Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Bidang Hukum Datangi UAD: “Menggagas Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia”

Jum’at (24 Juni 2011), Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. *), salah satu Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, mendatangi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Kunjungan ke daerah yang menjadi tempatnya mendapatkan gelar S1 kali ini (FH UGM) bukanlah untuk menyidak atau menyidang seseorang atas kasus korupsi atau pelecehan diri. Kunjungan kali ini dilakukan dalam rangka untuk berdialog interaktif dalam perkuliahan umum yang digelar oleh Fakultas Hukum (FH) UAD.

Dialog yang mengangkat tema “Menggagas Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia” ini diadakan di Hall Kampus II, Jl. Pramuka, No.42, Umbulharjo, Yogyakarta. Dalam perbincangan antara mahasiswa dan sang Profesor, terjadi ketegangan perihal mencuaknya sikap pesimisme salah seorang mahasiswa terhadap peristiwa yang menimpa bangsa tercinta ini.

Nisalia, mahasiswi FKIP, Prodi PPKn yang ikut serta dalam dialog tersebut menyampaikan. Saya sangat kecewa atas sikap pemerintah yang plin-plan. Selalu mengalih-alihkan suatu masalah ke masalah lain. Satu masalah belum selesai, masyarakat disuguhkan dengan isu baru terkait masalah yang baru pula. Terutama korupsi. Mana buktinya? “Di mana-mana masyarakat disuguhkan dengan pembelaan terhadap oknum pemerintah, seperti Nurbayati, Nazzrudin dll. Kalau sudah seperti ini, lalu rakyat harus percaya sama siapa lagi?” paparnya.

“Saya menghargai ekspresi yang dihadirkan. Seperti itulah jiwa muda. Tetapi, sebagai seorang mahasiswa yang memegang jati berpendidikan, tentulah kita harus melihat peristiwa dari banyak sudut dan celah. Pemerintah tidak diam atas segala peristiwa yang tumbuh di negeri ini. Hanya saja, tidak semua masalah harus diungkap di publik. Terkadang kita salah persepsi atas apa yang terhampar di media. Yang pasti, God news is God news, Bad News is Bad News.” ujar sang profesor saat memberikan tanggapan pada beberapa pertanyaan mahasiswa.

Pembahasan tentang korupsi yang diusung oleh mahasiswa tersebut diarahkan pada sebuah optimisme sebuah negara hukum yang menjadi ikon di negara Indonesia ini. Dalam perbincangannya Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D., lebih mengedepankan hal yang berbau optimis dalam menyikapi sebuah masalah yang terjadi.

“Saya, anda, dan kita semua haruslah optimis terhadap pemberantasan korupsi. IPK (Indeks Persepsi Korupsi) kita di tahun 2009-2010, pada nilai rapot terhitung dalam sejarah RI, yaitu naik 2,8% dari 0-10 ranting skala. Itu artinya kita mendapatkan kenaikan 0,8 % se-Asia. Ini kenaikan tertinggi dibandingkan 9 negara Asia lainnya. Ini prestasi. Mari bersama-sama menyerukan dan menjalankan isi dari slogan saya ini, bahwa Indonesia bukan lagi surga bagi koruptor.” Tegas Denny. (IHS/Sbw)

*) Denny Indrayana (lahir di Kotabaru, 11 Desember 1972; umur 38 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia akademisi, Guru Besar Hukum Tata Negara, Universitas Gadjah Mada. Dia juga merupakan salah satu pendiri “Indonesian Court Monitoring” dan Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Saat ini, sejak September 2008, Denny menjadi Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Rekam jejak selama ini, selain menguasai hukum tata negara, menunjukkan bahwa Denny amat kritis terhadap masalah korupsi dan mafia hukum. Ia menulis empat buku terkait isu hukum tata negara dan korupsi, yaitu: Amandemen UUD 1945 antara Mitos dan Pembongkaran; Indonesian Constitutional Reform 1999-2002; Negara Antara Ada dan Tiada; dan Negeri Para Mafioso.

Denny menyelesaikan studi sarjana hukumnya di UGM, sebelum melanjutkan program master dari University of Minnesota (USA) dan program doktoralnya dari University of Melbourne (Australia).



