solusi_darurat_sampah_yogyakarta.jpg

Solusi Darurat Sampah Kota Yogyakarta: Keuntungan dan Mafaatnya

Dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Surahma Asti Mulasari, S.Si., M.Kes. yang turut andil dalam penelitian Darurat Sampah Kota Yogyakarta mengatakan, permasalahan teknis, anggaran, dan sosial masyarakat tidak dapat dihindari. Solusi untuk mengatasinya dibutuhkan waktu, energi, dan sumber daya yang tidak sedikit. Apalagi hanya mengandalkan pemerintah, tentunya akan memakan waktu.

“Diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan yang efektif dan efisien yang diberlakukan beriringan, dengan perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah sampai terealisainya pengelolaan sampah yang ideal di Yogyakarta,” tuturnya.

Setelah analisis yang merujuk pada observasi, studi kasus, dan rekayasa sosial, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat menjadi solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan sampah selain upaya bertahap dari pemerintah.

“Permberdayaan yang telah dilakukan sampai saat ini baik oleh pemerintah ataupun stakeholder yang lain di antaranya adalah dengan program-program 3R (reduce, reuse, recycle). Program yang diluncurkan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Yogyakarta sejak sekitar tahun 2012 adalah bank sampah dengan rangkaian kegiatannya meliputi pengomposan dan daur ulang sampah anorganik,” terang dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat itu.

Menurutnya, program ini berdasar pada hasil penelitian yang dirasa kurang efektif. Bank sampah di kota Yogyakarta saat ini rata-rata dalam satu bulan dapat mengurangi sampah sebanyak 28.756,44 kg (28,76 ton). Setiap satu bank sampah rata-rata dapat mengurangi sampah sebanyak 97.81 kg/bulan atau sekitar 3,26 kg/hari sampah. Sementara itu, setiap orang saat ini rata-rata menabung 0,227 kg sampah per hari.

Melihat angka tersebut, lanjutnya lagi, maka program BLH tersebut tidaklah mencukupi untuk mengurangi volume sampah secara signifikan. Diprediksikan kebutuhan jumlah nasabah bank sampah untuk mengatasi rata-rata 176.730 kg sampah yang dihasilkan oleh kota Yogyakarta membutuhkan sekitar 778.546 orang/hari yang mengelola sampah. Untuk mengatasi sampah anorganik sebanyak 47.25% (83.504,925 kg), dibutuhkan sebanyak 367.864 nasabah (83.504,925 kg : 0.227 kg/orang/hari = 367.863,106 ≈ 367.864 nasabah).

“Penduduk di kota Yogyakarta tercatat 493.903 jiwa (BLH, 2014). Berdasarkan data tersebut, apabila setiap orang di kota Yogyakarta menabung sampahnya maka permasalahan sampah anorganik yang bersumber dari daerah pemukiman akan teratasi. Jumlah sampah yang diangkut ke TPA Piyungan akan berkurang sekitar 47% dan akan meningkatkan pendapatan keluarga.”

 

Keuntungan dan Mafaatnya

Pengelolaan bank sampah akan mendatangkan keuntungan ekonomis yang diperoleh masyarakat. Apabila dihitung berdasar rata-rata nasabah aktif, maka keuntungan ekonomis tiap nasabah sebesar Rp15.701,00 per bulan. Keuntungan secara ekonomis di kota Yogyakarta apabila dikalikan dengan jumlah penduduknya sebanyak 493.903 jiwa, maka tiap bulannya kurang lebih akan memperoleh Rp7.754.771.003,00.

Keuntungan tersebut tidaklah sedikit apalagi ditambah dengan berkurangnya risiko yang ditanggung keluarga apabila terkena penyakit akibat sampah. Pengeluaran tambahan akibat pencemaran sampah yang dapat ditanggung oleh sebuah keluarga dapat diperkirakan sebesar Rp3.000.014,00 per bulan.

Selama ini, bank sampah selain memberi keuntungan untuk nasabah, juga memperkuat perekonomian industri sampah. Industri sampah yang paling kecil adalah unit dagang sampah atau dikenal dengan pengepul atau pelapak.

Data BLH tahun 2013 menyebutkan bahwa di kota Yogyakarta terdapat 39 Unit Dagang (UD) sampah. Pendapatan per bulan dari UD tersebut sebesar Rp60.000.000,00, dan rata-rata per bulan UD sampah tersebut menghasilkan Rp6.144.872,00. Angka tersebut merupakan laba bersih, pemasukan dikurangi biaya operasional usaha dilihat dari pembukuan keuangan. Hal tersebut tentu menunjukkan bidang usaha ini sangat menjanjikan apabila dibandingkan dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) Yogyakarta, yaitu sebesar Rp 1.065.247,00.

Sebenarnya, selain sampah anorganik, yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan sampah organik. Timbulan sampah organik mendominasi komposisi sampah yang dihasilkan di kota Yogyakarta sebesar 52.75% (93.225,075 kg). Pengomposan dapat dilakukan secara individu ataupun komunal. Keuntungan dari pengomposan dapat diprediksi dengan perhitungan berikut.

Sampah setelah menjadi kompos akan menyusut menjadi sekitar 30-60% dari berat sampah. Perhitungan minimal akan dihasilkan kompos sebanyak 27.697,5225 kg (perhitungan didapat dari 30% × 93.225,075 kg = 27.697,5225 kg). Harga pupuk kompos di toko pertanian berkisar antara Rp5000,00 hingga Rp15.000,00 per 5 kg. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan kompos minimal dengan asumsi harga pupuk kompos terendah adalah Rp5.000,00 × (27.697,5225/5) = Rp 27.697.522,5. Apabila kompos dibuat selama sebulan, maka sekitar Rp27.000.000,00 akan dihasilkan kompos dari pemukiman. (dok)