Kembangkan Industri Jamu Menuju Kemandirian Bangsa
“Peran teknologi untuk meningkatkan daya saing produk dan industri jamu perlu diperhatikan untuk mengembangkan jamu di Indonesia,” kata Dr. Ir. Unggul Priyanto, M.Sc., Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Dalam pidato Milad ke-54 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Sabtu (27/12/2014), Unggul Priyanto menyampaikan bahwa jamu merupakan aset bangsa yang harus dilestarikan, dimanfaatkan, dan dikembangkan. Dari hasil riset tumbuhan obat dan jamu yang dilakukan oleh Badan Litbang Kementerian Kesehatan tahun 2012−2013 pada 246 etnis (sekitar 20% dari seluruh etnis yang ada) di 182 kabupaten dalam 26 provinsi di luar Pulau Jawa, telah ditemukan 24.927 tumbuhan lokal berkhasiat obat dan 13.665 jenis ramuan tradisional (Balitbang Kesehatan, 2013). Suatu kekayaan budaya dan pengetahuan tradisional yang luar biasa.
Beberapa kondisi strategis yang menjadi tantangan dan peluang dalam pengembangan industri jamu tersebut di antaranya karena kecenderungan masyarakat global untuk menggunakan produk berbasis bahan alam (jamu) terus meningkat. Hal ini dapat diukur dengan semakin meningkatnya pasar dunia untuk produk herbal yang diperkirakan mencapai 5 triliun dolar pada 2050 mendatang. Pertumbuhan pasar dalam negeri pun terus meningkat.
Pada 2010 saja, nilai pasar dalam negeri mencapai sebesar 10 triliun rupiah. Nilai ini meningkat secara signifikan menjadi 13 triliun rupiah pada 2012, sekitar 21% dari total pasar farmasi nasional. Selain itu, telah diterapkannya integrasi pelayanan kesehatan tradisional ke dalam pelayanan kesehatan konvensional di beberapa negara, seperti Tiongkok dan India yang diikuti oleh beberapa negara lain, menjadikan peluang lebih tinggi.
Pemerintah sudah merespons untuk perkembangan jamu. Terakhir pada 2012−2014, telah dimunculkan wacana dan diskusi intensif tentang ikonisasi jamu, yaitu komunikasi pengembangan jamu dalam perspektif sosial ekonomi untuk mendorong pemahaman dan promosi jamu. Hal ini diikuti dengan upaya penguatan payung hukum, yaitu penyusunan naskah akademik RUU Jamu dan deklarasi pembentukan Dewan Jamu Indonesia. Selanjutnya, dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional (PP Yankestrad) pada 3 Desember 2014 menjadi acuan bagi para praktisi pelayanan kesehatan tradisional.
UAD dalam Milad ke-54 ini ikut mengembangkan jamu sebagai cara memajukan aset bangsa. Dengan mengusung tema “Pengembangan Industri Jamu Menuju Kemandirian Bangsa”, pada Minggu (19/10/2014) di Titik Nol Kilometer, digelar acara minum jamu gendong bersama dosen, karyawan, dan masyarakat sekitar. Sebelumnya, Fakultas Farmasi pada tahun 2011 juga telah meraih Rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) secara resmi dinobatkan sebagai Pemrakarsa dan Penyelenggara Kampanye Obat Herbal Jamu Milik Indonesia dengan peserta terbanyak, yaitu 1003 volunteer melebihi dari yang ditargetkan.
“Komitmen dan sinergi menjadi kata kunci penting untuk membangun bangsa ini, termasuk pengembangan jamu. Pengembangan produk jamu dengan konsep demand pull (tarikan pasar) akan lebih tepat dan cepat untuk bisa direalisasikan ke pasar daripada konsep technology push. Untuk itu, skema sinergi ABG (Academician, Business, Government) merupakan skema sinergi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan produk dan industri jamu. Sinergi ABG dan komunitas harus dibangun dengan semangat keindonesiaan yang tinggi dalam rangka menggali, memanfaatkan, dan mengembangkan jamu berbasis inovasi teknologi,” ucap Unggul.
“Mari kita jadikan jamu sebagai tuan rumah yang baik di negeri sendiri dan menjadi tamu agung di negeri orang,” harapnya.