Menjadi Cerdas dengan Puisi, Kenapa Tidak?
Banyak cara bagi manusia untuk mengungkapkan rekaman yang telah dilakukan terhadap fakta-fakta kehidupan. Salah satunya adalah dengan menuliskannya kambali. Hasil tulisan yang dihasilkan ada yang disebut dengan puisi. Puisi adalah tubuh dalam kata. Tubuh yang hidup dan terus bertumbuh bersama isinya: yaitu penafsiran yang ada dalam diri kita. Puisi sering dianggap sebagai cara yang tepat untuk mengungkapkan pikiran, emosi juga harapan-harapan dan mimpi dari seseorang ketika dia berhadapan dengan realitas di sekitarnya.
Suminto A Sayuti, salah satu penyair sekaligus Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni UNY dalam bukunya yang berjudul Berkenalan dengan Puisi menyatakan bahwa puisi adalah pilihan kata-kata terbaik dalam suasana terbaik, merupakan penggunaan bahasa yang sempurna. Setiap orang bisa saja menulis, bahkan tidak sedikit orang yang telah menulis puisi. Pertanyaannya adalah apakah mereka sudah dapat menulis puisi dengan baik, benar dan indah? Hal ini seperti yang dilontarkan oleh Evi Idawati, seorang penyair wanita dan juga aktris Yogyakarta ketika dia didaulat menjadi pemateri dalam Pelatihan Menulis dan Membaca Puisi yang diselenggarakan oleh Divisi Pelatihan Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama UAD, Minggu, 17 Juni 2012 bertempat di Kampus II UAD.
“Puisi memang harus baik, benar, indah. Ketiganya tidak bisa berdiri sendiri-sendiri tetapi menjadi satu kesatuan yang utuh. Baik jika tidak benar akan menjadi tidak indah. Begitupun benar tetapi tidak indah menjadi tidak baik. Pada titik ini, menegaskan kita, bahwa puisi bukan hanya membuang gelisah, tetapi sebuah proses kreativitas yang memerlukan kecerdasan dan pengetahuan.” Ujar Evi penuh semangat.
Evi juga memaparkan bahwaa selain mencipta tentu ada sisi lain dari puisi yaitu membaca puisi. Membaca puisi bukan hanya dimaknai membaca di atas panggung saja namun juga membaca dalam arti yang luas berupa keseluruhan makna (tekas dan konteks) dari sebuah puisi. Sebagaimana dalam proses menulis puisi, dalam pembacaan puisi pun ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu baik, benar dan indah. Baik apabila pembaca mampu mengolah kemampuan keaktorannya. Benar jika pembaca berhasil menerjemahkan teks tanpa adanya penyimpangan nilai-nilai yang terkandung dari puisi. Indah jika pembaca mampu menyampaikan pesan dalam puisi kepada penonton atau pendengarnya. Oleh karena itu, proses menulis dan membaca puisi bukan hal yang stagnan namun hal yang harus terus diolah dan dilatih karena keduanya merupakan proses mempelajari, mengetahui, dan memahami.
Untuk memahami ketiga proses di atas, Dra. Rina Ratih S.S., M.Hum., selaku ketua panitia kegiatan mengatakan “Kami dari Divisi Pelatihan Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan umat khususnya di bidang seni, budaya, dan olahraga. Semoga acara ini dapat bermanfaat sehingga akan muncul kader-kader yang nantinya dapat diandalkan.” ungkapnya saat pelatihan berlangsung. (FM)
Banyak cara bagi manusia untuk mengungkapkan rekaman yang telah dilakukan terhadap fakta-fakta kehidupan. Salah satunya adalah dengan menuliskannya kambali. Hasil tulisan yang dihasilkan ada yang disebut dengan puisi. Puisi adalah tubuh dalam kata. Tubuh yang hidup dan terus bertumbuh bersama isinya: yaitu penafsiran yang ada dalam diri kita. Puisi sering dianggap sebagai cara yang tepat untuk mengungkapkan pikiran, emosi juga harapan-harapan dan mimpi dari seseorang ketika dia berhadapan dengan realitas di sekitarnya.
Suminto A Sayuti, salah satu penyair sekaligus Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni UNY dalam bukunya yang berjudul Berkenalan dengan Puisi menyatakan bahwa puisi adalah pilihan kata-kata terbaik dalam suasana terbaik, merupakan penggunaan bahasa yang sempurna. Setiap orang bisa saja menulis, bahkan tidak sedikit orang yang telah menulis puisi. Pertanyaannya adalah apakah mereka sudah dapat menulis puisi dengan baik, benar dan indah? Hal ini seperti yang dilontarkan oleh Evi Idawati, seorang penyair wanita dan juga aktris Yogyakarta ketika dia didaulat menjadi pemateri dalam Pelatihan Menulis dan Membaca Puisi yang diselenggarakan oleh Divisi Pelatihan Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama UAD, Minggu, 17 Juni 2012 bertempat di Kampus II UAD.
“Puisi memang harus baik, benar, indah. Ketiganya tidak bisa berdiri sendiri-sendiri tetapi menjadi satu kesatuan yang utuh. Baik jika tidak benar akan menjadi tidak indah. Begitupun benar tetapi tidak indah menjadi tidak baik. Pada titik ini, menegaskan kita, bahwa puisi bukan hanya membuang gelisah, tetapi sebuah proses kreativitas yang memerlukan kecerdasan dan pengetahuan.” Ujar Evi penuh semangat.
Evi juga memaparkan bahwaa selain mencipta tentu ada sisi lain dari puisi yaitu membaca puisi. Membaca puisi bukan hanya dimaknai membaca di atas panggung saja namun juga membaca dalam arti yang luas berupa keseluruhan makna (tekas dan konteks) dari sebuah puisi. Sebagaimana dalam proses menulis puisi, dalam pembacaan puisi pun ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu baik, benar dan indah. Baik apabila pembaca mampu mengolah kemampuan keaktorannya. Benar jika pembaca berhasil menerjemahkan teks tanpa adanya penyimpangan nilai-nilai yang terkandung dari puisi. Indah jika pembaca mampu menyampaikan pesan dalam puisi kepada penonton atau pendengarnya. Oleh karena itu, proses menulis dan membaca puisi bukan hal yang stagnan namun hal yang harus terus diolah dan dilatih karena keduanya merupakan proses mempelajari, mengetahui, dan memahami.
Untuk memahami ketiga proses di atas, Dra. Rina Ratih S.S., M.Hum., selaku ketua panitia kegiatan mengatakan “Kami dari Divisi Pelatihan Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan umat khususnya di bidang seni, budaya, dan olahraga. Semoga acara ini dapat bermanfaat sehingga akan muncul kader-kader yang nantinya dapat diandalkan.” ungkapnya saat pelatihan berlangsung. (FM)