Pendidikan Fisika UAD KKN-PPL di Kamboja
Mahasiswa UAD melaksanakan KKN-PPL Internasional di desa Phum V, kecamatan Svay Khleang, provinsi Kampong Cham, Kamboja. Delapan orang mahasiswa dari kelas unggulan Program Studi Pendidikan Fisika FKIP UAD melaksanakan kegiatan tersebut selama 40 hari dari tanggal 21 Agustus-30 September 2013. Program ini merupakan tindak lanjut dari MOU antara Musa-Asiah Foundation yang dipimpin oleh Prof. Moch. Zain Musa dengan UAD. Ini merupakan salah satu program unggulan Program Studi Pendidikan Fisika UAD.
Penerjunan KKN-PPL ini dilakukan oleh Prof. Sarbiran, PhD. (Wakil Rektor Bidang Kerja sama dan Urusan Internasional UAD) dan dosen pembimbing. Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa di sana antara lain: seminar tentang pernikahan siri dengan narasumber Prof. Sarbiran, Ph.D, pengajaran bahasa Indonesia, pengenalan roket air dan teropong, pengenalan makanan khas Indonesia, pengenalan komputer dan pelatihan microsoft office, pengenalan perangkat lunak bidang fisika, dan kursus fisika. Ada juga pelatihan unik membuat ketupat dan origami. Dalam bidang keagamaan, diadakan acara gotong royong membersihkan masjid, pembuatan tempat wudhu sederhana, pengajaran iqro, pengajaran surat pendek dan doa harian, pelatihan thoharoh dan sholat sunnah. Tak lupa diadakan pertandingan persahabatan dan pelatihan sepak bola untuk meramaikan program. Banyak pula program lain terkait dengan bidang keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Program ini ditutup dengan peragaan drama oleh pemuda-pemudi di desa tersebut.
Haryo Zaryando, mahasiswa semester 7 yang mengikuti KKN-PPL Internasional ini menyatakan, “Program ini dapat membuat saya tambah percaya diri dalam interaksi langsung dengan masyarakat yang berbeda bahasa dan budaya.” Peserta KKN lainnya, Bayu Slamet Riyadi menyatakan bahwa kemampuan bahasa Inggrisnya meningkat. Bayu juga merasa beruntung mendapatkan pengalaman tinggal di tengah masyarakat muslim yang tergolong minoritas di Kamboja.
Eko Nursulistiyo, M.Pd. selaku pembimbing KKN-PPL Internasional ini lega karena seluruh program dapat terealisasi walaupun terkendala masalah bahasa. Hal tersebut disebabkan bahasa yang digunakan oleh penduduk adalah bahasa Khmer dan Cham yang sangat asing bagi orang Indonesia. Akan tetapi, kendala bahasa ini dapat diatasi oleh para penerjemah dari pengajar SERPAMA (Sekolah Rendah Persekutuan Musa-Asiah) yang fasih berbahasa Inggris dan Melayu.(Doc)