Jum’at (24 Juni 2011), Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. *), salah satu Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, mendatangi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Kunjungan ke daerah yang menjadi tempatnya mendapatkan gelar S1 kali ini (FH UGM) bukanlah untuk menyidak atau menyidang seseorang atas kasus korupsi atau pelecehan diri. Kunjungan kali ini dilakukan dalam rangka untuk berdialog interaktif dalam perkuliahan umum yang digelar oleh Fakultas Hukum (FH) UAD.

Dialog yang mengangkat tema “Menggagas Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia” ini diadakan di Hall Kampus II, Jl. Pramuka, No.42, Umbulharjo, Yogyakarta. Dalam perbincangan antara mahasiswa dan sang Profesor, terjadi ketegangan perihal mencuaknya sikap pesimisme salah seorang mahasiswa terhadap peristiwa yang menimpa bangsa tercinta ini.

Nisalia, mahasiswi FKIP, Prodi PPKn yang ikut serta dalam dialog tersebut menyampaikan. Saya sangat kecewa atas sikap pemerintah yang plin-plan. Selalu mengalih-alihkan suatu masalah ke masalah lain. Satu masalah belum selesai, masyarakat disuguhkan dengan isu baru terkait masalah yang baru pula. Terutama korupsi. Mana buktinya? “Di mana-mana masyarakat disuguhkan dengan pembelaan terhadap oknum pemerintah, seperti Nurbayati, Nazzrudin dll. Kalau sudah seperti ini, lalu rakyat harus percaya sama siapa lagi?” paparnya.

“Saya menghargai ekspresi yang dihadirkan. Seperti itulah jiwa muda. Tetapi, sebagai seorang mahasiswa yang memegang jati berpendidikan, tentulah kita harus melihat peristiwa dari banyak sudut dan celah. Pemerintah tidak diam atas segala peristiwa yang tumbuh di negeri ini. Hanya saja, tidak semua masalah harus diungkap di publik. Terkadang kita salah persepsi atas apa yang terhampar di media. Yang pasti, God news is God news, Bad News is Bad News.” ujar sang profesor saat memberikan tanggapan pada beberapa pertanyaan mahasiswa.

Pembahasan tentang korupsi yang diusung oleh mahasiswa tersebut diarahkan pada sebuah optimisme sebuah negara hukum yang menjadi ikon di negara Indonesia ini. Dalam perbincangannya Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D., lebih mengedepankan hal yang berbau optimis dalam menyikapi sebuah masalah yang terjadi.

“Saya, anda, dan kita semua haruslah optimis terhadap pemberantasan korupsi. IPK (Indeks Persepsi Korupsi) kita di tahun 2009-2010, pada nilai rapot terhitung dalam sejarah RI, yaitu naik 2,8% dari 0-10 ranting skala. Itu artinya kita mendapatkan kenaikan 0,8 % se-Asia. Ini kenaikan tertinggi dibandingkan 9 negara Asia lainnya. Ini prestasi. Mari bersama-sama menyerukan dan menjalankan isi dari slogan saya ini, bahwa Indonesia bukan lagi surga bagi koruptor.” Tegas Denny. (IHS/Sbw)

*) Denny Indrayana (lahir di Kotabaru, 11 Desember 1972; umur 38 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia akademisi, Guru Besar Hukum Tata Negara, Universitas Gadjah Mada. Dia juga merupakan salah satu pendiri “Indonesian Court Monitoring” dan Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Saat ini, sejak September 2008, Denny menjadi Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Rekam jejak selama ini, selain menguasai hukum tata negara, menunjukkan bahwa Denny amat kritis terhadap masalah korupsi dan mafia hukum. Ia menulis empat buku terkait isu hukum tata negara dan korupsi, yaitu: Amandemen UUD 1945 antara Mitos dan Pembongkaran; Indonesian Constitutional Reform 1999-2002; Negara Antara Ada dan Tiada; dan Negeri Para Mafioso.

Denny menyelesaikan studi sarjana hukumnya di UGM, sebelum melanjutkan program master dari University of Minnesota (USA) dan program doktoralnya dari University of Melbourne (Australia).