KEMBALI KEPADA HAKEKAT DAN ORIENTASI PENDIDIKAN YANG SEBENARNYA
Muhammad Joko Susilo
(Dosen FKIP-Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Sudah banyak fenomena-fenomena buruk yang berkembang dan kejadian-kejadian negatif yang menunjukkan kegagalan dalam proses pendidikan di Indonesia, hilangnya karakter bangsa, budaya tawuran, kejahatan biologis, sampai pada hilangnya etika dan kesopanan, dan sebagainya adalah suatu pertanda bahwa pendidikan kita secara umum tidak dikelola secara baik. Fenomena-fenomena buruk sebagaimana tersebut diatas semua hampir terjadi merata disetiap jenjang pendidikan dan jenis pendidikan. Orientasi utama pelaku pendidikan dan peserta didik/siswa/mahasiswa adalah ijazah dan angka-angka yang menunjukkan perolehan nilai didalamnya. Para pelaku pendidikan sudah kehilangan peran utama, tidak mengimplementasikan semua peran yang komprehensif untuk menyiapkan generasi-generasi masa depan. Sebagian besar pelaku pendidikan bersikap apatis dan tidak mau tahu tentang tugas wajib yang diembannya. Mereka lebih cenderung memaknai bahwa profesi guru/dosen sebagai ladang pekerjaan, bukan sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban Tuhan Yang Maha Esa. Padahal sangat jelas disebutkan dalam peraturan UU No 20 Tahun 2003 Bab XI Pasal 40 bahwa kewajiban utama pelaku pendidikan (baca:pendidik dan tenaga kependidikan) adalah: a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Munculnya fonomena-fenomena buruk yang sangat tidak diharapkan seringkali guru/dosen disebut-sebut sebagai tokoh sentral dalam menanamkan berbagai hal termasuk kebaikan dan keburukan pada para peserta didik/siswa/mahasiswa. Guru/dosen adalah pelaku utama dan artis terkenal yang terkadang hanya mengambil peran yang sedikit dari tujuh macam tugas utamanya terhadap peserta didik/siswa/mahasiswa yaitu hanya menjalankan tugas MENGAJAR. Padahal jelas dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengisyaratkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai bahwa guru/dosen haruslah orang yang memiliki instink sebagai pendidik, mengerti dan memahami peserta didik. Guru/dosen harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru/dosen harus memiliki sikap integritas profesional. Kedudukan guru/dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru/dosen sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan guru/dosen sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru/dosen antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 menyatakan bahwa profesi guru/dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Guru/dosen sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru/dosen hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru/dosen berkewajiban: merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Karena keminiman akan ilmu pedagogiek inilah sering terjadi kesalahan-kesalahan yang mendasar pada diri pelaku pendidikan. Mereka kurang menyadari akan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Disebutkan bahwa tujuan pendidikan secara nasional sangat mulia sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi: manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan demikian orientasi guru/dosen dalam mendidik sebenarnya untuk mengembangkan potensi peserta didik/siswa/mahasiswa agar dengan keilmuan yang dipelajari bersama dengan guru/dosen dibidang masing-masing itu bisa menghantarkan dan mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jika iman dan takwa ini senantiasa terjaga dalam hati dan diri peserta didik/siswa/ mahasiswa maka saya yakin tidak akan ada fenomena-fenomena kejahatan, keburukan yang berorientasi pada azab alloh swt. Jika hati tertata dengan iman dan takwa, maka akan membuahkan perbuatan-perbuatan yang baik, kesopanan, santun dan penuh etika serta estetika yang lazim tergambar dengan sebutan akhlak mulia. Kemuliaan akhlak bisa menghantarkan pada kesehatan pikiran dan hati seseorang yang akan berdampak pada kesholehan sosial, rasa kepedulian dan saling menghargai, menghormati antar sesama. Dengan kondisi yang sehat secara jasmani dan rohani itulah Alloh akan memudahkan turunnya ilmu berupa kepahaman, kejelasan, dan memberikan kemampuan-kemampuan yang lain. Sehingga tidak ada lagi peserta didik/siswa/mahasiswa mengatakan susah sekali pelajaran/matakuliah ini. Asal kita (baca:manusia) konsekuen dengan kodrat sebagai hamba yang baik maka Alloh swt tidak akan pernah menggantungkan keberkahan akan ilmu yang dipelajari didunia ini. Dengan demikian peserta didik/siswa/mahasiswa akan semakin cakap, semakin kreatif, dan bisa mandiri melalui proses pendidikan yang sebenarnya. Sehingga kelak akan bisa dipertanggungjawabkan kepada diri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan pertanggungjawabkan di akhirat saat hari pertanggungjawaban nanti.
