Teater 42 bersama FZ. Ende Riza
PENTASKAN PANTOMIM DI LIP
Lagu kehidupan dan kematian yang pasti adalah suka atau duka. Setelah sopran vagina dan kemudian waktu mendewasakan kita, apakah yang harus dilakukan? Perjalanan dan pencarianlah yang kemudian menentukan, hidup atau tidaknya kita dalam hidup.
Kalimat di atas adalah mozaik pertunjukan Dramatikal Pantomim yang ditulis Gatot Arifianto dalam buku repertoar, pentas yang dimainkan oleh teater 42 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta bersama FZ. Ende Riza pada Rabu malam, 2 Mei 2012. Pertunjukan yang dihelat di gedung Lembaga Indonesia Perancis (LIP) ini menyedot banyak pengunjung. Sehingga para penonton harus rela berdesak-desakan karena kapasitas gedung tidak mampu menampung antusias pengunjung yang hadir.
“Pertunjukan yang luar biasa. Demi memuaskan batin saya harus rela antri untuk masuk. Sebab gedung tidak mampu menampung. Untung ada perempuan muda yang tak tahan dengan suhu gedung yang gerah. Akhirnya Saya baru bisa masuk meskipun pertunjukkan sudah berjalan hampir separoh. Tapi saya puas. Tidak sia-sia membeli tiket 15 ribu.” ujar Brojang, salah satu penonton yang hadir.
FZ. Ende Rizal yang menjadi salah satu pemain sekaligus sutradara pertunjukan merangkul beberapa aktor muda dari Teater 42, yaitu Afiati DW, Arifah MJ, Dian AM, Mega Ayunongrum, Putik AS, dan M. Iqbal. Selain itu, pertunjukan yang dipadati pengunjung itu juga diramaikan oleh Marco dan AKA Dedelduel.
“Alhamdulillah. Semua berjalan dengan baik. Saya sangat senang. Ini merupakan pertunjukan yang berkesan bagi pribadi saya. Terima kasih atas semua yang telah membantu kesuksesan pertunjukan malam ini. Semoga kami tak lelah untuk berkarya. Semoga setelah ini akan lahir kembali karya-karya kami yang lain. Amin.” papar Putik AS, mahasiswi asli rembang yang menimba ilmu di fakultas Sastra UAD yang menjadi salah satu aktor.
“Karya-karya Ende Riza unik dan orisinil. Ini adalah salah satu aset bangsa, dalam hal ini Yogyakarta. Sudah selayaknya kita dukung. Siapa lagi kalau bukan kita sebagai orang Jogja (Indonesia) yang mendukungnya.” ujar Dedy Ratmoyo, pengamat Pantomime dan Dance Art. (IHS)
PENTASKAN PANTOMIM DI LIP
Lagu kehidupan dan kematian yang pasti adalah suka atau duka. Setelah sopran vagina dan kemudian waktu mendewasakan kita, apakah yang harus dilakukan? Perjalanan dan pencarianlah yang kemudian menentukan, hidup atau tidaknya kita dalam hidup.
Kalimat di atas adalah mozaik pertunjukan Dramatikal Pantomim yang ditulis Gatot Arifianto dalam buku repertoar, pentas yang dimainkan oleh teater 42 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta bersama FZ. Ende Riza pada Rabu malam, 2 Mei 2012. Pertunjukan yang dihelat di gedung Lembaga Indonesia Perancis (LIP) ini menyedot banyak pengunjung. Sehingga para penonton harus rela berdesak-desakan karena kapasitas gedung tidak mampu menampung antusias pengunjung yang hadir.
“Pertunjukan yang luar biasa. Demi memuaskan batin saya harus rela antri untuk masuk. Sebab gedung tidak mampu menampung. Untung ada perempuan muda yang tak tahan dengan suhu gedung yang gerah. Akhirnya Saya baru bisa masuk meskipun pertunjukkan sudah berjalan hampir separoh. Tapi saya puas. Tidak sia-sia membeli tiket 15 ribu.” ujar Brojang, salah satu penonton yang hadir.
FZ. Ende Rizal yang menjadi salah satu pemain sekaligus sutradara pertunjukan merangkul beberapa aktor muda dari Teater 42, yaitu Afiati DW, Arifah MJ, Dian AM, Mega Ayunongrum, Putik AS, dan M. Iqbal. Selain itu, pertunjukan yang dipadati pengunjung itu juga diramaikan oleh Marco dan AKA Dedelduel.
“Alhamdulillah. Semua berjalan dengan baik. Saya sangat senang. Ini merupakan pertunjukan yang berkesan bagi pribadi saya. Terima kasih atas semua yang telah membantu kesuksesan pertunjukan malam ini. Semoga kami tak lelah untuk berkarya. Semoga setelah ini akan lahir kembali karya-karya kami yang lain. Amin.” papar Putik AS, mahasiswi asli rembang yang menimba ilmu di fakultas Sastra UAD yang menjadi salah satu aktor.
“Karya-karya Ende Riza unik dan orisinil. Ini adalah salah satu aset bangsa, dalam hal ini Yogyakarta. Sudah selayaknya kita dukung. Siapa lagi kalau bukan kita sebagai orang Jogja (Indonesia) yang mendukungnya.” ujar Dedy Ratmoyo, pengamat Pantomime dan Dance Art. (IHS)