Perkusi Kehidupan
Panji Hidayat
Dosen Universitas Ahmad Dahlan
Bersyukurlah kita karena diciptakan sebagai manusia, makhluk terakhir yang paling sempurna. makhluk ciptaan Sang Pencipta yang mempunyai pembawaan masing-masing (nature). Penciptaan manusia bukanlah sebuah permainan, tetapi diberi tugas sebagai mandataris dalam mengelola alam semesta. Di samping sebagai mandataris manusia mempunyai kewajiban untuk beribadah sekaligus memakmurkan bumi dengan menciptakan suatu peradaban. Manusia tidak ditinggalkan begitu saja di bumi ini kecuali juga dilengkapi dengan empat potensi yaitu potensi insting, pancaindera, akal pikir, dan keagamaan yang simultan sesuai dengan tingkat perkembangan dirinya. Keempat potensi tersebut berkolaborasi yang menjadikan manusia mengalami perkembangan berbeda dalam berbagai dinamika kehidupan karena berinteraksi dengan lingkungannya (nurture).
Hidup adalah suatu hal yang tak pasti, tetapi kematian adalah suatu hal yang pasti. Sesuatu yang tak pasti menyebabkan orientasi manusia berbeda memaknai arti hidup. Ketidakpastian yang menyebabkan manusia berputar roda nasib dan rizki kehidupan. Kadang roda nasib berhenti lama di atas atau juga berhenti lama di bawah. Ada juga sebentar di atas dan cepat jatuh ke bawah bahkan sampai ke titik nadir. Tidak sedikit orang yang mengakhiri hidup disebabkan tidak kuat menghadapi problem kehidupan. Mereka menganggap itu merupakan solusi lari dari masalah kehidupan. Tetapi, ada juga terbangun dan tersadar bahwa di dalam dunia ini ada “The Perfect Being” mereka kembali mendapatkan energi ruhiah dan dadanya menjadi lapang dan menerima pahit, manis, getirnya kehidupan.
Dunia merupakan ladang kolektif untuk mengumpulkan amal kehidupan. Jadi hidup tidak sendiri karena sosial merupakan sarana untuk berlomba-lomba mencari puncak kehidupan yang bersifat pribadi. Ada yang jadi pendidik, dokter, pedagang, entrepreneur, trainer, dan buruh. Semua pekerjaan itu merupakan gift dan tidak bisa dipaksakan untuk menjadi yang diinginkan orang lain. Tapi kadang mereka egois memaksakan kehendak dengan melakukan perilaku yang negatif, seperti mencuri, merampok, memerkosa, membunuh, dan tindakan negatif yang lain. Semakin bertambah usia manusia maka semakin stabil serta mudah menyesuaikan diri (stability), tetapi kadang menurut Driyarkara bahwa manusia mengalami proses menjadi dan tidak akan pernah jadi (Instability).
Manusia mengharapkan kontinuitas dari kumulatif perkembangan sejak kelahirannya. Manusia pun ingin menjadi orang yang selalu baik sampai akhir hayatnya. Tetapi kadangkali orang yang dari kecil dididik dengan baik ternyata menjadi pelaku korupsi. Bahkan di akhir kehidupannya sangat tragis meninggal di tempat maksiat. Begitupun sebaliknya orang yang terkenal dengan keberingasannya tetapi dia menyadari perilaku buruknya sehingga kembali kepada kebaikan. Itulah diskontinuitas perkembangan manusia yang selalu menjadi perkusi kehidupan di dunia ini.