Jika hal tersebut di atas dapat dipahami dan diresapi oleh para pendidik bangsa ini, maka makna pendidikan yang tergambar dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara akan benar-benar bisa diaplikatifkan dalam kehidupan para pelaku pendidikan, sehingga kualitas pendidikan bangsa ini (baca:Indonesia) bisa dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada masyarakat tapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, apakah hal tersebut tidak mengugah pikiran dan hati kita wahai para pelaku pendidikan dimanapun berada ??? untuk itu mari kita sebagai pendidik melakukan pemberontakan atas ketidakprofesionalan diri dan sudah mau berikrar untuk menjadi pendidik, untuk menjadi guru/dosen atau sebutan lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan kewajiban yang sama. Bagaimana caranya ? tentunya dengan semakin menyadari akan kewajiban dan tugas-tugas kita sebagai pendidik dan senantiasa melakukan proses intropeksi untuk menganalisis kemampuan diri apakah kita sudah layak menyandang sebutan guru/dosen? (MJS)
(Artikel ini pernah dimuat di Suara Merdeka)
Muhammad Joko Susilo
(Dosen FKIP-Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Sudah banyak fenomena-fenomena buruk yang berkembang dan kejadian-kejadian negatif yang menunjukkan kegagalan dalam proses pendidikan di Indonesia, hilangnya karakter bangsa, budaya tawuran, kejahatan biologis, sampai pada hilangnya etika dan kesopanan, dan sebagainya adalah suatu pertanda bahwa pendidikan kita secara umum tidak dikelola secara baik. Fenomena-fenomena buruk sebagaimana tersebut diatas semua hampir terjadi merata disetiap jenjang pendidikan dan jenis pendidikan. Orientasi utama pelaku pendidikan dan peserta didik/siswa/mahasiswa adalah ijazah dan angka-angka yang menunjukkan perolehan nilai didalamnya. Para pelaku pendidikan sudah kehilangan peran utama, tidak mengimplementasikan semua peran yang komprehensif untuk menyiapkan generasi-generasi masa depan. Sebagian besar pelaku pendidikan bersikap apatis dan tidak mau tahu tentang tugas wajib yang diembannya. Mereka lebih cenderung memaknai bahwa profesi guru/dosen sebagai ladang pekerjaan, bukan sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban Tuhan Yang Maha Esa. Padahal sangat jelas disebutkan dalam peraturan UU No 20 Tahun 2003 Bab XI Pasal 40 bahwa kewajiban utama pelaku pendidikan (baca:pendidik dan tenaga kependidikan) adalah: a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Munculnya fonomena-fenomena buruk yang sangat tidak diharapkan seringkali guru/dosen disebut-sebut sebagai tokoh sentral dalam menanamkan berbagai hal termasuk kebaikan dan keburukan pada para peserta didik/siswa/mahasiswa. Guru/dosen adalah pelaku utama dan artis terkenal yang terkadang hanya mengambil peran yang sedikit dari tujuh macam tugas utamanya terhadap peserta didik/siswa/mahasiswa yaitu hanya menjalankan tugas MENGAJAR. Padahal jelas dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengisyaratkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai bahwa guru/dosen haruslah orang yang memiliki instink sebagai pendidik, mengerti dan memahami peserta didik. Guru/dosen harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru/dosen harus memiliki sikap integritas profesional. Kedudukan guru/dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru/dosen sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan guru/dosen sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru/dosen antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 menyatakan bahwa profesi guru/dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Guru/dosen sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru/dosen hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru/dosen berkewajiban: merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Karena keminiman akan ilmu pedagogiek inilah sering terjadi kesalahan-kesalahan yang mendasar pada diri pelaku pendidikan. Mereka kurang menyadari akan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Disebutkan bahwa tujuan pendidikan secara nasional sangat mulia sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi: manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan demikian orientasi guru/dosen dalam mendidik sebenarnya untuk mengembangkan potensi peserta didik/siswa/mahasiswa agar dengan keilmuan yang dipelajari bersama dengan guru/dosen dibidang masing-masing itu bisa menghantarkan dan mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jika iman dan takwa ini senantiasa terjaga dalam hati dan diri peserta didik/siswa/ mahasiswa maka saya yakin tidak akan ada fenomena-fenomena kejahatan, keburukan yang berorientasi pada azab alloh swt. Jika hati tertata dengan iman dan takwa, maka akan membuahkan perbuatan-perbuatan yang baik, kesopanan, santun dan penuh etika serta estetika yang lazim tergambar dengan sebutan akhlak mulia. Kemuliaan akhlak bisa menghantarkan pada kesehatan pikiran dan hati seseorang yang akan berdampak pada kesholehan sosial, rasa kepedulian dan saling menghargai, menghormati antar sesama. Dengan kondisi yang sehat secara jasmani dan rohani itulah Alloh akan memudahkan turunnya ilmu berupa kepahaman, kejelasan, dan memberikan kemampuan-kemampuan yang lain. Sehingga tidak ada lagi peserta didik/siswa/mahasiswa mengatakan susah sekali pelajaran/matakuliah ini. Asal kita (baca:manusia) konsekuen dengan kodrat sebagai hamba yang baik maka Alloh swt tidak akan pernah menggantungkan keberkahan akan ilmu yang dipelajari didunia ini. Dengan demikian peserta didik/siswa/mahasiswa akan semakin cakap, semakin kreatif, dan bisa mandiri melalui proses pendidikan yang sebenarnya. Sehingga kelak akan bisa dipertanggungjawabkan kepada diri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan pertanggungjawabkan di akhirat saat hari pertanggungjawaban nanti.
Jika hal tersebut di atas dapat dipahami dan diresapi oleh para pendidik bangsa ini, maka makna pendidikan yang tergambar dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara akan benar-benar bisa diaplikatifkan dalam kehidupan para pelaku pendidikan, sehingga kualitas pendidikan bangsa ini (baca:Indonesia) bisa dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada masyarakat tapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, apakah hal tersebut tidak mengugah pikiran dan hati kita wahai para pelaku pendidikan dimanapun berada ??? untuk itu mari kita sebagai pendidik melakukan pemberontakan atas ketidakprofesionalan diri dan sudah mau berikrar untuk menjadi pendidik, untuk menjadi guru/dosen atau sebutan lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan kewajiban yang sama. Bagaimana caranya ? tentunya dengan semakin menyadari akan kewajiban dan tugas-tugas kita sebagai pendidik dan senantiasa melakukan proses intropeksi untuk menganalisis kemampuan diri apakah kita sudah layak menyandang sebutan guru/dosen? (MJS)
(Artikel ini pernah dimuat di Suara Merdeka)