempati oleh India dengan 1559 artikel dan  H-index 36. Posisi ke 6 ditempati oleh Singapura yang memiliki 1152, dengan H-index 40.  Peringkat lima besar ditempati oleh Jepang (7.496 artikel: H-index 74) urutan pertama, Hongkong (2.504 artikel dengan H-index 70) urutan kedua, China (2.760 artikel dengan H-index 53) urutan ketiga, Taiwan (2.494 artikel dengan H-index 53) urutan keempat, dan Korea Selatan (1.715 artikel dengan H-index 50) diposisi kelima (Scimago, 2014).

Data tahun 2014 dari Scimago di atas menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal jauh di bawah Malaysia sebagai Negara serumpun. Ketertingalan Indonesia dibandingkan Malaysia, tidak saja pada publikasi riset, tetapi juga dalam hal besarnya dana riset bagi menyokong penelitian di perguruan tinggi. Sebagai salah satu contoh, Malaysia memberikan dana penelitian yang besar bagi universitas negeri yang dipromosikan masuk dalam universitas riset. Dana ini diberikan dalam kurun waktu tiga tahun yang nantinya akan dievaluasi secara berkelanjutan. Sepanjang tiga tahun tersebut pada tahun pertama  mendapat sekitar 65 juta ringgit (Rp. 180 milyar); tahun kedua dan ketiga meningkat menjadi sekitar 100 juta (sekitar Rp 280 milyar). Dana sebesar ini akan difokuskan pada kegiatan riset dan beasiswa riset. Jadi, jika satu universitas memiliki dosen/peneliti sebanyak 1000 orang, maka setiap dosen akan memiliki dana riset yang siap digunakan dalam jangka waktu satu tahun sebesar 65 ribu ringgit (Rp. 182 juta). 

Di wilayah Asia Tenggara, Indonesia masih kalah jauh berbanding dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Philipina.  Kita hanya menang atas Brunai, Vietnam, Kamboja dan  Laos. Berbagai permasalahan muncul dan menghambat  kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. Rendahnya minat baca, rendahnya kemampuan menulis dan banyaknya dosen yang sibuk kerja sampingan akibat gaji yang tidak mencukupi menjadi banyak sebab dari keterpurukan publikasi ilmiah di banyak perguruan tinggi Indonesia.

Ada banyak hal yang perlu dilakukan untuk memacu dan meningkatkan publikasi ilmiah ini di Indonesia. Di antaranya yang bisa dilakukan adalah memberikan stimulus dana penelitian yang memadai, meningkatkan keterampilan menulis di kalangan dosen/peneliti, dan tidak lupa juga meningkatkan kesejahteraan civitas akademiknya. Sehingga, lebih focus dalam karirnya sebagai dosen/peneliti. Tak dapat dipungkiri, rendahnya publikasi ilmiah di Indonesia menunjukkan rendahnya minat penelitian dan publikasi di kalangan dosennya. Kebijakan yang mendorong tumbuhnya minat meneliti dan publikasi ini akan secara langsung meningkatkan keinginan para dosen/peneliti untuk mempublikasikan hasil risetnya di Jurnal Internasional bereputasi.