Tax Amnesty

Amir Hidayatulloh

Dosen Prodi Akuntansi, Universitas Ahmad Dahlan

 

Undang-undang mengenai tax amnesty (pengampunan pajak) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 28 Juni 2016 dan disahkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juli 2016, sebagai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak. Kebijakan pengampunan pajak berlaku mulai tanggal 18 Juli 2016. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pengampunan pajak merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, serta sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkapkan harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2016. Sanksi administrasi berupa penghapusan bunga atau denda.

Tax amnesty mulai berlaku tahun 2016 dan hanya sekali diterapkan. Alasan pemerintah memberlakukan tax amnesty di tahun 2016 dan hanya sekali diterapkan karena Indonesia merupakan salah satu negara yang menyetujui perjanjian sistem pertukaran informasi automatis (Automatic exchange System of Information/AEoI) antarnegara dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) G 20 di Turki. Konsekuensi yang ditanggung Indonesia dengan menyetujui perjanjian tersebut yaitu tahun 2018 pertukaran data perbankan untuk kepentingan perpajakan antarnegara tidak dapat terhindari lagi.

Kebijakan tax amnesty dilatarbelakangi oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami perlambatan, sehingga berdampak pada penerimaan pajak serta ketersediaan likuiditas dalam negeri. Selain itu, masih banyaknya harta warga negara Indonesia yang masih ditempatkan di luar negeri juga mendorong diberlakukan kebijakan tax amnesty. Tax amnesty sebenarnya tidak hanya berfokus pada penerimaan pajak, tetapi lebih berfokus pada pengembalian harta wajib pajak yang ada di luar negeri ke Indonesia.

Semua wajib pajak dapat memanfaatkan tax amnesty, kecuali wajib pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikan telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan, wajib pajak yang dalam proses peradilan, serta wajib pajak yang sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana perpajakan. Wajib pajak dapat memanfaatkan tax amnesty dengan cara mengungkapkan harta yang dimilikinya dalam surat pernyataan. Hal yang perlu diungkapkan dalam surat pernyataan meliputi harta, utang, harta bersih, serta perhitungan dan pembayaran uang tebusan.

Uang tebusan dihitung dari besarnya harta yang diungkap dalam surat pernyataan. Terdapat tiga kelompok untuk menentukan tarif uang tebusan, yaitu periode Juli-September 2016, Oktober-Desember 2016, serta Januari-Maret 2017. Berikut ringkasan penentuan tarif uang tebusan.

Keterangan

Juli-Sept 2016

Okt-Des 2016

Jan-Maret 2017

Harta yang berada di dalam wilayah NKRI atau harta yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan di dalam wilayah NKRI dalam jangka waktu paling singkat selama tiga tahun sejak dialihkan

2%

3%

5%

Harta yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI

4%

6%

10%

Wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 pada tahun pajak terakhir

  1. 0,5% bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 dalam surat pernyataan.
  2. 2% bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 dalam surat pernyataan.

Sumber: UU No. 1 Tahun 2016 Mengenai Tax Amnesty

Uang tebusan diadminitrasikan sebagai PPh non migas. Wajib pajak membayar dengan kode akun 41129 dan kode jenis setoran 512.

Wajib pajak dapat memanfaatkan fasilitas dari pengampunan pajak. Fasilitas tersebut yaitu penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, serta tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan; penghapusan sanksi administrasi berupa bunga dan denda; tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; serta penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti pemulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dalam hal wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Selain dapat memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak, wajib pajak juga menanggung beberapa konsekuensi dari pengampunan pajak.

Konsekuensi dari memanfaatkan pengampunan pajak antara lain adalah investasi, wajib pajak yang akan mengalihkan hartanya ke Indonesia harus mengalihkan hartanya melalui bank persepsi yang ditunjuk secara khusus. Investasi tersebut dapat berbentuk surat berharga, obligasi BUMN, investasi keuangan pada bank persepsi dan sebagainya. Pembukuan, bagi wajib pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan harus membukukan selisih antara nilai harta bersih yang disampaikan dalam surat pernyataan dikurangi dengan nilai harta bersih yang disampaikan dalam SPT tahunan PPh terakhir, saldo tersebut dalam neraca (laporan posisi keuangan) diakui sebagai tambahan atas saldo laba ditahan. Harta tambahan yang diungkapkan dalam surat pernyataan yang berupa aktiva tidak berwujud maupun aktiva berwujud tidak dapat disusutkan.

Wajib pajak yang tidak memanfaatkan tax amnesty atau tidak menyampaikan surat pernyataan sampai dengan 31 Maret 2017 dan Dirjen Pajak menemukan data atau informasi mengenai harta wajib pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015, serta belum dilaporkan dalam SPT tahunan PPh, maka atas harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak pada saat ditemukannya data atau informasi paling lama 3 tahun terhitung mulai berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016. Oleh karena itu, harta tersebut dikenai pajak-pajak dan sanksi-sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.